4

734 Words
Sakit hati, Michell memilih menghabiskan waktu di salah satu club. Ia benar-benar kacau. “Sialan!”, umpat Mich keras sebelum mendudukkan diri di depan meja bar. “Kasih gue yang damagenya paling gede!” pinta Michell pada sang bartender. Michell menenggak berulang kali dalam satu tegukan. Tak perduli menghabiskan banyak botol, dipikiran Michell hanya sakit hatinya harus reda. Ia tersiksa mengetahui jika Shella dan sang kakak saling mencintai. Michell tak rela! "Lo harus jadi milik gue Shel, harus!" Mich bangkit dari kursi. Selalu saja Shella dan Shella yang dia racaukan. Mich berjalan keluar, menghampiri mobilnya yang terparkir cantik. Tujuannya hanya satu, rumah sakit untuk menjadikan Shella miliknya! Selamanya! Michell terkekeh. Ia berjalan semponyongan menelusuri koridor rumah sakit. Matanya menyipit mencari-cari nomor ruangan dimana Shella. Tentu dengan sekali jentik Michell dapat mendapatkan informasi tanpa adanya relasi apapun dengan pasien. Sekali lagi, Michell adalah cucu dari pemilik rumah sakit. Bukan hal sulit mendapatkan apa yang ia mau.  “Ah, 121..” Mich kembali terkekeh. Tangannya meraba nomor kamar, sebelum membuka pelan handle pintu. ‘Ah benar! Shellanya yang cantik terbaring nyaman di sana,’ batin Michell terus memandangi sang bidadari hati. Langkah demi langkah Michell ambil perlahan, membuat Shella terusik dan menyedari akan keberadaan seseorang diruangannya. Gadis itu membuka mata, cukup kaget mengetahui sosok Michell.  "Lo?! Ngapain lo malem-malem ke sini?!”, tanya Shella sembari tak mampu menyembunyikan raut ketakutan diwajahnya. Terlebih saat ia tahu Michell tak berada dalam kondisi sadar. "Gue, gu-e mau jadiin lo istri gue." Mich berucap sambil merebahkan dirinya disamping Shella. Sadar dengan arti ucapan Michell, Shella berniat menuruni ranjang mencabut dan mencabut jarum infus. Naas, tangan Michell lebih dulu memerangkap dan menindih tubuhnya tepat dibawah lelaki itu. "Michell, please! Keluar dari sini!” Shella meronta. "Gue cinta sama lo dari pandangan pertama Shel. Lo jadi istri gue ya, ya?!" Shella menggeleng dan hal itu semakin menyulut kemurkaan Michell. Dengan gerakkan cepat Michell membuka paksa kancing-kancing kemeja rumah sakit yang Shella kenakan. "Michell, hiks, jangan please! Gue nggak cinta sama lo, hiks." Shella masih meronta sekuat tenaga pada seniornya itu. ‘Jangan sampai. Jangan sampai,’ batinnya berharap jika apa yang ia takutkan tidak terjadi. "Persetan sama cinta! Persetan sama kakak lo itu! Lo harus jadi milik gue Shell! Gue cinta sama lo!” Ucapnya sembari melepaskan penutup terakhir di d**a Shella. "Tolll…." Shella ingin berteriak namun bungkaman dibibirnya menahan semua suara yang akan ia keluarkan. ‘Engghhh,’ desah Shella. Ia terus meronta meski Michell semakin beringas melumat bibirnya. "Michell..." lirih Shella dengan suara rendah. Ia tak lagi memiliki tenaga. Michell benar-benar tega melakukan hal terkutuk padanya. "Mich, Sayang. Panggil aku, Mich,” bisik mesra Michell ditelinga kanan Shella. Alkohol telah meraup sisa-sisa kesadaran Michell, hingga laki-laki itu tak sadar dengan apa yang telah ia lakukan. Michell bahkan hirau dengar teriakkan kesakitan Shella. "Hiks jangan, berhenti!” bukan berhenti, Michell justru menambah tenaga untuk menembus selaput dara gadisnya. Dalam benak laki-laki itu, setelah apa yang ia lakukan Shella akan menjadi miliknya seorang. Shella menangis pilu berbanding terbalik dengan Michell yang mendendangkan desahannya. Esok mungkin Shella tak akan lagi memiliki masa depan. Terlebih untuk melihat Leonil, ia tak akan ada nyali lagi. "Ahh, sayaang. Ahh Shella sayaang. Aku cinta kamu. Ahh..." Sambil menggerakkan dirinya Mich selalu saja meracau, memanggil Shella dengan sebutan kepemilikkan laki-laki itu. "Ah Sayang, aku pengen kamu hamil anak aku biar kita bisa nikah. Mau ya Shell? Mau yaa?!..” Michell mengerang panjang saat benih-benih cinta miliknya menyembur deras. Ia berharap jika Shella akan segera mengandung hasil dari percintaan mereka malam ini. Puas mendapatkan keinginannya, Michell menggulingkan tubuh. Ia lantas menarik jemari Shella dan menahannya tepat di atas d**a lelaki itu sebelum mendaratkan ciuman dikening sang pujaan hati. “Makasih, Sayang. Makasih udah jagain hal berharga kamu buat aku.” Puas dengan apa yang dilakukan Mich yang masih mabuk itu menggulingkan tubuhnya. Menciumi kedua tangan Shella yang dari tadi ditahannya. Michell mengecup kening Shella pula. Mendengar ucapan terimakasih Michell tentu Shella meraung. Ia ingin berteriak, memaki Michell jika laki-laki itu telah merampas paksa kehormatan yang ia jaga untuk Leonil. Rasanya umpatan saja tak akan cukup demi memenuhi amarah Shella. ‘Leon..’, lirih Shella dalam hati. Entah apa yang akan Leonil katakana. Shella rasanya ingin mati saja. Ia tak akan sanggup melihat binar kekecewaan dimata laki-laki yang ia cintai. “Michell! Gue benci lo!” desis Shella tajam penuh dendam membara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD