“Mas, bangun. Papa mau bicara.” Zaky mengerjap pelan. Sebelum membuka mata, jempol dan telunjuknya mengusap kelopak secara horizontal. Untuk menyeka kotoran yang menempel di sana. Cahaya temaram menyambut penglihatan. Tidak ada waktu untuk mengumpulkan kesadaran, karena Zaky dipaksa sadar saat suara papanya memasuki gendang telinga. Beliau tidak pernah membangunkan Zaky, sebab Zaky bangun lebih awal untuk salat tahajud, lalu pergi ke masjid dekat rumah untuk salat fajar dan salat subuh berjamaah. Seandainya punya urusan pun papa mengetuk pintu terlebih dahulu, bukan langsung masuk seperti sekarang. “Maaf, Pa, saya—” Kalimat Zaky terjeda, dia menoleh ke samping saat merasakan rangkulan erat di pinggang. Dalam sepersekian detik Zaky kesulitan mencerna kala melihat Eleena terlelap tepat di