Pembagian Lawan

854 Words
Brenda sekarang berada di kamar Megi, sekarang Minggu jadi mereka terbebas dari kelas pengendali karena jadwal kelas pelajaran juga masih nanti sore. Megi teelihat sedang membaca novel, di depannya Resa dan Bia malah asik dandan-dandanan, iya kalo hasilnya bagus. Lah ini ...... kayak ondel-ondel yang ada. "HAHAHAHA!!" tawa mereka menggelegar kompak, membuat Brenda jadi kaget. "Heh kamu Bi, bibir aku kok warnanya item sih!" Resa memonyongkan bibirnya tak terima. "Biarin, lah kamu malah warnain mata aku pake lipstik!" sahut Bia melet. "Yee biar makin cantik tau!" "Aku udah cantik diapa-apain mah tetep cantik!" "Yeuu pede!" "Heh! Aku suruh catok rambutku bukan malah di curly!" Dan seterusnya, Brenda geleng kepala menghadapi dua temanya ini yang b****k banget. Untung masih ada Megi yah ... meski cuek setidaknya normal. "Eh Bren, kamu ngapain diem aja?" tanya Bia. Brenda menoleh kearah Bia. "Hm ... aku lagi males tapi udah males, gimana dong?" gurau Brenda malah ikutan gak jelas. "Yee g****k!" teriak Resa dan Bia barengan. Dan merekapun tertawa terbahak-bahak bersama, kecuali Megi yang hanya tersenyum saja. "Eh eh, besok udah mulai pertarungan tahunan nya, kan?" tanya Resa sambil mengelap bibirnya yang berwarna hitam dengan tisu. Mereka mengangguk kecuali Brenda yang memang kurang tahu jadwalnya. "Iya, duuuh siapa ya lawan pertamaku. Semoga aja lawan nya enteng." Bia harap-harap cemas. "Iya, aku juga berharap begitu, kalau awalnya aja udah dapet lawan sulit pasti kita gak lolos babak penyisihan." Sahut Resa ikut berdoa. Brenda hanya diam, tapi sejujurnya dirinya sangat senang, karna benar saja setelah kejadian kemarin sekarang dirinya punya kekuatan yang bahkan tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. "Enak banget nasib kamu Gi, udah yakin lolos babak penyisihan." Ujar Bia menatap Megi yang masih stay baca novel. Megi menggendik tanpa berniat menoleh. "Belum tentu." Jawabnya datar seperti biasa. "Yeee bocah!" gerutu Bia malah sewod, karena jika ia yang punya kekuatan seperti Megi ia pasti udah pamer-pamer. "Eh Bren, kamu udah persiapan belum?" Resa menatap Brenda khawatir. Brenda mendongak, tersenyum simpul. "Hm, ya begitulah." Jawabnya asal. Resa mendelik. "Ya jangan pasrah juga dong Bren, kalau kamu banyak latihan pasti juga bisa, aku yakin!" ujarnya menggebu. "Iya, bener banget!" sahut Bia mengangguk. Dan Brenda hanya tersenyum geli, 'Lucu pasti saat mereka tau kalau aku adalah sage.' Batinnya terkekeh. ::::::::::: Keesokan harinya. "Gimana, siapa lawan kalian?" tanya Resa saat mereka baru saja duduk di kantin, memang sekarang saatnya jam istirahat. "Aku Andi kelas 3E, gila gak tuh dia kan sekelas sorcerer!" ucap Bia dengan tampang lesu nya, sepertinya dia sudah mendapat lawan yang sial. Resa terbahak. "HAHAHA kasian, enak aku dong lawanya Pila kelas 1B, dan dia sekelas wizard." Giliran Resa berujar namun bedanya dia sangat bersemangat. Brenda hanya geleng kepala, somplak banget deh dua teman nya ini. "Kamu Gi, siapa lawanmu?" Resa menatap Megi kepo. "Johan 1C." Jawab Megi singkat tanpa perubahan ekspresi berarti. Brenda nampak familiar dengan nama itu. Oh iya ... dia kan orang yang menerbangkan surat waktu itu. "Kamu Bren, siapa?" Resa lalu menoleh ke arah Brenda. "Lupa namanya, pokoknya kelas 2H." Jawab Brenda memang jujur. "Sekelas apa?" tanya Bia mulai bersemangat lagi. "Wizard." Jawabnya. "Wah kamu pasti bisa Bren kalau latihan keras!" ujar Resa menyemangati. Dan Brenda hanya mengangguk saja. :::::::::: Brenda berkeliling sekolah, niatnya sih mau cari angin. Tapi kalau sekalian ketemu Stev berarti bonus, tunggu ... lah ngapain malah mikirin Stev coba. Huh ... Brenda mendesah, jangan sampai dirinya suka dengan Stev. Tapi siapa yang tahu kan, orang rasa suka bisa datang kapan saja. "Dor!" tiba-tiba ada yang teriak dibelakang Brenda membuatnya melompat kaget. "Iiiih Rian, jangan usil dong!" kesal Brenda melotot hampir jantungan. Adrian malah terbahak membayangkan wajah kaget Brenda tadi, lucu pikirnya. "Hahaha habisnya bengong aja, tiati ayam tetangga mati ntar." Katanya. Brenda mendelik, "satu! Aku gak punya tetangga. Dan dua! Kalaupun punya pasti gak mungkin pelihara ayam!" dumelnya. Adrian lagi-lagi tertawa, receh banget nih anak. Batin Brenda. Padahal waktu awal ketemu wajahnya ngalahin sapi perah, galak. Lah sekarang kayak orang gak jelas, ketawa-ketiwi sendiri. "Udah ah capek ketawa mulu." Ucapnya. "Lagian ngapain coba ketawa dari tadi!" ejeknya mencibir. Adrian mengacak rambut Brenda. "liih Rian kok rese sih, laper yah!" ucap Brenda meniru salah satu iklan yang pernah ditontonnya. Rian mengangguk, "iya nih. Ayo kita makan, aku bawa bekal tadi." Lalu tanpa persetujuan Brenda, Adrian membawa Brenda duduk di bangku dekat situ. "Mana bekalnya?" bingung Brenda. "Tara!!" dan sepersekian detik setelahnya bekalnya pun sudah ada di pangkuannya. 'Oh sihir, kok aku bisa lupa.' "Nih tadi aku dimasakin Mama." Lalu menyodorkan bekalnya pada Brenda. "Mama kamu kirimnya pake teleport barang, ya?" tebak Brenda. Adrian mengacungkan dua jempolnya, "yak betul banget!" katanya dengan tampang watados nya. HA-HA. Brenda pengen karungin aja nih bocah, rasanya gemes banget deh. Eh eh mulai lagi nih otaknya harus disapu deh kayaknya, daritadi mikirin cowok melulu. "Eh kamu dapat lawan siapa, Yan?" tanya Brenda kepo. "Desi kelas 3A, katanya sih setingkat necromancer." Ujarnya enteng banget. Padahal jika Brenda yang dulu mendapat lawan tadi pasti langsung syok. Ingat ya!! Yang dulu karna jika Brenda yang sekarang, bahkan 100 necromancer pun belum tentu bisa mengalahkanya. "Oh." Balas Brenda mengangguk. Dan tidak ada lagi yang memulai perbincangan setelahnya. **** TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD