Terbongkar

1321 Words
"Brenda dan Julio silakan maju ke depan!" perintah Pak Juna memberi instruksi. Brenda berjalan maju dan langsung berhadapan dengan Julio di arena pertarungan. "Mulai!" komando Pak Juna dan suara lonceng terdengar tak lama kemudian. Julio tampak tenang di posisinya, membuat Brenda malah makin was-was karena yang tenang biasanya justru mematikan. Dan lihat! Baru juga diomongin, dirinya langsung terlempar menghantam lantai dengan sangat keras. BRAK!! Kepala Brenda berdarah dengan tulang seperti remuk. "Oh, angin juga." Gumam Brenda masih bisa tersenyum samar di tengah keadaannya. Brenda langsung terbang menghindar saat Julio ingin menyerangnya lagi. Dia mengumpulkan tenaga dalamnya beberapa saat lalu menyerang Julio dengan kekuatan anginnya yang ditangkis Julio dengan kekuatan angin juga. Brenda yang merasa terdesak pun terpaksa menambah kekuatannya dan BUM! Julio terhempas karna kalah kekuatan, ini sebenarnya menarik karena mereka berdua sama-sama menggunakan angin. Namun pembedanya yaitu ukuran kekuatan mereka yang sangat jelas berbeda, Brenda jauh lebih unggul. Melihat keadaan Julio yang sedang lemah, Brenda langsung menyerang Julio dengan badai topan dan lelaki itu langsung terperangkap di dalamnya. Brenda mengarahkan tangannya yang lain untuk menerbangkan kursi lalu menabrakannya kearah Julio, berhasil membuat lelaki itu tersungkur dengan mengenaskan. KRAK! Brenda bisa mendengar pekikan histeris seluruh orang yang sedang menonton, namun Brenda tidak bisa mundur sekarang. Ini pertarungan! Melihat Julio yang hendak bangun membuat Brenda reflek menerbangkan Julio lalu menghempaskannya lagi kearah tembok, tak lama Julio memuntahkan darah. Brenda menahan napas seketika, ia yang melihat keadaan Julio pun merasa tidak tega dan memilih untuk berdiam menunggu Julio sampai bisa bangun. Setidaknya dirinya tidak boleh sekejam Bulan. Julio nampak tidak ingin menyerah begitu saja, lelaki itu menatap Brenda tajam dan tak lama Brenda tidak bisa bergerak. 'Oh, mengikat tubuh ya?' batin Brenda sudah bisa menebak. Brenda merasa semakin sulit benapas, seperti ada yang mengikat tubuhnya sangat erat. Brenda mengerahkan seluruh kekuatan anginnya dan berhasil, dia terbebas, tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini Brenda terbang lalu langsung menyerang Julio dengan kekuatan penuh membuat Julio seketika tidak sadarkan diri. Bahkan lantai tempat Julio berpijak sampai berlubang besar. Dan seluruh murid disana termasuk Resa, Bia, dan Megi tercengang syok bercampur takjub. Tidak terkecuali Bulan yang sejak tadi melihat pertarungan itu dengan tatapan tajam. Sepertinya Bulan berniat menghabisi Brenda setelah ini. "CUKUP!" perintah Pak Juna, Brenda langsung turun menapak lantai. Tampak tim kesehatan datang dan menggotong Julio, Brenda berlari mendekatinya karna merasa bersalah. "Bagaimana keadaanya?" tanya Brenda khawatir. Pak Juna datang lalu memegang pundak Brenda pelan. "Tidak apa-apa Brenda, mereka pasti akan mengobatinya." Hibur Pak Juna membuat Brenda sedikit bernapas lega. "PEMENANGNYA BRENDA CAROLYN!" ucap Pak Juna lantang. Semua murid bertepuk tangan merasa takjub dengan Brenda. "10 menit lagi pertarungan antara Bulan dan Brenda akan dilaksanakan." Jelas Pak Juna sebelum memberikan sesi istirahat. Brenda selanjutnya berjalan menuju tempat duduk sahabatnya, dan lihat semua orang sedang menatapnya takjub sekarang. Cuih! dulu saja mereka mencemoohnya. "GILA KAMU BRENDA GIMANA BISA?!!" pekik Resa heboh tak karuan. "Jelasin, aku butuh penjelasan!!" desak Bia tak sabaran. "Kamu setingkat apa?" tanya Megi menatap Brenda serius, padahal Megi biasanya gak kepoan. Brenda meringis, pasti bakal repot jika harus menjelaskannya sekarang. "Aku akan menjelaskannya setelah pertarungan nanti." Janji Brenda. Bahkan Megi yang biasanya acuh pun tampak sangat penasaran sekarang. HA-HA kan sudah Brenda bilang ini bakal seru. "Gak mau tau pokoknya aku butuh pen-je-la-san." Desak Bia dengan mengguncang tubuh Brenda. Brenda makin bingung, namun saat hendak menimpali beruntungnya suara Pak Juna langsung menginterupsinya. "Brenda Carolyn dan Bulan Asselia silakan maju ke depan!" panggil Pak Juna lantang. "Nanti ya aku jelasin, sekarang aku kesana dulu." Pamit Brenda yang diangguki mereka meskipun setengah hati karena sejujurnya belum puas. Di depan sekarang Brenda berhadapan dengan Bulan, gadis itu tampak menatapnya datar dan tajam. Brenda yakin pasti Bulan akan lebih kejam kepadanya ketimbang Stev tadi. Tapi Brenda tidak takut karena jika Bulan kejam padanya maka ia akan membalasnya berkali-lipat! "Silakan mulai!" perintah Pak Juna dan seperti biasa disusul suara lonceng yang menggema. Seperti dugaanya tadi Bulan langsung menyerangnya dengan agresif, kobaran api yang sangat besar mengarah kepadanya. HAHAHA sudah ketebak, Bung! Brenda membuat pertahanan dengan angin, ia harus menyembunyikan kekuatannya yang lain dulu. Namun tiba-tiba Bulan teleport dan berada di belakangnya lalu menjambak rambutnya sampai tubuh Brenda terpelanting karena belum siap. BUGH! "Aah!!" Pekik Brenda, dan Bulan tersenyum menyeringai menatapnya. Terdengar pekikan histeris dari teman-teman nya. Brenda mencoba bangun namun langsung dihujani kobaran api seperti yang terjadi pada Stev tadi, sekujur badan nya dipenuhi kobaran api namun lebih besar dan panas daripada Stev karna api ini berwarna biru. "AAAAAARGH!!" teriak Brenda merasakan seluruh badan nya terbakar panas. Brenda tidak bisa menahan lagi, dirinya mengeluarkan elemen airnya dan dalam sekejap api itu padam. Dan lihat semua orang langsung menganga syok tak terkecuali Bulan, tapi Brenda tidak peduli lagi sekarang yang ada dalam pikiran nya bahwa dia harus menghabisi Bulan. Mengingat keadaan Stev tadi dan Bulan yang terus menyerangnya membuat amarah Brenda tiba-tiba memuncak. "Bagaimana bisa?" tanya Bulan tercengang syok. Brenda berjalan mendekati Bulan dengan tenang tapi aura mematikan, Bulan terus berusaha menyerangnya lagi namun dengan mudah Brenda membuat pertahanan dari air lalu langsung menghempaskan Bulan dengan kekuatan angin nya. Setelah itu dia ganti menghujam Bulan dengan elemen api nya yang tingkatannya jelas lebih tinggi daripada milik Bulan, sehingga Bulan langsung terperangkap dalam kobaran itu. Brenda menyeringai, lalu membuat perangkap dari elemen tanahnya sehingga Bulan terperangkap dalam kobaran api itu. "AAARGH TOLONG AKU MENYERAH AAAAAA!!!!" teriak Bulan histeris sampai menggelegar ke seluruh ruangan. "CUKUP BRENDA!" teriak Pak Juna tergesa-gesa, namun Brenda tetap tak ingin menghentikannya. Biar tau rasa! Brenda menyeringai miring. Para juri kompak berlari mendekati Brenda. "Hentikan sekarang Brenda!" perintah Bu Sisi tegas. Memang api itu tidak bisa dipadamkan oleh siapapun kecuali dirinya, karena itu adalah api abadi. Semua siswa bahkan sudah berteriak heboh dan histeris. "AAA.... AKU MOHON!!" pinta Bulan sudah mulai kehabisan tenaga. "Bren--" "Iya!" tukas Brenda singkat lalu dalam sekali jentikkan jari api itu hilang dan pagar tanah itu runtuh. Terlihat Bulan dalam keadaan yang sangat mengenaskan, memang tidak ada luka bakar karena api yang Brenda gunakan bukan api biasa. Namun Bulan sudah sangat pucat dengan mata terpejam. Tim medis hendak menggotongnya namun langsung dihentikan oleh Brenda. "Tunggu!" perintah Brenda membuat seluruh atensi berpusat padanya. "Apa kamu tidak lihat keadaan Bulan sekarang?!" geram Bu Sisi yang sepertinya tampak emosi. Brenda menatap tajam Bu Sisi membuat guru wanita angkuh itu langsung mundur selangkah. Cih ... baru diginiin aja langsung ciut! "Itu api abadi." Ujar Brenda singkat. Dan semua orang langsung menutup mulut mereka syok. Brenda berjalan mendekati Bulan lalu mencoba menyentuhnya namun langsung ditepis seseorang. "Mau kamu apakan Adikku?!" bentak Bintang yang entah sejak kapan ada di belakangnya. Brenda menatap lelaki itu datar. "Menyembuhkanya, menurutmu?" sahutnya enteng. Bintang maju mendekati Brenda lalu mendorong kasar bahu nya. "Setelah membuatnya seperti ini, kamu pikir aku akan percaya!" sinis Bintang dengan arogan. Brenda tersenyum miring. "Yaudah jika tidak mau." Lalu melenggang pergi dari sana dengan santai, toh yang rugi bukan dirinya. Pak Juna segera bergegas mendekati Bintang. "Hanya Brenda yang bisa menyembuhkannya." Ucap Pak Juna namun Bintang malah terkekeh. "Aku akan membawanya ke istana, disana pasti Bulan bisa sembuh." Lalu Bintang menggendong Bulan dan dengan teleportasinya menghilang dari tempat itu. Di sisi lain Brenda sedang berjalan santai melewati semua orang yang menatapnya. Rasanya sekarang ia mulai terbiasa menjadi pusat perhatian. 'Apa kamu lihat tadi?!' 'Dia sage sesungguhnya!' 'Gila banget!' 'Aku gak nyangka sumpah!' 'Jadi selama ini dia bohong soal tingkatan nya?!' 'Jadi Bulan selama ini bukan sage?!!' 'Wah parah banget!' Dan lain sebagainya, Brenda menghela napas, menunduk karena merasa risih. "Sekarang mau jelasin?!" todong Bia yang entah sejak kapan mereka ada di depan Brenda, sambil melipat tangan nya bersedekap. "Jadi kamu sage?" tanya Resa antara syok dan tak percaya. "Biasanya aku gak peduli, tapi kali ini aku beneran penasaran." Tambah Megi serius. Dan Brenda makin meringis, sepertinya kali ini dirinya tidak bisa mengelak lagi. Sedangkan di pojok ruangan itu, seseorang sedang menyorot Brenda dengan pandangan tak terbaca. "Kita akan bertemu lagi ... sayang." Lalu orang itu tiba-tiba hilang, entah kemana. *** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD