"Sayang, bisa minta tolong ambilkan air di bawah." kata Aldo kepada kekasihnya yang baru saja sampai di kamar setelah melakukan kencan berdua di luar.
Seina yang memang juga haus menganggukkan kepalanya.
"Tunggu sebentar ya." Ucap Seina lalu keluar dari sana.
Seina melototkan matanya, ketika melewati salah satu kamar yang dia tau jika itu adalah kamar paman kekasihnya, dia mendengar suara desahan yang sangat jelas dari salah satu kamar di sana
"Aah lebih cepat, Sayang." lenguh seorang wanita di bawah kungkungan suaminya.
Tristan mengeraskan rahangnya lalu membalikkan tubuh istrinya dan melakukannya lagi dengan cepat.
"Kau selalu nikmat, Sayang." racau Tristan yang masih bermain panas dan menghujam istrinya dengan sangat cepat dan keras.
Seina menelan ludahnya dengan susah ketika ternyata kamar Tristan dan istrinya tidak tertutup rapat, dan dia bisa melihat tubuh kekar Tristan yang berada di belakang istrinya dan bergerak cepat.
Tristan tidak sengaja melihat ke arah pintu dan sedikit terkejut karena ada seseorang di sana dan bahkan sedang melihatnya bergumul dengan istrinya.
Seina dengan cepat langsung pergi dari sana dan pergi ke dapur dengan cepat untuk mengambil minuman untuknya dan kekasihnya, dia tidak menyangka jika akan mendengar suara-suara laknat itu dan bahkan melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, dia bahkan ketahuan saat melihat mereka.
"Astaga, apa tadi paman Tristan melihatku?" Gumam Seina, dia merutuki kebodohannya karena tadi sempat melihat sedikit lebih lama adegan panas mereka.
Sungguh sangat malu jika paman kekasihnya ini melihatnya sedang mengintip dirinya.
"Sayang, kenapa lama?" Tanya Aldo yang menghampiri kekasihnya, namun Seina malah terkejut.
"Maaf, Sayang." kata Seina yang buru-buru mengisi air di gelasnya dan diberikan kepada kekasihnya.
Dia langsung meminumnya sampai tandas karena memang dia sangat haus.
"Ayo ke kamar lagi, aku ingin istirahat." ajak Aldo yang di angguki oleh Seina.
Seina memang sering pergi ke mansion kekasihnya, ah tidak, lebih tepatnya ini adalah mansion paman kekasihnya, paman yang bahkan seusia dengannya hanya berbeda satu tahun saja dengan Aldo
Aldo terus saja berjalan menuju kamarnya dan melewati kamar pamannya dengan santai. pdahal Seina masih mendengar suara desahan dari kamar
Namun saat sudah berada di dalam kamar, Aldo langsung mendorong Seina dan mencium bibirnya dengan sangat liar. Seina terkejut namun lalu membalasnya meskipun awalnya sedikit kualahan.
Seina mendorong kekasihnya dan menggelengkan kepalanya saat Aldo ingin membuka celananya.
"Aku sangat menginginkanmu, Sayang." Ucap Aldo menatap wajah Seina dengan tatapan sayu namun Seina tetap menolaknya.
"Aku sudah mengatakan berkali-kali padamu, jika aku tidak ingin melakukannya sebelum kau menikahiku." Kata Seina yang membuat Aldo menghela nafas kasarnya, dia akhirnya menghentikan aktifitasnya karena kesal dengan Seina.
Seina sendiri langsung menutup bajunya yang tadi sempat di buka oleh Aldo.
"Aku sudah sering bilang, nikahi aku, maka kau akan mendapatku seutuhnya, tapi kau selalu menundanya." kata Seina mengingatkan
"Aku pasti akan menikahimu, tapi aku baru saja di angkat menjadi direktur, aku tidak mungkin menikah dalam waktu dekat ini." Tolak Aldo dan menjelaskan alasannya.
"Kenapa tidak bisa? Kau hanya perlu mengatakan kepada paman Tristan." kata Seina.
"Sayang, bukan segampang itu, sudahlah tidak perlu di bahas." kata Aldo yang memilih untuk tidak membahasnya. Seina sendiri juga tidak membahasnya karena takut akan membuat kekasihnya marah.
"Apa pamanmu selalu tidak menutup pintunya ketika berhubungan? Bukankah jika seperti itu kau jadi bisa melihat milik bibimu? Meskipun status kalian keponakan dan tante. Tapi kau dan tantemu seumuran." kata Seina yang yakin jika kekasihnya tadi juga mendengar suara laknat yang ada di kamar pamannya.
"Aku sudah terbiasa, lagi pula tidak sering mereka begitu, mungkin karena mereka tadi lupa." kata Aldo dengan santai.
"Kau tidak tergoda kan?" Tanya Seina dengan hati-hati.
"Apa yang kau bicarakan, Seina." ucap Aldo yang tidak menyukai perkataan kekasihnya.
"Maaf." kata Seina yang pada akhirnya mengalah karena melihat wajah kekasihnya sepertinya marah.
"Sudahlah jangan dibahas".
"Pamanmu tidak pernah menegurmu karena kau sering membawaku ke mansionnya? Bahkan aku masuk ke dalam kamarmu." tanyanya lagi
"Tidak, asal tidak mengusiknya." jawab Aldo yang dimengerti oleh Seina
"Sayang, aku lapar. Apa boleh aku memasak sesuatu di bawah?" Tanya Seina karena tau jika pelayan di mansion ini tidak akan ada jika malam hari. Para pelayan tinggal di paviliun belakang mansion.
"Boleh, lakukan apa yang ingin kau lakukan Sayang. Aku ingin tidur saja." kata Aldo
Seina tersenyum dan mencium sekilas bibir kekasihnya dan langsung turun ke bawah.
Dia sudah tidak mendengar suara-suara lagi di kamar paman kekasihnya ini yang sepertinya mereka sudah selesai dengan kegiatan panas mereka.
Dia mengeluarkan bahan bahan yang ingin dia masak, dia menutup kulkas dan terkejut melihat Tristan yang berdiri di samping kulkas.
"P-paman!" Pekik Seina terkejut.
"Sedang apa?" Tanya Tristan.
Seina menelan salivanya dengan susah melihat wajah Trsitan benar.benar tampan, tubuhnya kekar dan berotot, apalagi kini rambutnya yang basah menambah ketampanannya dan membuat para wanita sudah pasti mengiler melihatnya.
"A-aku... aku sedang memasak spagety Paman, maaf aku meminjam dapurmu, aku sangat lapar." kata Seina.
"Apa Aldo tidak memberimu makan? Kenapa sampai kelaparan seperti ini." kata Tristan lalu mengambil minuman dingin.
Seiina menetralkan jantungnya, biasanya saat bertemu dengan paman kekasihnya ini Seina biasa saja, entah ketika dia tadi melihat kegiatan panas Tristan dan istrinya, jantungnya rasanya berdetak dengan cepat, dan merasa sedikit canggung.
"Tadi kami sudah makan, tapi tiba-tiba aku ingin makan lagi" kata Seina yang berusaha menetralkan jantungnya.
Tristan nampak manggut-manggut, "Jika kau tidak keberatan, bisakah kau memasak untukku juga, melihatmu ingin makan, rasanya aku juga ingin makan, karena tenagaku tadi terkuras habis." kata Tristan yang membuat Seina tiba-tiba terbatuk, sedangkan Tristan tersenyum miring.
"Y-ya.. tentu saja." kata Seina yang akhirnya mengontrol dirinya kembali, dia sangat tau apa yang di maksut Tristan dengan mengatakan tenaganya terkuras habis.
Tristan duduk dengan santai sambil melihat ke arah Seina yang dengan lihay memasak spagety.
Tak butuh waktu lama, makanan mereka sudah siap karena memasak spagety tidak memerlukan waktu yang lama untuk memasaknya.
"Apa tante Berline sudah tidur?" Tanya Seina.
"Sudah, dia kelelahan jadi dia tertidur dengan cepat" kata Tristan yang membuat Seina hampir tersedak lagi.
"Apa Aldo juga tidur?" Tanya Tristan sambil memakan makanannya.
"Saat aku tinggal tadi belum tidur, tapi tadi katanya dia ingin tidur, mungkin sekarang dia sudah tertidur." kata Seina.
Mereka tidak berbicara lagi, dan asik dengan makanan mereka sampai habis.
Seina membawa piring kotornya dan Tristan untuk dia cuci.
"Biarkan saja, biar besok pelayan yang membersihkannya." kata Tristan yang mencegah Seina membersihkan bekas piring kotor dan memasaknya tadi. Karena besok pagi akan ada pelayan yang membersihkannya.
"Tidak apa paman, hanya sedikit, aku bisa sendiri." kata Seina yang akhirnya Tristan membiarkannya, dia lebih dulu minum dan cuci tangan di wastafel, Seina tersentak saat tubuh mereka sangat dekat.
"Terima kasih, masakanmu sangat enak." ucap Tristan tepat di sampingnya yang membuat Seina menahan nafasnya.
Sedangkan Tristan memutuskan untuk kembali ke kamarnya.
"Astaga.. ada apa dengan jantungku? Apa jantungku bermasalah?" Gumam Seina.
Dia segera mengenyahkan pikiran anehnya terhadap paman kekasihnya,