3. Pernyataan Cinta Reyhan

1852 Words
Cuaca malam itu sangat dingin. Keheningan menelusup relung jiwanya. Malam ini sedikit mendung, Reyhan tak bisa melihat pantulan rembulan dan gemerlap bintang di langit dari jernihnya air kolam. Dia duduk di tepi kolam kecil, dengan hiasan rerumputan hijau di sekelilingnya. Riak air yang tercipta dari gerak kakinya membuat bayangannya kabur. Kini, dia hanya melihat pantulan wajahnya di air yang mulai tenang. 'Sampai kapan aku harus nyimpan perasaan ini? Apa aku nggak bisa berjuang sedikit? Ya, harusnya aku berusaha!' Reyhan membatin. Reyhan bangkit dari duduknya. Dia mendekati Pohon Zelkova yang berdiri kokoh tak jauh dari kolam. Daunnya yang rimbun menandakan betapa lamanya dia berdiri di bawah langit, bernapaskan angin dan berpijak pada tanah yang dia cengkeram. Sama seperti Pohon Zelkova ini, dia merasa itulah yang dia lakukan. Bagai Pohon Zelkova, dia hanya mampu berdiri dan menunggu, setia pada matahari atau bulan yang berganti. Hidup tanpa keinginan, meskipun dia tetap dibutuhkan. Reyhan tersenyum, tangannya menyentuh sisi pohon besar itu. "Aku akan gantungkan harapanku ke kamu," kata Reyhan. Di dalam kertas harapan, Reyhan juga ingin menuliskan keinginannya. Diraihnya notes dari saku. Sebuah kalimat dia tuliskan di secarik kertas yang dia sobek. Aku cinta sama kamu, Barbie. Suatu saat, lihatlah aku sebagai seorang pria, bukan alien kesayanganmu. Setelah itu, Reyhan sedikit berjinjit untuk meraih ranting yang mudah dia capai. Diikatnya kertas itu di ranting, lalu tersenyum tipis. 'Aku harus apa? Apa aku harus ngelepasin barbie-ku?'  Melepaskan Windy sama saja menghilangkan separuh napasnya. Jika Windy ditanya seperti itu pun, dia takkan bisa melepas Reyhan demi Chandra. Sesaat, Reyhan mulai kacau dengan hatinya sejak pembicaraannya dengan Karina, sore tadi. "Reyhan." Windy menepuk pundaknya. Reyhan tak bersemangat untuk meladeni ucapan Windy. Karena yang dia tahu, suara lembut sahabatnya ini mampu memetik senar hatinya hingga memperdengarkan irama cinta yang tak bisa dia bendung. Windy berdiri di hadapan Reyhan, pemuda itu belum mau mengeluarkan sepatah kata pun. "Kamu baik-baik aja?" tanya Windy sambil menyentuh kedua sisi pipi Reyhan. Reyhan tampak kesal dengan perlakuan manis Windy padanya, hanya akan semakin menumbuhkan harapan dalam batinnya. Bagi Windy, tak ada sedikit pun niat untuk melakukan itu dengan maksud lain selain untuk sahabat. "Jangan seperti ini, Barbie," ucap Reyhan sambil menurunkan tangan Windy dari kedua pipinya. Windy tersenyum manis menatap binar mata sahabatnya yang sedang gundah gulana itu. "Kamu kenapa? Ga apa-apa, 'kan? Chandra udah tidur." Reyhan menarik napas panjang, matanya tampak berkaca-kaca mendengar ucapan Windy padanya. "Kamu bersikap gini kalau nggak ada Chandra. Tapi di depan Chandra, kamu bahkan sama sekali nggak menganggapku. Apa aku ini nggak ada artinya apa pun? Bisa kamu pakai dan kamu buang seenaknya?" Suara Reyhan terdengar meninggi, membuat Windy sedikit takut. Bagi Windy, ini pertama kalinya Reyhan bersikap tegas padanya. "Kamu ini kenapa, sih?" "Aku kehilangan Barbie-ku yang dulu. Aku tau aku cuma sahabat kamu, tapi aku cukup spesial, 'kan? Apa aku harus terus dikorbankan cuma untuk hubungan baikmu dengan Chandra? Apa dia bisa sedikit menahan rasa cemburunya? Harusnya kamu bisa memilah hubungan di antara kita. Aku tau aku cuma sahabat, tapi-" Ucapan Reyhan sangat serius, Windy sampai tak mengerti apa maksud yang terselip di sana. Dia melihat jelas kepedihan yang terpancar di binar mata Reyhan. "Aku nggak mau kehilangan Chandra. Aku takut dia cemburu dengan kedekatan kita, Rey." "Kalau gitu, lepaskan aku." Windy terkejut. Perlahan, Reyhan melepaskan tangannya dari genggaman Windy, membuat binar Windy berkaca-kaca. Jika saja saat ini Reyhan bercanda, mungkin dia takkan sesedih ini. Tatapan Reyhan terlalu serius hanya untuk mengejutkannya dengan candaan. "Kenapa, sih? Selama ini kita baik-baik aja, 'kan?" "Kenapa kamu ngeliat aku cuma dari satu sisi? Kapan terakhir kali kamu ngertiin hatiku, Barbie?" "Kamu bicara apa sebenarnya? Kenapa berbelit-belit? Tolong katakan!" Windy mulai kesal. "Aku nggak akan bicara apa pun! Karena itu, tolong lepaskan hubungan kita." Keputusan Reyhan begitu mendadak, tanpa alasan yang jelas. Windy tentu saja kebingungan. Bagaimana bisa Reyhan begitu saja memutuskan hubungan baik yang sudah berakar di hati mereka? Reyhan berbalik hendak meninggalkan Windy. Windy segera mengejar hingga bisa bersandar di punggungnya. "Aku mungkin bisa dapatin satu atau dua Chandra. Tapi sampai kapan pun, cuma ada satu Reyhan dalam hidupku. Jangan seperti ini. Aku tau aku salah, aku mau kita bicara baik-baik. Aku akan kasih pengertian ke Chandra supaya dia lebih ngerti dan nggak sinis terus ke kamu. Ya?!" "Ini bukan tentang Chandra, ini tentangku. Ini masalahku, Windy." "Kalau gitu, katakan. Aku mau kamu balik jadi alien kesayanganku." Reyhan melepaskan pelukan Windy, menatap mata wanita itu. Dia tahu Windy sangat menyayanginya. Namun, berada di sisi Windy hanya akan membuatnya terluka dengan perasaan cinta yang selalu dipendamnya. Biar bagaimana pun, dia memiliki sisi egois dan hanya menginginkan Windy menjadi miliknya. "Aku jatuh cinta, Barbie." Windy tertegun, pernyataan yang sangat mengejutkan batinnya. "Kamu jatuh cinta? Karena itu kamu mau ninggalin aku?" "Barbie ...." "Aku nggak bisa kehilangan kalian. Aku cinta sama Chandra, tapi kamu itu separuh hidupku, Rey. Gimana aku bisa hidup tanpa kamu? Aku butuh kamu!" "Aku cuma akan terluka kalau terus di sisimu. Apa itu yang kamu inginkan?" Air mata mulai mengalir di pipi Windy. Sepertinya Reyhan benar-benar menginginkan perpisahan mereka. "Apa kamu cinta sama Karina, Rey?" Reyhan terkejut mendengar Windy menyebut nama Karina. Sebuah luka yang tergores di mata Windy, mungkinkah karena Windy tak bisa menerima Reyhan jatuh cinta pada wanita lain? "Aku akan bilang ke Karina supaya dia nggak merebut Reyhan-ku, supaya dia mau ngizinin aku tetap bareng kamu. Maaf, tapi aku nggak mau Karina lebih dekat sama kamu melebihi aku." Windy menghapus air matanya. Selama ini, Reyhan-lah yang selalu menghapusnya jika dia menangis. Kali ini, Reyhan tak peduli sekalipun air mata Windy begitu mengalir deras. Windy sedih karena keputusan sepihak dari Reyhan untuk mengakhiri hubungan mereka. "Karina? Apa kamu pernah lihat aku nyium dia?" tanya Reyhan tanpa sedikit pun pandangannya bergeser dari binar indah berair Windy. Windy tertegun. Tatapan lembut Reyhan membuat Windy takut. Jika memang Reyhan jatuh cinta pada Karina, kenapa dia selalu melihat Reyhan jutek pada Karina di depan matanya? Itulah pemikirannya. Atau mungkin saja, selama ini Reyhan menjaga perasaan Windy dengan menyembunyikan hatinya terhadap Karina dari pandangan sahabatnya itu. "Kamu pernah bilang akan ngasih first kiss kamu untuk cewek yang kamu cintai, apa itu Karina? Apa kamu udah mutusin untuk pisah dariku demi Karina? Apa aku sekarang nggak ada artinya sampai-sampai kamu ngerahasiain hatimu dariku? Kalau memang cewek itu Karina, aku akan terima. Aku akan berusaha berbagi Reyhan-ku ke dia." Reyhan melihat Windy menangis sesunggukan di hadapannya. Pemuda itu yakin terselip rasa cinta di hati Windy tanpa disadari. "Maaf, harusnya aku bahagia untuk sahabatku. Harusnya aku terus support kamu, Rey. Aku nggak tau kenapa aku jadi cengeng gini. Aku-" Entah mendapatkan keberanian dari mana, Reyhan mengungkapkan rasa cintanya. Bukan melalui ucapan, melainkan dengan sentuhan. Mata Windy membola saat tiba-tiba, Reyhan mengecupnya dengan lembut. Sentuhan kedua tangan Reyhan di pipinya seolah menambahkan kadar degupan jantung yang maha dahsyat menemani suasana yang begitu hening. Malam membiarkan detik-detik berlalu ketika Windy justru menerima perlakuan manis Reyhan. Kelak jika mereka tersadar atas tindakan yang mereka alami saat ini, tentu saja akan ada hati yang terluka. Akan tetapi, justru menimbulkan tatapan berbeda yang terpancar dari binar mata mereka. Secara perlahan, memori kenangan yang mereka lalui terputar jelas di pikiran mereka kala kedua mata terpejam. Mereka menikmati degupan jantung yang dirasakan keduanya. Reyhan mencoba menjawab pertanyaan akan hatinya pada Windy. Ciuman pertamaku? Tentu aja akan jadi milik cewek yang kucintai. Lihat aja! Ucapan Reyhan waktu itu tengiang kembali di telinga Windy. Mungkinkah jawaban hati Reyhan adalah dirinya? "Windy!" Dari kejauhan, ternyata Chandra tak sengaja melintas. Belum lagi Windy mengatur detak jantungnya yang kini tak beraturan setelah tadi Reyhan menciumnya, kejadian ini justru tak terelakkan dari Chandra. Chandra memburu Reyhan dengan gelap mata. Reyhan yang sadar dialah yang bersalah, tak ingin menghadapi kemarahan Chandra. Perkelahian sepihak tak terelakkan. "Chandra! Hentikan!" Windy berteriak melerai, tetapi Chandra sudah sangat marah dengan kelakuan mereka. Disakiti secara langsung, tentu tak bisa diterima begitu saja. "Harusnya dari awal aku curiga sama kalian! Keterlaluan!" umpat Chandra. Windy cuma bisa menangis. Dia tak bisa berbuat apa pun. Kejadian tadi begitu mendadak. Sikap Reyhan padanya sangat mengejutkan. Chandra terhenti karena lelah menghajar Reyhan. Saat ini, dia sedang menghadapi air mata ketakutan di binar Windy. "Aku pikir aku spesial buat kamu, Barbie. Aku kecewa sama kamu!" kesal Chandra. "Ga, kamu salah paham, Chan." "Salah paham? Salah di mananya, hah? Apa yang tadi itu kurang cukup untuk buktikan kalau kalian selingkuh di belakangku? Iya!" "Chandra ...." "Kita putus, Windy!" Windy tak bisa berbuat apa-apa. Dia membiarkan Chandra pergi dari hadapannya, mencoba lari dari hidupnya. Hatinya hancur. Dia menoleh pada Reyhan yang saat ini juga menatap dengan perasaan bersalah. "Windy ...." Plak! Satu tamparan keras akhirnya diterima Reyhan akibat perbuatannya. Kekhilafannya jutsru menimbulkan efek yang besar dalam hidup Windy. "Tolong maafin aku," sesal Reyhan. "Aku pikir kita ini sahabat. Harusnya seorang sahabat nggak mungkin setega ini nyakitin sahabatnya sendiri, 'kan? Kamu jahat, Rey," lirih Windy setengah terisak. "Maaf-" "Gue nggak mau bicara lagi sama lo! Jangan bicara sepatah kata pun ke gue sampai lo merasa hampir mati. Ini hukuman atas apa yang lo lakuin ini!" Windy pergi meninggalkan kekakuan Reyhan. Keegoisan Reyhan akan hatinya membuat hubungan baik mereka berantakan. Reyhan tertawa lirih, membiarkan dirinya larut bersama hujan yang perlahan mengucur deras. Tak peduli dengan seluruh lebam dan rasa sakit fisik yang baru saja dia terima dari Chandra, luka yang baru saja digoreskan oleh Windy, jauh terasa lebih sakit di hatinya. "Aaarghhhh!!!" Teriakan kesal Reyhan menggema di udara. Hampir satu jam Reyhan enggan beranjak dari duduknya. Dia tak berani masuk hanya untuk menatap kebencian di mata Windy. Belum lagi pernyataan cintanya pada sahabatnya itu. Hubungan retak Chandra dan Windy juga karena dirinya. "Reyhan!" Dari kejauhan, Ares dan Fandy sangat kebingungan melihat Reyhan tak beranjak meskipun hujan. Reyhan merasa berdosa pada Windy, merasa bersalah pada Chandra. Windy sangat mencintai Chandra. 'Maaf. Jangan hukum aku begini, Win,' batin Reyhan. Fandy dan Ares berlari mendekati Reyhan. Keduanya terkejut melihat wajah Reyhan sudah penuh lebam. Reyhan membiarkan dirinya basah dengan bibir yang membiru. "Lo kenapa?! Apa yang terjadi?!" Ares meninggikan suaranya agar terdengar di tengah hujan yang deras. Reyhan menatap Ares yang selama ini tahu keadaan hatinya. "Gue egois, Res. Gue udah nyakitin dia." Keduanya tak memahami sepenuhnya. Hingga akhirnya pertanyaan mereka memudar saat melihat Reyhan sudah tak sadarkan diri. "Reyhan!" Cemas, Fandy membawa Reyhan di punggungnya, mereka masuk ke villa diikuti tatapan cemas Karina. Benarkah ini hukuman dari Windy untuknya? Ketika melihat wajah sendu Reyhan yang tak sadarkan diri, tanpa sadar air mata Windy mengalir. Dia berusaha tutup telinga akan suara kecemasan Karina, Ares, dan Fandy yang saling tindih. Rasa sakit akan kekecewaan tadi belum selesai, dan keadaan Reyhan saat ini justru menghancurkan Windy. "Reyhan ...," cemas Karina. "Ares! Hubungi dokter!" perintah Fandy. Windy tak bisa berbuat apa pun. Dia ingin menyelamatkan Reyhan, tetapi tatapan tajam Chandra seolah menyurutkan kasih sayang yang ingin dia sampaikan pada Reyhan. Reyhan juga lebih memilih tertidur di balik selimut tebal. Bukan karena rasa sakit yang dialami fisiknya, tetapi dia sadar karena telah melakukan hal bodoh yang menyakiti hati sahabat yang selama ini selalu dilindunginya. Karina-lah yang saat ini menggantikan posisi Windy untuk mencemaskan kondisi Reyhan. Windy sangat dilema. Dia lebih memilih pergi dari kamar Reyhan, diikuti tatapan tajam Chandra. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD