Om Oli

504 Words
Setelah kenyang dan tak ada sisa sedikit pun pada piring-piring. Gadis pendek ini membersihkan bibirnya dengan tisu. "Memang mantap banget makanan kafe ini. Papa benar pintar cari koki profesional. Om, sering-sering datang ke tempat ini. Dijamin mantap banget, jangan minum kopi hitam terus, nanti muka Om makin hitam kayak arang, loh," celotehnya panjang lebar. Pria itu bangkit dari duduknya sudah waktu ia bergegas kembali ke tempat asalnya. Gadis pendek itu memperhatikan tubuh tinggi itu yang begitu cuek banget. "Cuek banget sih itu - orang," celetuknya lagi. Dia juga ikut bangkit dari tempat itu lalu pergi meninggalkan Kafe tanpa mengatakan sepatah kata pun. "Eh, Om tunggu, Om tiang listrik tunggu sebentar!" Dia (Rara) mengejar pria itu. Sampai di depan lobi utama, Rara berhasil mengejarnya. Walau pun dengan cara tidak sopan santun. "Om! Di bilang tunggu juga, jadi lelaki itu jangan sok cuek kenapa sih! Nanti benar tertimpa ke hati gua loh," celotehnya lagi. Tetap tidak ada tanggapan sama sekali, serasa gondok gadis pendek ini. Masih belum puas. Tetap mengekori ke mana pun pria itu pergi. Ponselnya tiba bergetar di saku celana jeans sobeknya. Terpaksa berhenti mengikuti pria itu. "Ya, Pa. Ada apa?" ucapnya "Kamu ada di mana? Papa sudah bilang, jangan keluyuran." "Iya, Rara tahu kok, Pa. Ini mau ke kantor Papa." Panggilan terputus di hembuskan napasnya panjang, gagal lagi mengejar pria itu. Terdengar suara langkah kaki mendekati ruangan Edy. Suara gadis pendek ini lebih dulu terdengar daripada fisiknya. "Pa, Rara ketemu makhluk Alien lagi, loh," merepetnya. Ceklek. Pintu terbuka lebar, kedua pria dewasa terdiam ketika Rara membuka pintu tanpa mengetuk adalah kebiasaannya. "Ups! Sorry, lupa mengetuk pintu. Ternyata ada tamu ..." Kedua matanya melebar dengan muka shock berat. "Om tiang listrik!" ceplosnya membuat Edy tercekat tertahan dan kaget mendengar panggilan dari putrinya itu. "Tiang listrik?" ulangnya si Edy. Edy pindah menatap tampang pria itu yang tengah memasang muka benar menjengkelkan. Ingin tertawa tidak mungkin, karena mukanya benar menyeramkan, masa putrinya menjulukinya tiang listrik. "Jangan dimasukkan ke hati ya, Lee," ucap Edy menahan tawanya. Rara melangkah kakinya berdiri tepat di sebelah ayahnya. Tampang wajahnya tetap datar dan dingin tidak bisa diajak bercanda. "Kamu ini, dia itu bukan tiang listrik. Namanya Dennis Lawendra Lee. Biasanya panggilan akrab Dennis, tapi Papa panggilnya Lee. Dia ini General Manajer di perusahaan Papa," Edy menjelaskan kepada putrinya. Hanya bisa membentuk kan ber-oh saja, "Oh..." "Ternyata namanya Om Lee. Kok, kayak Oli, Oli mobil. Oli hitam yang biasa di pakai untuk kendaraan beroda empat, tiga, enam dan lain-lain," lanjutnya. Apaan sih, Oli? Memang muka aku kayak Oli? Pak Edy, anakmu ini benar - benar... Dennis merasa kesal dengan sifat absurdnya gadis aneh ini. Muka boleh cantik tapi sifatnya ya Allah tolong hambamu ini! teriak Dennis memanggil segala umat agamanya. "Ya sudah, kita kenalan, ya. Namaku Tiara Adilla Kusuma. Panggil saja Rara yang imut, lucu, semerdu lebah madu." Di ulurkan tangan di hadapan Dennis. "Dennis," ucapnya tanpa menyambut tangan kurus yang putih seperti s**u. Rara pun menarik kembali tangannya, merasa tidak dihargai, tidak masalah baginya. Dia mulai tertarik dengan lawan jenisnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD