BAB 12 PERNIKAHAN

1856 Words
Semua orang mengucapkan selamat untuk pernikahan Geby dan Jeremy yang tetap terlihat sangat manis meskipun setelah duka yang menimpa keluarga Loghan. Sepertinya juga cuma seorang Jeremy Loghan yang berani mengelar pernikahan hanya berselang beberapa minggu dari kepergian kakak laki-lakinya. Walaupun dianggap tabu tapi tidak ada yang berani menghentikan kemauannya. Tidak sedikit rumor yang mulai beredar mengenai pernikahan mendadak mereka yang diragukan. Apa lagi semua orang yang berada di rumah keluarga Loghan juga tahu jika Geby sangat mencintai James, bagi mereka semua Geby adalah milik James. Tapi sepertinya Jeremy juga aktor yang brilian, dia tega mencium Geby di depan semua orang hingga membuat kepala Geby pening, bahkan dia belum berhenti sampai para tamu berhenti bertepuk tangan dan ikut merinding. Mereka tahu seorang Jeremy Loghan memang mampu mendapatkan wanita manapun, termasuk wanita yang masih mencintai kakak laki-lakinya. Dia muda, tampan, dan tentunya sangat kaya raya. Justru hanya keajaiban yang bisa membuat pria macam itu mau mengikat dirinya dalam pernikahan. Sebenarnya Geby juga bukan wanita yang buruk untuk dinikahi, dia cantik, cerdas dan dari keluarga yang sangat berpendidikan. Kecuali satu hal, dia bekas dari James Loghan dan Jeremy yakin pria itu juga yang masih mengendap di dalam kepala pengantin cantiknya. Sesuatu yang juga membuat Jeremy ikut membenci wanita yang baru dia nikahi. Berpura-pura bahagia dengan pernikahan yang terlihat sempurna seharusnya tidak terlalu sulit, kecuali hati Geby yang tetap tidak terima, bahkan ketika Jeremy Loghan hanya sekedar mengenggam tangannya. "Lihat tiba-tiba kau sudah menikah dengan seorang Jeremy Loghan." Tobias Harlot langsung memeluk sepupunya begitu ia berhasil menculik Geby dari sisi Jeremy yang sedari tadi tidak mau melepaskan penggantinya barang sejengkal pun. Kali ini Tobias juga datang bersama tunangannya dan baru pertama dia perkenalkan kepada Geby. "Benar-benar pilihan yang pintar, Geby, " bisik sepupunya yang lain. "Kau akan melahirkan seorang Loghan. Bayangkan, darah keluarga kita akan menjadi seorang Loghan." Entah semeyakinkan apa sandiwara hari ini. Mereka semua melihat Geby memang sudah ikut tersenyum seharian di samping seorang Jeremy Loghan yang juga selalu menggenggam tangannya dengan erat sampai kalau boleh jujur sebenarnya jemari Geby mulai kebas dalam genggamannya yang dingin. "Kau benar-benar pengantin tercantik yang pernah kulihat Geby ku Sayang, cepat lahirkan keponakan untuk bibimu." Geby balas memeluk sang bibi yang kemudian juga berbisik di telinga Geby, "Jaga suamimu baik-baik karena tidak sedikit yang masih ingin memburu pria seperti itu." Geby mengikuti mata sang bibi ketika melihat ke arah Jeremy Loghan. Pria itu sedang terlihat bicara dengan salah seorang tamu anggota senior kerajaan yang hendak berpamitan pulang. Mereka datang bersama putrinya. dari tadi wanita muda itu juga terus tersenyum pada Jeremy. "Ingat, Geby! seorang pria 'besar' juga akan besar pula godaannya. Tapi jika dia pilih menikahimu artinya kau berhak menyingkirkan mereka semua yang seperti hama!" Tidak tahu kenapa nasehat sang bibi justru membuat Geby merinding karena Geby memang tidak pernah berpikir untuk cemburu. Geby tidak perduli semenawan apa pria yang telah menikahinya itu ketika berdiri di tengah semua orang, karena sampai kapanpun hati Geby tetap hanya akan dipenuhi oleh seorang James Loghan. ****** Setelah keluarga Geby berpamitan pulang, Jeremy kembali menghampiri Geby dan mengajaknya untuk beristirahat. Geby menyambut hangat uluran tangan Jeremy karena mereka tetap harus terlihat seperti suami istri yang harmonis di depan semua orang untuk menjaga rumor mengenai pernikahan mereka yang serba mendadak dan kontroversial. Jeremy yang membuka pintu kamar mereka dan mempersilahkan Geby masuk lebih dulu layaknya pria yang beretika. Walaupun Jeremy sudah mengatakan jika Geby tidak perlu melakukan kewajiban sebagai seorang istri tapi ternyata Geby tetap gelisah karena mereka masih harus tidur satu kamar. Jeremy memang tidak akan tinggal di Yorkshire tapi tetap saja Geby tidak nyaman walaupun hanya untuk satu atau dua malam. Geby semakin merinding melihat kamar mereka yang juga dihiasi dengan berbagai bunga layaknya kamar pengantin. Agak berlebihan menurut selera Geby dan dia yakin Jeremy tidak perduli dengan apapun yang diletakkan orang suruhan Mr. Papkins di kamar tersebut. Jeremy juga langsung sibuk menelpon seseorang untuk mempersiapkan perjalannya besok lusa karena nampaknya dia juga harus segera melakukan konferensi pers untuk semua pengalihan perusahan Loghan. Jeremy masih sibuk sendiri ketika Geby pergi ke toilet untuk melepas gaun pengantinnya yang sudah sangat tidak nyaman. Geby sengaja membawa pakaian ganti sekaligus karena tidak mau berganti pakaian di depan Jeremy. Sialnya Geby lupa jika gaun pengantinnya memilik begitu banyak barisan kancing di punggung. Geby sudah coba melepasnya sendiri dan menyerah karena justru membuatnya jengkel serta punggung pegal. Buru-buru dia mencari gunting dari dalam laci dan menggunting gaun pengantinnya tanpa rasa iba sama sekali. Geby mengguntingnya dari mulai sisi paha dan serong hingga ke belahan d**a. Benar-benar cara melucuti pakaian yang sangat brutal tapi Geby juga tidak peduli karena mustahil dirinya minta bantuan pada Jeremy Loghan untuk perkara seperti ini. Geby juga langsung menjejalkan pakaian tersebut ke tempat sampah yang jelas tidak muat menampungnya meskipun dia sudah coba menjejalkannya mengunakan kaki. Akhirnya Geby menyerah lagi dan hanya meletakkan gaun yang sudah koyak tersebut di atas meja wastafel, dia pikir besok ia bisa minta pengurus rumah untuk membuangnya segera. Geby tidak ingin mengingat-ingat pernikahannya dengan Jeremy Loghan dan ingin menyingkirkan semuanya. Geby mencuci tangan dan kembali tidak nyaman merasakan cincin berlian yang mengganjal di jari manisnya. Geby melepas dulu cincin tersebut ,meletakkannya di tepi wastafel. Setelah berganti pakaian, membersihkan sisa makeup dan gosok gigi, Geby tetap tidak nyaman tiap kali memikirkan ada seorang pria yang berada di kamar bersamanya. Geby kembali mondar-mandir di dalam toilet hatinya gusar dan dadanya masih berdegup kencang. Geby sampai harus mencengkram tepian marmer dari meja wastefel untuk menenangkan dirinya dulu sebelum berani keluar, bagaimanapun Geby tidak ingin terlihat konyol dengan ketakutanya sendiri. Walapun Jeremy sudah berjanji untuk tidak menyentuhnya tapi tetap saja ia tidak bisa rileks. Jeremy Loghan sedang duduk di Sofa ketika Geby keluar, pria itu diam menatapnya sebentar dan sepertinya cuma terkejut karena melihat Geby sudah berganti pakaian. "Tidurlah di ranjang aku akan tidur di sofa," kata Jeremy sebelum kemudian berdiri dengan sama acuhnya dan berjalan menuju kamar mandi. Begitu masuk ke dalam kamar mandi Jeremy langsung melihat tumpukan gaun pengantin Geby. pria itu langsung mengerutkan alis saat memperhatikan bekas guntingan mengerikan di gaun tersebut. Sementara itu di luar Geby sudah duduk dan berdiri tidak tenang meskipun Jeremy belum kembali keluar dari toilet setelah hampir dua puluh menit berlalu. Geby mendengar suara gemericik air dari Shower yang artinya pria itu masih mandi. Geby sadar jika kali ini dia sedang berada satu kamar dengan seorang Jeremy Loghan, pria yang pernah menciumnya di istal kuda dan juga baru saja menikahinya. Buru-buru Geby naik ke atas ranjang, menarik selimut untuk pura-pura tidur meskipun Geby yakin dirinya juga tidak akan bakal bisa tidur dengan mudah. Tak berapa lama Jeremy keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya yang menggantung rendah hingga menunjukkan sisi yang elok dari guratan liat pinggangnya yang bertekstur dan membentuk otot berbentuk v. Untung saja Geby sudah berpura-pura tidur jadi dia tidak perlu merasa malu ketika pria itu menghampirinya. Mata Geby memang terpejam tapi dia tetap bisa merasakan hawa maskulin dari pria yang berdiri di sampingnya, aroma sabun dan sampo yang dipakai Jeremy tetap mengganggu kelenjar otaknya untuk bereaksi. Ternyata Jeremy hanya meletakkan cincin Geby yang tadi tertinggal di meja wastafel. Jeremy meletakkan cincin tersebut di atas nakas tanpa menegur Geby. Jeremy melihat Geby sudah tidur, menggulung tubuhnya dengan selimut seperti kepongpong. Padahal sebenarnya otak Geby sama sekali belum bisa tidur dia masih mendengar ketika Jeremy berganti pakaian, mematikan lampu kamar dan benar-benar tidur di sofa. Hingga lewat tengah malam otak Geby masih saja berputar seperti gasing yang tidak mau diam, dia terus memikirkan berbagai bayangan mengerikan. Jeremy Loghan adalah pria angkuh, keji, dan tanpa hati. Untuk sekedar didekati pun Geby tidak terima apalagi sekarang mereka berada di dalam satu kamar yang sedang gelap gulita dan hanya berdua. Setebal apapun nyalinya, Geby tetap harus waspada. ***** Karena tidak juga bisa Tidur akhirnya Geby bangun terlambat dan saat dia bangun Jeremy sudah tidak ada di kamar mereka. Matahari sudah terang benderang dan tirai kamarnya juga sudah dibuka. Geby memperhatikan cincin yang yang semalam Jeremy letakkan di atas nakas dan seketika langsung membuat Geby kembali menghela napas berat, dia harus kembali memakainya karena yakin Jeremy pasti akan mempermasalahkan hal sepele itu. Geby segera mandi dan turun untuk sarapan karena dirinya juga sudah sangat terlambat menurut jadwal keluarga Loghan yang disiplin. Ketika Geby turun di bawah sudah ada Jeremy dan Lily yang malah sudah lebih dulu bangun. Geby menghampiri meja makan dan mencium Lily terlebih dahulu sebelum duduk di samping Jeremy karena memang di sanalah tempatnya sekarang sebagai nyonya Loghan. Baru saja Geby hendak memotong makanannya, Jeremy tiba-tiba mengatakan jika dia harus ikut ke New York untuk konferensi pers. "Apa tidak bisa kita lakukan di rumah ini saja." Geby mendongak dari piringnya untuk menatap Jeremy. "Ini konfrensi pers untuk perusahaan. Sekretarisku sudah mengatur semuanya kau hanya harus ikut!" tegas Jeremy yang seketika tidak enak untuk didengar telinga Geby di pagi hari. Geby langsung meletakkan sendok dan garpu di tangannya untuk menatap Jeremy dengan lebih serius karena seharusnya dia tidak bisa asal memutuskan sesuatu tanpa bertanya. Karena memang tidak ada hal seperti itu dalam kesepakatan mereka kemarin. Mereka hanya akan menikah dan selanjutnya Jeremy akan segera pergi meninggalkan Geby bersama Lily. "Tidak lebih dari dua hari dan aku akan mengantarkanmu kembali ke rumah ini." "Kau akan pergi Geby?" sela Lily yang ikut menyimak perdebatan mereka. "Kau juga dengarkan? hanya dua hari." Geby mengatakan hal itu kepada Lily tapi sambil melirik Jeremy dengan tidak terima. Bagaimanapun Geby tidak mau mengajak pria itu bertengkar di depan Lily. Geby kembali mengambil sendok dan garpunya untuk melanjutkan sarapan. Malam selanjutnya Geby sengaja berlama-lama di kamar Lily untuk membacakannya beberapa cerita, Geby berharap Jeremy sudah tidur saat ia menyusul ke kamar tapi ternyata Jeremy justru sedang menunggunya. Pria itu duduk di sofa seperti biasanya dan tidak pernah dengan tatapan yang ramah meskipun mereka sedang berada di kamar hanya berdua. Jeremy Loghan tetap saja pria yang terlalu angkuh untuk didekati ataupun disapa. "Duduklah aku ingin bicara." Geby ikut duduk di sisi sofa yang berjauhan. "Kau tidak perlu repot, aku tidak akan mengusikmu dan kau bisa memegang kata-kataku! " sarkas Jeremy untuk menyinggung sikap Geby yang dia anggap berlebihan. Geby cuma mendengarkan tanpa berkomentar dan berharap Jeremy segera menyelesaikan urusannya. "Ada beberapa hal yang perlu kau ketahui setelah kita menikah." Jeremy mulai mengajak Geby untuk bicara lebih serius. " Secara hukum kau juga akan memiliki hak-hak sebagai istriku, karena itu kenapa penting semua orang tahu jika aku sudah menikahimu." Jeremy yakin Geby adalah wanita yang cerdas dan akan segera paham dengan posisinya. "Aku tidak mau tinggal satu kamar denganmu! " tegas Geby seolah sama sekali tidak bisa dibantah. "Aku bisa mengaturnya di tempat lain tapi tidak untuk di rumah ini." Jeremy masih cukup tenang menanggapinya meski nada suaranya tetap terdengar tegas seperti biasanya. "Baiklah, hanya di rumah ini sebagai pengecualian." Geby setuju. "Segera bersiaplah karena besok pagi kita akan berangkat!" Setelah itu Jeremy berdiri dan keluar dari kamar mereka padahal sudah hampir tengah malam. Geby juga tidak ingin bertanya karena hal itu bukan urusannya. Bukanya tidur ternyata Jeremy pergi ke ruang baca, entah untuk apa karena dia sendiri sepertinya juga tidak tahu. Dia hanya semakin yakin jika Gabriela Harlot juga wanita yang keras kepala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD