Hal-Hal Aneh yang Terjadi

1069 Words
"Kakak tidak tahu saja. Apa yang terjadi padaku sebelumnya." *** Keesokan harinya, di kampus, hampir semua mahasiswa yang kemarin ikut ke ST Tower membicarakan soal ledakan yang terjadi. Ketika Aul dan Joni masuk, semuanya tiba-tiba saja terdiam. "Kenapa?" tanya Joni mencoba menepis tatapan hampir semua orang yang berada di dalam kelas. Mereka langsung melakukan aktivitas semula, sambil terus berbisik-bisi. "Sudah kubilang, ini pasti terjadi," ucap Aul. Joni tertawa. "Tidak masalah. Aku tidak peduli. Kau juga jangan peduli." "Mungkin mereka pikir kita terlalu pecundang dan penakut." "Mereka tidak tahu saja apa yang pernah kita hadapi. Kalau mereka tahu, mereka tidak akan menatap kita dengan tatapan rendah seperti itu." "Ya, mungkin. Tapi, apakah akan ada suatu hari di mana mereka akan tahu soal apa yang sudah kita hadap? Aku ragu. Aku ragu mereka akan tahu, sementara kita sudah sepakat akan menutup mulut kita selamanya." "Kalau bukan dari kita, mungkin mereka akan mendengarnya dari orang lain." Aul mengangguk-angguk, walaupun kemungkinan yang dikatakan oleh Joni itu sangat kecil. Beberapa saat kemudian, salah satu dosen masuk. Beruntung hari ini bukan jadwal dosen yang tidak disukai oleh Aul dan Joni, tapi apa bedanya? Sepertinya semua dosen sama saja kalau soal ST Tower. "Oke, semuanya. Aku sebagai perwakilan seluruh pengurus kampus akan jelaskan soal kejadian kemarin di gedung ST Tower. Karena kalian semua ikut ke sana, tentu kalian tahu soal ledakan yang terjadi di salah satu lantai gedung tersebut." Dosen itu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum lebih lanjut menjelaskan. "Jadi, memang kemarin ada sedikit kekacauan yang dibuat oleh salah satu profesor. Sepertinya, profesor tersebut kelelahan karena terus-menerus bekerja. Mereka, benar-benar giat. Mendedikasikan seluruh waktu dan tenaga demi kepentingan kita. Jadi, tidak perlu khawatir. Setelah beberapa waktu, kita mungkin bisa kembali berkunjung ke sana. Oke. Jelas, ya. Kami, para dosen dan pengurus kampus, tidak ingin mendengar ada yang berbicara hal-hal buruk mengenai ST Tower. Kalian mengerti?" Hampir semuanya serempak menjawab, "Ya, kami mengerti." "Bagus. Sekarang, buka buku kalian. Kita akan memulai pelajaran." Aul dan Joni tidak terlalu peduli dengan apa yang disampaikan oleh dosen tersebut, meskipun sebenarnya di dalam hati, mereka agak bertanya-tanya tentang ledakan itu. Dan tentang siapa profesor itu. Kenapa ia melakukan kesalahan? *** Selepas beberapa mata pelajaran usai, Aul dan Joni ke kantin. Mereka memesan makanan dan minuman. Sebenarnya, mereka sama-sama tak ingin membicarakan hal berat, tapi seseorang yang bernama Tian, salah satu mahasiswa di kelas menghampiri mereka dan memulai pembicaraan. "Kalian tahu? Soal ledakan kemarin itu?" tanyanya tiba-tiba. Joni menatap seorang Tian dengan sinis. "Aku lebih tertarik dengan kenyataan kenapa tiba-tiba kau bergabung dengan kami?" Tian tertawa. "Memangnya, tidak boleh, ya? Padahal, aku ingin membicarakan ini dengan kalian, haha." "Iya, kenapa kau ingin membicarakan ini dengan kami?" tanya Joni sedikit mendesak. "Karena, ah, apa kalian ini tidak mau berteman dengan yang lain? Denganku misalnya? Jujur aku juga sama seperti kalian. Kemarin aku hampir lari. Sama seperti kalian. Aku juga tidak terlalu suka dengan ST Tower." "Hei!" Aul memberi isyarat agar Joni tidak terus marah. "Sudahlah. Dengarkan saja apa yang ingin dia sampaikan." Tian menyambut kalimat dari Aul dengan senyumnya yang lebar. "Nah, begitu. Terima kasih." "Oke, langsung saja. Katakan apa yang ingin kau katakan," ucap Joni lagi. "Begini. Kudengar, ledakan itu adalah ulah salah satu peneliti." "Profesor?" sela Joni. "Ya, tentu saja. Siapa lagi. Tapi akan kusebut dia sebagai peneliti," ucap Tian. "Begini. Ledakan itu, katanya karena si peneliti sedang membuat vaksin untuk sebuha penyakit langka. Si peneliti itu tidak sengaja memasukan molekul berbahaya, yang seharusnya tidak dimasukkan. Jadilah, boom!" Aul dan Joni menanggapi cara bicara Tian dengan datar. Alih-alih terkejut, Aul dan Joni berpikir cerita yang disampaikan oleh Tian adalah karangan semata. Melihat reaksi Aul dan Joni, tentu saja Tian jadi putus asa. "Aih, kalian tidak percaya? Aku betul-betul menyampaikan kebenaran," ucap Tian dengan nada berusaha meyakinkan. "Bukan, bukan tidak percaya, tapi lebih dari itu. Aku dan Aul sangat-sangat tidak percaya dengan apa yang kamu sampaikan. Memangnya, kamu dapat informasi tersebut dari mana? Hanya dari mulut ke mulut?" "Ehm, dari kakakku." "Kakakmu?" Tian mengangguk. "Maksudmu, kakakmu bekerja di ST Tower?" "Tidak. Dia bekerja untuk memasok makanan di sana, jadi kadang dia pergi beberapa kali seminggu untuk berkunjung." "Lalu? Dia ada di sana saat kejadian?" Tian mengangguk. "Sepertinya, begitu. Tapi, ini bukan informasi yang boleh disebarkan sembarangan, ya." Joni tertawa pelan. "Tapi kau baru saja mengatakannya kepada kami." Tian terdiam sesaat. Ia seperti sadar akan sesuatu, tapi kemudian ia menutupinya dengan senyum. "Ya, karena aku lihat, kalian berdua adalah orang-orang yang memang harus tahu soal ini." "Ya, mungkin." Aul berucap malas. "Mungkin iya, mungkin juga tidak. Dengar kan kata dosen tadi, jangan sebarkan hal-hal buruk tentang ST Tower. Sekalipun yang kau katakan barusan itu benar adanya, tetap saja itu adalah hal yang buruk. Jadi, cukup katakan kepada kami saja. Jangan kepada yang lain. Cukup." Tian mengangguk ragu. "Oke. Aku percaya kalian bisa menjaga rahasia." Setelah itu, Tian berlalu. Ia menghampiri mahasiswa lainnya. "Bagaimana menurutmu?" tanya Aul sambil melirik ke arah Tian. "Dia tidak hanya akan membicarakan hal itu kepada kita." Aul mengangguk. "Mudah sekali ditebak. Dia tahu kita akan menjaga rahasia itu, tapi dia tidak tahan untuk menyebarkan apa yang dia ketahui. Dia pikir dia keren karena mengetahui sesuatu yang penting. Bodoh. Sama seperti kita dulu." Joni mengangguk. "Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi padanya. *** Keesokan harinya, televisi dan berbagai media memberitakan soal penemuan obat untuk salah satu penyakit langka. Penemuan tersebut merupakan salah satu pencapaian besar ST Tower. Tentu saja, semua acara ramai membicarakan hal tersebut. Di publik, pembicaraan mengenai obat tersebut pun begitu santer. Tidak ada yang tidak membahasa hal tersebut. ST Tower mendapat banyak pujian dari berbagai pihak. Di rumah Joni, sang kakak juga tengah menonton berita itu. Ia tersenyum melihat bagaimana kemajuan teknologi telah mengantarkan kecanggihan obat-obatan untuk penyakit langka. Ia bersyukur. Sementara itu, Joni masih tertidur, padahal ia harus berangkat kuliah. Kakaknya itu segera masuk ke kamar Joni dan berusaha membangunkan pemuda itu. Tentu bukan hal yang mudah, karena Joni tak juga bangun setelah sang kakak berusaha membangunkannya baik-baik. Setelah dua sampai tiga teriakan mengudara, barulah lelaki itu bangun dan dengan malasnya beringsut ke kamar mandi. "Cepatlah. Kau harus segera berangkat kuliah. Dan ingat, giatlah belajar. Kakak harap kau bisa bekerja di ST Tower." Joni hampir menelan sikat giginya ketika mendengar itu. "Kakak juga kagum dengan DT Tower." "Ya, tentu saja. Lihatlah berita. Mereka menemukan obat untuk penyakit langka. Wah, hebatnya ...." Joni mengela napas. "Kakak tidak tahu saja. Apa yang terjadi padaku sebelumnya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD