Suara hujan mengetuk lembut atap kayu rumah itu. Kabut tebal mulai turun, membingkai malam dengan sunyi yang hanya diisi oleh napas dan detak jantung mereka. Celestine masih berdiri di depan jendela, punggungnya menghadap Aidan. Bahunya sedikit bergetar. Mungkin dingin, mungkin lelah. Aidan berjalan pelan ke arahnya. Ia berhenti hanya satu langkah di belakangnya, lalu melepas jaket yang ia kenakan dan menyampirkannya ke bahu Celestine. Hangat. Celestine menunduk. "Kau masih melakukan ini… seperti dulu," bisiknya. "Aku tak pernah berhenti memikirkanmu," jawab Aidan, suaranya rendah, jujur. "Bahkan saat aku memaksakan diri untuk menjauh." Celestine memutar tubuhnya perlahan, kini wajah mereka hanya berjarak sejengkal. Aidan mengangkat tangannya, ragu-ragu menyentuh pipi perempuan itu, se

