Chapter 2

1273 Words
Pagi yang menyejukkan, dengan hawa dingin yang hampir menusuk ke celah pori-pori kulit putih yang sedang menyapu bersih halaman dengan serius. Sudah menjadi kewajiban mutlak, ketika wanita lain di jam seperti ini akan meringkuk di dalam selimut tebal nan hangat, Shinta harus sudah bangun dengan segala urusan kebersihan rumah megah majikannya. Aldrian dan Ariani memang tidak pernah menyuruh Shinta untuk bangun pagi atau berbenah rumah. Mereka mungkin akan meminta sesekali untuk menjaga putri cantik mereka. Namun Shinta masih mempunyai akal sehat untuk bisa membedakan keadaanya sekarang, bagaimanapun di setiap bulan ia selalu mendapatkan upah dari Aldrian yang cukup besar dan tidak mungkin Shinta malah membalasnya dengan bermalas-malasan. Tentu saja Shinta bukan wanita seperti itu. Rumput halaman sudah bersih, baju-baju dari mesin cuci sudah tergantung di jemuran. Dan ini waktunya Shinta bergegas untuk melangkah ke arah dapur. Mungkin perut Shinta masih bisa bertahan tetapi tidak dengan rancauan cacing di dalamnya, terus merintih meminta jatah untuk di beri makan bahkan ini baru jam tujuh pagi. "Shinta, bisakah kita bicara, ada suatu hal yang harus di bicarakan." Baru saja tangan ramping Shinta memegang ujung piring di rak dapur, suara Aldrian sudah menginterupsi kegiatannya, hingga wanita itu lebih melimilih menoleh dan mengangguk menyetujui. Walau dalam hati Shinta mengutuk, dengan Aldrian yang tidak tahu waktu saat seorang wanita bisa saja merenggang nyawa katika kelaparan. Shinta melihat raut tampan Aldrian yang serius dengan beberapa lipatan di dahi saat mereka mulai duduk di sofa ruang tamu saling berhadapan. "Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini, terlebih Ariani yang juga tidak setuju, tetapi Tante lagi sangat membutuhkan," ucap Aldrian memulai pembicaraan yang sukses membuat kening Shinta berkerut. "Maksud Tuan?" tanyanya. Sungguh Shinta sama sekali tidak mengerti apa maksud dari perkataan Aldrian. Terdengar helaan napas Aldrian saat mulai kembali membuka suara, "Dengan berat hati, hari ini kau harus ku pindahkan di rumah Tante Rima, pekerja di rumahnya pulang kampung. Jadi tidak ada yang membantunya di sana." Shinta tertegun dengan jantung yang hampir meluncur jautuh. Apa? Ibu Rima? Berarti dirinya akan di tempatkan di rumah- "Shinta, kau setuju? Hanya lima bulan saja." Shinta mendongkak menatap Aldrian tergagap. Bagaimana ini, haruskah ia berkerja di sana? Otomatis dirinya akan melihat laki-laki itu setiap hari, dan itu tidak cukup bagus untuk debaran kencang di hatinya. Namun Shinta lebih tidak cukup lagi untuk menolak, ketika yang menyuruhnya adalah Aldrian majikannya sendiri, dan yang paling menyebalkan adalah Shinta harus tetap memilih patuh. "Baik Tuan. Tetapi saya berangkat ke sana jam berapa?" tanya Shinta. Dan Aldrian mulai menjawab, "Jam 8, Raka yang akan menjemputmu. Dia sedang di perjalanan sekarang." Dan jawaban Aldrian sukses membuat Shinta mendapat serangan jantung seketika. Oh, Tuhan. Mengapa harus pria pecicilan itu yang menjemputnya. *** Shinta memasukan beberapa helai pakaian kedalam tas, Raka sudah sampai yang berarti Shinta harus segera enyah dari rumah ini. Namun gerak tubuhnya tiba-tiba berhenti, ada Ariani di ambang pintu sedang menatapnya dengan raut sedih. Shinta cukup mengerti, hingga ia memilih menyunggingkan senyum lalu menghampiri sahabatnya untuk sekedar memeberi ketenangan. "Jangan cengeng Anni, aku hanya lima bulan di sana." Dan Ariani hanya tersenyum tipis. "Aku pasti akan merindukanmu." "Bohong. Kau mungkin akan lupa padaku ketika Tuan sudah menguncimu di dalam kamar." Kekehan Ariani terdengar. Shinta selalu bisa membuat Ariani tertawa sekaligus jengkel. "Jangan bahas itu, nanti kau juga akan merasakannya kalau sudah menikah." Dan Shinta tertawa, satu hal yang diketahui Shinta. Ariani tidak sepolos dulu. Tidak mau berlanjut dengan obrolan yang tidak diperuntukkan untuk di mengerti, Shinta lebih memilih membawa Ariani untuk berjalan ke arah dua laki-laki yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan bayi mungil yang ada di antara tubuh luar biasa tampan mereka. Aldrian yang tersadar pertama kali setelah melihat istri cantiknya mulai menghampiri dan mengambil alih baby Ariana. Langsung memberitahu Raka bahwa Shinta sudah siap di angkut. Dan mata merekapun bertemu, bertubrukan, saling mengalirkan rasa asing pada hati mereka masing-masing. "Aku pulang, jaga baik-baik ponakan dan wanita cantikku." "Sialan kau!" Selalu seperti itu ketika Raka berkunjung ke kediaman Aldrian, Raka akan mengusili Aldrian dengan cara menggoda Ariani. Cukup membuat Aldrian mengepulkan uap panas di atas kepalanya, dan cukup pula membuat Shinta memaklumi kadar humor berlebih yang di idap kekasihnya. Raka mulai melangkah keluar rumah di ikuti Shinta di belakang. Saat tubuh mereka tiba di dekat mobil, Raka mulai melirik Shinta dan mengambil alih tas jinjing yang ada diapitan jemari wanita itu. "Duduk di depan." Lalu membukakan pintu untuk Shinta yang berhasil membuat wajah Shinta di hiasi rona merah. Ini bukan pertama kalinya Raka berbuat manis. Namun tidak dapat di pungkiri selama ia berpacaran dengan Raka mood kekasihnya sering berubah-ubah, terkadang romantis, terkadang juga bisa berubah drastis. Dan Shinta tidak cukup paham akan penyebab Raka berubah seperti itu karena apa. "Ayo masuk." Shinta tersadar dari ketertegunannya saat suara Raka terdengar, langsung bergegas masuk dengan gugup, lalu Raka juga ikut menyusulnya masuk. Tanpa kata-kata lagi Raka langsung melajukan mobilnya. Setelah menyimpan tas Shinta di jok belakang, Membuat Shinta malah semakin gugup, ini moment langka, mereka tidak pernah berada di situasi bebas seperti ini kalau sedang berdua. *** Suasana di dalam mobil masih terdengar sunyi, Raka masih fokus di arah kemudi, jalanan nyatanya cukup ramai untuk di lewati, hingga kadang mobil Raka harus berhenti ketika kendaraan semakin padat. Shinta melirik Raka dan menemukan tatapan Raka yang sedang menatapnya, membuat Shinta buru-buru membuang tatapannya ke arah lain. Namun tanpa diketahui oleh Shinta, sudut bibir Raka sedikit menampilkan sebuah senyuman, lalu beberapa detik kemudian tangan Shinta terasa di genggam bersama beberapa kecupan lembut di punggung tangan dan jemarinya. Shinta semakin menyadari, bahwa dirinya membutuhkan oksigen sekarang. "Aku merindukanmu." *** Mereka sudah sampai, dan langsung di sambut oleh Ibunya sendiri, tidak ada yang perlu di takutkan oleh Raka ketika Ibunya membangunkan tidur lelapnya tiba-tiba untuk menjemput seseorang dan itu adalah kekasihnya sendiri. Ibunya cukup baik dalam memperlakukan seorang manusia, hingga Raka tidak terlalu mencemaskan ketika sang kekasih berkerja untuk Ibunya akan berakhir semengenaskan hidup Ariani. Itu tidak mungkin, karena Ibu seorang Raka sudah tercantum baik di list orang yang mempunyai kerendahan dan kebaikan hati. Terbukti dari bagaimana wanita paruh baya itu menyambut kekasihnya dengan senyuman ramah dan langsung membawa Shinta menjauhi tubuh luar biasa tampannya begitu saja. Raka hanya tersenyum tipis lalu melangkah memasuki kamarnya sendiri, mungkin dia harus segera membersihkan diri, mengingat beberapa waktu lagi meeting penting perusahaan, tetapi Raka lebih memilih mengecek dahulu laporannya dan sedikit membuka email mungkin, karena sudah lama sekali Raka tidak pernah membuka email yang menjadi kenangan satu-satunya bersama seseorang yang masih melekat di hati terdalam Raka. Bukan maksud Raka ingin melihat kenangan dulu, hanya saja sahabat bule brengseknya malah mengirim laporan di email Raka yang dulu, yang berarti Raka harus rela membuka sampah itu kembali. Namun entah ini keberuntungan atau kesialan. Raka melihat ada satu pesan yang sedikit membuat jantungnya berdebar kencang, fokusnya hanya di pesan itu dan mengabaikan pesan yang seharusnya Raka pilih untuk di buka, bukan pesan yang berhasil membuat jemarinya bergetar. *Satu minggu lagi aku akan ke Indonesia, aku merindukanmu dan betapa bodohnya aku malah memilih dia dan berujung meninggalkanmu. Saat itu aku tidak punya jalan lain selain membuat karirku semakin bersinar. Tetapi kini hubungan kami sudah berakhir, aku memilih melepaskan untuk kembali. Dan ku harap kau masih mencintaiku seperti dulu. Karena aku pun masih sama ... mencintaimu seperti dulu.* Apa ini? Raka tertegun dengan hati yang berengseknya malah berdebar riang ketika rententan kalimat itu selesai di baca. Debaran jantung Raka tiba-tiba bisa kembali di kenali. Dan ini salah, wanita itu sudah menggores hatinya sebegitu dalam, seharusnya hanya ada kata 'kebencian' bukan 'kebahagiaan' ketika mengetahui bahwa wanita itu akan kembali. Kenapa? Kenapa harus kembali setelah tiga tahun Raka memendam kesakitan dan mencari obat kesana kemari untuk penyembuhan segala kesakitannya. Kenapa harus kembali ketika hati Raka mulai sedikit memberi celah untuk wanita lain. Mengapa harus sekarang, ketika hatinya sudah mempunyai Shinta. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD