Bahaya

1405 Words
Mahluk itu menerobos masuk ketika Joni dan Besi sudah masuk ke dalam ruangan sipir. Lebih dekat, Joni, Ipang, Besi, dan Aul, dapat melihat dengan jelas seperti apa wujud mahluk yang mereka takutkan itu. Kini, mahluk itu tepat berada di depan mereka. Begitu jelas. Besi melemparkan barang-barang di ruangan sipir ke arah mahluk tersebut. Ipang, Joni, dan Aul pun melakukan hal yang sama. Mahluk tersebut menyerang membabi buta, berusaha mencari celah agar dapat melumpuhkan ketiga orang yang tengah berupaya untuk menghindar. Mahluk itu seperti tengah kelaparan. Mahluk itu akhirnya memutuskan untuk menyerang satu orang saja, yaitu Aul. Ia tertarik kepada Aul yang terlihat ketakutan sekali. Ya, dibandingkan tiga lainnya, nyatanya Aul memang yang paling gemetaran ketika menghadapi mahluk tersebut. Pemuda itu berusaha kerasa untuk menyingkir, kala mahluk itu semakin mendekat. Ia tak mampu lagi melawan, lututnya terasa lemas sekali dan kepalanya tak bisa berpikir dengan benar. Aul terpojok di salah satu sudut ruangan. Sementara itu, Joni mencoba menjauhkan mahluk itu dari Aul. Ipang dan Besi yang sebenarnya memiliki kesempatan untuk pergi, tak lantas meninggalkan dua pemuda itu. Keduanya juga menyerang mahluk tersebut dan berusaha membunuhnya. Besi menutup pintu ruangan sipir rapat-rapat. Ia takut kalau keributan yang terjadi di antara mereka, akan mengundang mahluk mengerikan lainnya untuk datang. Satu saja sudah repot bukan main. Apalagi kalau dua atau lebih. "s**t!" Aul berkata kasar. Ia terdesak dan Joni dengan kenekatannya, kemudian berusaha membuat si mahluk berbalik menyerangnya dan berhenti menyerang Aul. Joni dan Besi kemudian berkali-kali memukul mahluk itu dengan sangat brutal menggunakan potongan kayu, atau apa saja yang ada di ruangan tersebut. Di saat itulah, ketika mahluk itu hampir saja menggigit Besi yang sudah terdesak, lampu di ruangan tersebut tiba-tiba saja mati. Si mahluk berhenti menyerang. Semua yang ada di ruangan juga berhenti bergerak atau bersuara. Aul bahkan mencoba menahan napasnya sendiri, karena takut mahluk itu menyadarinya. Sekarang, semuanya tahu. Kalau mereka bergerak atau bersuara sedikit pun, maka mereka akan tamat. Mahluk itu akan pergi ke sumber suara yang ia dengar. Hening. Hanya suara napas si mahluk yang begitu kasar yang terdengar oleh empat orang di ruangan tersebut. Aul yang tadi sempat terjatuh dan kini posisinya berbaring, hanya bisa berusaha bertahan untuk tetap diam, ketika ludah si mahluk mengerikan itu terus menetes ke wajahnya. Aul benar-benar berusaha keras menahannya. Joni sadar, bahwa ada yang tidak beres. Ia cemas kepada Aul yang sejak tadi, memang jadi sosok paling lemah dan sulit menyerang di antara mereka semua. Mahluk itu masih terus mencari. Berusaha menggapai apa atau siapa saja yang mungkin bisa ia serang. Aul, Joni, Besi, bergerak sedikit ketika mahluk itu bergerak. Mereka memakai intuisi mereka untuk dapat melakukan pergerakan itu. Sementara Ipang, tak bergerak sedikit pun. Sebab ia berada di sudut paling aman. Bergerak atau tidak, ia jauh dari mahluk tersebut. Besi tetap siaga. Walaupun lampunya masih belum menyala, atau mungkin tak akan pernah menyala lagi, ia tak tahu, ia tetap mengambil ancang-ancang. Di tangannya, terdapat potongan besi yang entah ia temukan dari mana. Tahu-tahu sudah ada di tangannya sejak tadi. Ia berencana menghabisi mahluk itu dengan sekuat tenaga, agar mahluk itu hancur. Ya, ia sangat berharap untuk itu. Ia bersiap. Aul sudah tak tahan sebenarnya. Ditambah aroma dari mahluk itu yang semakin lama semakin menusuk hidungnya. Ia berharap ada seseorang yang menolong mereka. Ia berharap ada keajaiban di saat-saat paling mengerikan itu. Setelah beberapa saat, lampu kembali menyala. Tiba-tiba saja, dan seketika Besi yang sudah siap segera memukul si mahluk habis-habisan. Ipang, Joni, Aul, menyaksikan itu sambil menahan napas. Menyaksikan bagaimana mahluk itu kemudian menggelepar, seperti kesakitan. Aul, Joni dan Ipang sampai kehabisan kata-kata. Untuk pertama kalinya, mereka menyaksikan sebuah pembunuhan. Bukan kepada manusia, tapi kepada mahluk setengah manusia mungkin. "A-apa yang baru saja terjadi?" terbata, Aul bertanya. Entah kepada siapa. Ia yang tadinya hendak muntah, sampai tak jadi karena menyaksikan hal tersebut. "Sudah. Sudah selesai," ucap Besi dengan napas satu-satu. Ia juga sebenarnya tidak percaya, baru saja ia menghabisi mahluk itu dengan cukup cepat dan brutal tentunya. "Kemampuanmu tidak diragukan," ucap Ipang, memuji Besi dengan bangga. "Ini mungkin hanya awalnya. Sesuatu yang lebih mengerikan, bisa saja menanti kita di depan. Perkiraanku, ada banyak yang seperti mereka itu. Entah di mana mereka bersembunyi, tapi satu yang pasti, mereka pasti dekat. Mungkin, tempat persembunyian mereka terancam, atau sudah tak ada lagi sisa sipir atau tahanan yang bisa dimakan di sana." Pernyataan Besi membuat Ipang, Joni, dan Aul semakin takut saja. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri, kalau itu memang benar adanya. Itu adalah kenyataan yang memang bisa saja terjadi. Dan kemungkinannya lebih dari lima puluh persen. "Lalu, sekarang apa?" tanya Joni. Ia sungguh tak punya bayangan atau rencana untuk apa yang mungkin akan ia lakukan ke selanjutnya. Tujuannya masih sama. Segera menemukan jalan keluar. "Sebentar," ucap Besi. Ia menahan Joni untuk berkata-kata lagi. Ia tempelkan jari telunjuk ke bibir, sebagai isyarat agar tak ada satu pun yang bicara lagi. Karena saat itu, ia seperti mendengar sesuatu. Ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke ruangan yang mereka tempati saat ini. "Siapa?" tanya Joni pelan, setelah ia juga akhirnya menyadari suara langkah kaki tersebut. Besi menggeleng. Ia tak yakin soal siapa itu. Ketukan pintu pun kembali terdengar, tapi bukan ketukan pintu dengan irama yang cepat seperti sebelumnya. "Sepertinya, itu manusia biasa. Mungkin tahanan lain?" tanya Ipang. Besi mengangguk. "Ya, sepertinya benar begitu. Itu bukan mahluk jadi-jadian seperti yang tadi." "Semoga saja." Aul menambahkan. Ia tidak tahan jika harus secepat itu kembali berhadapan dengan mahluk seperti tadi. Ia merasa hampir mati. Mendengar suara mahluk itu, aroma tubuhnya, membuatnya merasa sangat tersiksa. "Buka!" teriak seseorang yang mengetuk dari luar itu. Satu kata itu membuat keempat orang yang dilanda ketakutan akhirnya merasa sedikit lega. "Dollar. Iya, itu pasti dia," ucap Besi sembari melangkah dan membuka pintu. "Hei!" teriak Dollar. Besi seketika memasang wajah marah. "Diamlah. Jangan berisik." "Aku datang di waktu yang tepat, bukan?" tanyanya sambil melirik ke arah tubuh mahluk mengerikan yang sudah tak berdaya di depan mereka. "Maksudmu?" tanya Besi. Dollar tersenyum. *** Ternyata, yang mematikan lampu adalah Dollar. Ya, ia tahu ada sedikit keributan di ruangan sipir, ketika ia hendak ke toilet. Ia juga cukup kaget dengan kondisi toilet yang sudah bersih. Ia menyimpulkan kalau Aul, Joni, Ipang, dan Besi, yang sedang tak berada di sel, memang sedang tak jauh dari toilet. Ia pun mencari sumber suara keributan itu dan akhirnya tahu bahwa ada yang tak beres. Ia buru-buru mencari cara untuk mematikan lampu di ruangan sipir dan berharap kalau salah satu orang di ruangan sipir dapat bertindak tepat ketika ia kembali menyalakan lampunya. Dan Besi berhasil. "Baguslah. Kau berhasil," ucap Dollar. "Ya. Aku memang cukup bagus dalam hal bertindak cepat ketika situasi darurat," balas Besi, sedikit menyombongkan diri. "Oke. Kalau begitu, kita tidak bisa di sini terus, kan? Kita harus segera mencari jalan keluar," ucap Joni. Ia sudah tak tahan. Mereka berlima pun keluar dari ruangan sipir. Besi sudah setuju untuk menuntun mereka keluar. Apa pun resikonya, meski tanpa persiapan apa-apa. Sebab memang, siap tak siap, bahaya itu pasti akan selalu mengincar mereka semua. Tak berapa lama, Aul menyadari sesuatu. Ia melihat kaki Joni. "Hei, darah!" teriaknya. Joni segera melirik ke bawah. Ia tidak menyadari bahwa ternyata, ia terluka. "Ya ampun. Kamu tidak sadar?" tanya Aul panik. Joni menggeleng, sambil memeriksa lukanya. Ternyata lukanya cukup dalam. Darah merembes membasahi celananya. Itu seperti terkena sabetan dari benda tajam. Mungkin tadi, tak sengaja lukanya itu berasal dari perkelahian tadi. "Lukanya dalam," ucap Aul ketika melihat kaki Joni lebih dekat. Luka itu tepat di bagian betisnya. Joni mulai merasakan betapa sakitnya luka itu setelah menyadarinya. "Tetap tenang, sebentar. Kita harus kembali ke sel lebih dulu kalau begini. Joni bisa saja mati kehabisan darah. Aku akan memeriksa ke ruangan sipir dan mencari P3K. Tahan dulu." Besi dengan cepat kembali ke ruangan sipir untuk mencari P3K. Joni meringis dan mengutuk keadaanya sendiri. Padahal, yang ia inginkan adalah segera keluar dasi penjara bawah tanah itu. Bukan malah kembali ke sel. "Aku ingin segera pergi sebenarnya. Aku bisa menahannya, kau harusnya tak perlu repot-repot begini," ucap Joni ketika melihat Besi kembali dengan kotak P3K di tangannya. "Ayo, tak perlu kembali ke sel yang lama. Kita cari sel yang menurut kita aman." Aul mengangguk, tanda setuju. Mereka menuruti besi dan singgah di salah satu sel kosong yang menurut Besi, tak akan terlalu berbahaya, karena lampu di sana tak cukup terang. Tak akan menarik si mahluk mengerikan. Besi mengobati Joni dengan kemampuan seadanya. Ia sebenarnya tak terlalu mahir, tapi untuk saat itu, yang terpenting, Joni tak kehabisan darah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD