Part 03: Lucas

1372 Words
"Cih lelaki itu memang sangat kurang ajar, bisa-bisanya dia sengaja morotin aku!" Rahel menggebrak meja dengan kesal, gimana gak kesal kalau ia akan kehilangan uang lima milyar secara cuma-cuma. "Ck! Tapi ini juga salahku sendiri, astaga Rahel kenapa kamu jadi seperti orang m***m sih, bisa-bisanya kamu memerkosa lelaki. Bodoh!" umpatnya pada diri sendiri, ia memang sudah lama tidak mendapatkan belaian lelaki tapi masa sampai segitunya ia jadi berubah gatal begini, ini benar-benar akan merusak citranya jika berita ini sampai tersebar. "Aku gak ada pilihan lain." Rahel menghela napas, mengambil handphonenya dan mengetikkan nomor rekening yang baru dikirim sebuah pesan, lelaki tadi memaksa meminta nomor handphonenya sebagai jaminan jadi mau tidak mau ia jadi memberikannya. +62 8543 4947 **** : hay cantik ini aku :) Rahel spontan memutar bola mata malas, alay sekali lelaki ini seperti remaja saja. +62 8543 4947 **** : ini ya nomor rekeningku, jangan lupa 5 milyarnya hehe (send account number). Anda: Y Rahel kemudian langsung mematikan handphonenya setelah mengirim sejumlah besar uang pada nomor rekening itu, sekalipun uang yang dimilikinya sangat banyak tapi 5 milyar itu bukan nominal yang bisa ia abaikan. Rahel menendang kaki meja sebal. Tau gitu ia menyewa lelaki bayaran saja untuk memuaskannya, pasti bayarannya tidak akan sebesar ini. Lelaki itu memang licik, tapi ngomong-ngomong siapa namanya? *** Lelaki bertubuh jangkung yang memiliki hobi basket, menyukai musik klasik yang menenangkan namun stylenya sangat nyentrik khas anak rapper, itulah Lucas Devargio, lelaki unik yang jarang ditemui. "Wah!" Lucas membekap mulutnya antara syok dan tak percaya melihat nominal digit di M-bankingnya, gila ia berulang-ulang menghitung jumlah nolnya saking takjubnya. "Hoki banget gue kikiki," kikiknya memukul-mukul bangku mejanya tidak bisa mengendalikan ekspresinya, bahkan dalam mimpipun ia tidak pernah membayangkan akan mendapat jackpot sebesar ini. "Gue kok merinding lihat lo makin kesini makin mirip orang gila Cas," celetuk temannya namun Lucas hanya melirik tak peduli, yang ia pikirkan hanya uangnya saja. "Beneran sinting lo?" tanya temannya itu karena Lucas justru terkikik-kikik sendiri. "Orang sinting ini bakal traktir lo, hari ini lo bebas mau beli apapun, gue bayarin!" tukasnya menepuk d**a dengan bangganya, sontak saja Arif temannya itu langsung terperanjat bahkan hampir terjengkang dari kursi saking syoknya. "SUMPAH?!" pekiknya meloncat ke dekat Lucas. Lucas menyengir penuh percaya diri, "iya bahkan kalo mau lo bisa beli motor yang lo pengenin dari dulu itu." Godanya memainkan alis, tentu saja Arif bukan lagi senang tapi sampai nangis sujud-sujud. "Mulai sekarang hamba akan menjadi pengikut setia engkau raja." Ujarnya penuh drama seperti biasa, Lucas sontak mendongak sambil tertawa bulat-bulat. "Yaudah cus!" ajaknya sudah menyampirkan tasnya ke bahu. "Loh bentar lagi kan kelas." Lucas menarik tangan temannya itu tanpa banyak pikir, "alah bolos aja, lagian kita masih punya jatah Absen." Ujarnya santai, ngomong-ngomong mereka memang masih berkuliah. "Tapi tepati loh janji lo tadi!" todongnya tak mau rugi. Lucas mengibaskan tangannya asal, "gampang." "Ngomong-ngomong lo kok tiba-tiba banyak duit gini, habis dapet Tante-tante girang ya lo!" tuduh temannya itu lalu setelahnya tertawa renyah dengan guyon. Lucas mengernyit, tak lama tersenyum miring. Tante girang? "Hm, tapi wanita itu terlalu cantik untuk disebut Tante girang." Gumamnya menyeringai hanya dibalas kernyitan bingung temannya. *** Tok tok tok! "Masuk!" lantang Rahel masih berkecimpung dengan berkas di mejanya. Tak. Rahel mengerjap melihat nampan berisi kopi dan roti yang ditaruh di depannya, secara spontan kepalanya mendongak tinggi melihat pelakunya dan seketika ia tersenyum kecil. "Aku tidak lapar." Lelaki berjas rapi dengan potongan rambut undercut itu justru makin mendekatkan nampan kearah Rahel, "sesibuk apapun tetap harus makan, ini sudah jam makan siang." Rahel menghela napas, "pekerjaanku masih banyak, Thur." "Kalau begitu biar aku suapi," lalu lelaki itu mulai mengambil roti di atas nampan tapi langsung ditahan Rahel. "Iya deh iya aku makan!" dengan sangat terpaksa Rahel menurut, lelaki ini memang sangat lihai memaksanya. Arthur Hendi adalah salah satu manajer yang bekerja di perusahaan ini sama seperti Rahel, sudah pernah dijelaskan jika Rahel seorang investor sukses namun ia juga memiliki pekerjaan lain sebagai manajer, bisa dibilang ini merupakan batu loncatan karena suatu saat nanti Rahel berniat membuat perusahaannya sendiri. "Padahal kita sama-sama manajer tapi kenapa rasanya hanya kamu yang selalu sibuk ya Hel." "Ya itu karena aku rajin." Arthur mendelik, "jadi aku gak rajin?" Rahel justru terkekeh geli, "jangan berdiri terus, duduk dulu." Persilahnya merasa sungkan juga, Arthur sangat sering memberinya makan gratis membuatnya kadang sungkan juga, padahal ia selalu menolak tapi lelaki ini tidak pernah mau dengar. "Aku jadi ngerasa sungkan selalu dibeliin makanan sama kamu." Jujurnya tersenyum samar. Arthur tersentak, sebuah senyum sabit terbit di bibirnya. "Kalau kamu sungkan gantian traktir aku." Rahel menegak, "kamu mau ditraktir dimana? Bilang aja." "Serius gak nyesel traktir aku? Aku bakal pesen makanan mahal loh." Tantangnya justru dibalas tawa pongah Rahel. "Uangku banyak, santai saja." Tawa Arthur tersembur seketika, tentu saja siapa di kantor ini yang tidak tau kalau uang wanita ini banyak, bahkan semut lewatpun juga pasti tau. "Yaudah nanti pulang aku jemput, awas kalau kamu kabur." Rahel tersenyum geli, "tenang saja aku tidak mungkin kabur." Arthur membalas dengan senyuman lembut, kemudian pamit pergi karena jam makan siang sudah mau habis. Lelaki bertubuh gagah itu sudah membalik badan, namun senyuman di bibirnya masih terpatri apik. *** "Eh serius mau makan disini?" "Kenapa? Apakah Nyonya kaya raya ini tidak bisa makan di pinggir jalan begini?" Arthur melepas jasnya saat mulai duduk lesehan di karpet berbahan plastik itu. Rahel terdiam sejenak, tak lama sebuah senyuman samar terbit di bibirnya. "Tentu saja bisa." Jawabnya pede, bahkan dulu ia sering makan di tempat seperti ini bersama mantan suaminya ketika masih pacaran... Ah sial, ia tidak ingin mengingat-ingat masa lalunya itulah kenapa ia menghindari tempat-tempat yang akan membuatnya de javu. "Makanan disini enak, dijamin kamu pasti akan nambah dua kali." Bisik Arthur lalu mengambil satu karet gelang yang kebetulan ada di atas meja, "biar aku kuncirin supaya rambut kamu gak kotor." Lalu dengan lembut lelaki dengan aroma maskulin yang kuat itu mulai menguncir rambutnya, Rahel cukup tak menduga akan diperlakukan seperti ini sehingga hanya diam saja. Selanjutnya mereka makan dengan khitmat, tidak ada percakapan apapun selama mereka menyantap makanan, sejujurnya itu juga karena Rahel menjadi sedikit canggung akibat perlakuan Arthur tadi. "Uhuk-uhuk!" "Astaga hati-hati." Arthur dengan panik mengambilkan air dan menyodorkannya pada Rahel. Rahel langsung menenggak dengan rakus, astaga memang tidak seharusnya ia melamun ketika sedang makan, sekarang Rahel merasa sangat malu. Arthur memijit tengkuk Rahel lembut, "gimana? Udah enakan?" tanyanya dengan nada cemas yang tidak dapat ditutupi, Rahel hanya membalas dengan anggukan dan senyuman kikuk. "Makannya pelan-pelan aja aku gak akan minta juga kok." Celetuk Arthur berniat memecah suasana sambil tertawa geli. Rahelpun jadi mulai terkekeh ringan, "daritadi kamu liatin aku terus makanya aku jadi grogi." Cebiknya. "Oh iya kah?" Arthur mengerjap, tak lama menyondongkan wajahnya kearah Rahel, "yah mau gimana lagi soalnya di depanku ada wanita yang sangat cantik sih." Imbuhnya membuat Rahel tidak dapat menutupi raut kagetnya. "Ih apaan sih sejak kapan kamu jadi tukang gombal begini!" deliknya mencoba menutupi salah tingkah, wanita mana yang tidak akan salting jika tiba-tiba digoda seperti ini, apalagi Arthur itu tipe lelaki yang kalem dan tidak neko-neko jadi hal seperti ini cukup mengejutkan untuknya. Yah meskipun Rahel tau kalau Arthur hanya bercanda saja. Sedangkan Arthur di posisinya hanya bisa tersenyum kecut, sekalipun ia jujur tentang perasaannya pada Rahel pasti Rahel juga tidak akan percaya, karena ia sadar jika cintanya memang bertepuk sebelah tangan. Tapi selama ia masih bisa dekat dengan Rahel ia sama sekali tidak keberatan. "Wah gilaseh jam tangannya beneran lo beli? Mehong cok!" "Hahaha iyalah, gimana keren gak gue?" "Keren banget woy, eh tapi ngomong-ngomong ngapain kita makan di pinggir jalan gini? Duit lo habis ya!" "Enak aja, gue emang lagi pengen makan disini aja, beuh disini enak banget dijamin lo pasti nagih." "Wah serius? Lo traktir kan?" "Tenang aja pasti dong." Suara dua pemuda yang sangat berisik itu seketika memekakkan telinga para pengunjung, belum lagi bahasanya yang lumayan frontal membuat beberapa orang kurang nyaman. "Pak kayak biasa ya dua!" teriak salah satu pemuda dengan tanpa sopan santun sedikitpun. Rahel jelas menggeram kesal, merasa begitu terganggu. Namun entah kenapa rasanya ia seperti tak asing dengan suara lelaki itu, dengan sedikit cemas Rahel memutar kepala menatap arah suara. Dan detik itu juga rasanya seperti ada petir yang menyambar dirinya. Lelaki itu ... adalah lelaki yang sama dengan yang tidur dengannya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD