Chapter 5

1466 Words
Seharusnya Shinta sudah terduduk nyaman di dalam mobil, memandangi wajah tampan Raka di pagi hari bersama lagu romatis yang terdengar dari radio. Namun belum sempat mobil mewah Raka melewati gerbang, ada mobil mewah lain yang masuk, berwarna merah dan terlihat feminin, Raka menghentikan laju mobilnya dan menatap tajam mobil yang sangat terlihat sedang mencoba bersaing mahal dengan mobil mewahnya. Shinta melihat itu, tatapan berbeda Raka yang tidak berkedip ketika si kaki putih mulus dan jenjang itu keluar dari celah pintu mobil yang sedang di buka. Lalu terlihatlah wanita cantik yang sama persis seperti semalam, terbalut dress ketat berwarna emas yang berkilau mahal. Rambut pirang terurai panjang, sedang menjinjing tas brandednya diapitan celah jemari bagian kanan. Shinta tidak bisa bersuara, tenggorokannya kering, dan hanya bisa terduduk dengan hati yang sudah digerogoti kegelisahan. Entah kenapa yang di inginkan Shinta sekarang hanya menyuruh Raka untuk segera melajukan mobilnya. Saat ini Shinta hanya ingin segera sampai di pasar, lebih tepatnya Shinta ingin segera menghilang dari situasi ini, terlebih tatapan wanita itu terlihat sekali sangat tidak menyukainya. Namun apa yang harus Shinta lakukan, keinginan itu hanya bisa terucap di dalam hati. Shinta tidak bisa berbicara, mulutnya terkunci. "Bolehkah aku meminta tumpangan dari mobil mahal ini." Suara lembut itu berhasil membuat Raka menegang kaku, laki-laki itu melirik Shinta dengan rasa bersalah yang luar biasa ketika bibir berengseknya tanpa manusiawi menyuruh Shinta untuk turun dari mobil. "Bisakah kau keluar." Dan Shinta tidak bisa menolak selain mulai keluar perlahan, lalu berdiri di sisi pintu mobil menatap wanita cantik itu masuk dan duduk di sebelah Raka dengan hati yang berdenyut sakit. Terlalu jahat ketika tidak ada ucapan maaf, atau tatapan permintaan maaf sama sekali, Raka berlalu begitu saja meninggalkan Shinta yang masih mematung di halaman dekat gerbang, hati Shinta berkerut sakit, tetes air yang berada di pelupuk, kini mengenang jatuh. Shinta masih mencoba berpikiran positif, mungkin mereka berkerja di perusahaan yang sama atau rekan bisnis biasa, tetapi tetap saja, dari sudut hati terdalam Shinta mulai meragukan bahwa ini tidak akan baik-baik saja. Wanita itu berbahaya. *** Shinta berjalan pelan di atas aspal yang menjadi aksesnya untuk bisa sampai di jalan raya dan menaiki angkutan umum. Masih lumayan jauh untuk segera sampai, dan Shinta tidak punya seseorang untuk mengantarkannya setidaknya sampai di jalan raya, supir pribadi sedang bersama majikannya dan satpam di rumah sedang berjaga, tidak mungkin mereka meninggalkan rumah ketika semua penghuni rumah sedang tidak ada. Alhasil Shinta harus rela berjalan kaki untuk sampai ke sana dan menaiki angkutan umum. Satu kerikil kecil Shinta tendang dengan kasar, sebenarnya sedari tadi bibir Shinta tidak henti-hentinya terus terisak memaki Raka dengan berbagai umpatan kasar ketika mengingat hal menyakitkan yang tadi di lakukan oleh kekasihnya sendiri. "Dasar bodoh, bego, berengsek. Kenapa aku harus mencintai laki-laki pecicilan seperti dia, mengusirku begitu saja ketika ada yang lebih cantik dan bahenol, awas saja aku kasih racun tikus di dalam makanannya, biar tau rasa, "Dan apa-apaan wanita kecentilan itu, punya mobil sendiri tapi masih nebeng di mobil pacar orang lain. Cihh semuanya berengsek!" Semua termuktahkan melewati bibir seksi Shinta, apa begini nasib berpacaran dengan laki-laki bergelar playboy, haruskah Shinta memutuskannya detik ini juga. "Aw..." Mulut yang masih menggerutu itu tiba-tiba menjerit keras ketika cipratan air kotor yang mengenang di jalan mengenai tepat di baju putih Shinta. Mulai mengangkat kepala bersama tampungan kata-kata makian yang sudah tersimpan baik di dalam mulut, menatap mobil yang sialnya kenapa harus persis sama dengan mobil si b******k. Mobil itu berhenti, dan laki-laki berpakaian santai keluar dari pintu mobil menghampiri Shinta dengan raut bersalah. "Maaf aku tidak sengaja. Apa kau baik-baik saja?" Tampungan kata-kata yang sudah siap Shinta muntahkan dari dalam mulut kini malah tertelan begitu saja. Pria ini begitu tampan dan Shinta tidak punya keberanian untuk memaki ketampanan itu dengan kasar, terlebih Shinta tidak punya keberanian untuk membuat masalah besar dengan orang kaya. "Tidak apa-apa Tuan, saya baik-baik saja." Shinta mencoba untuk berjalan kembali dan menghiraukan pria kaya itu yang terlihat sedang menatapnya. Lalu suara pria itu terdengar lagi dengan langkah kaki yang mulai mendekati tubuhnya. "Bajumu kotor, mungkin kita bisa membeli dulu baju ganti untukmu." Shinta berhenti berjalan, dan melirik pria itu, lalu tersenyum dengan artian -tidak ada yang harus di ganti. "Tidak apa-apa. Tidak terlalu kotor. Permisi," ucap Shinta lalu mulai kembali berjalan namun pria itu kembali mencegahnya. Shinta mengerem kesal, moodnya sudah jatuh berantakan ia sedang tidak ingin meladeni atau berkomunikasi dengan seseorang sekarang. "Sudah saya bilang Tuan, tidak apa-apa. Tidak ada yang harus di ganti atau apapun itu." Tetapi pria itu nyatanya malah tersenyum dan menarik tangan Shinta, membawa Shinta untuk masuk ke dalam mobil mewahnya. "Eh Tuan apa yang anda lakukan. Kau penculik? To-" "Aku bukan penculik dan aku hanya mencoba meminta maaf atas kejadian tadi, biarkan aku mengantarmu." Shinta terdiam, masih menatap pria itu was-was, benarkah dia bukan penculik? Bodoh! Tentu saja bukan, siapa yang akan menculik pembantu miskin sepertinya. Oh, ayolah gunakan otak pintarmu Shinta. Shinta hanya tersenyum canggung. Merubah duduknya agar terlihat nyaman. "Terimakasih Tuan. Turunkan saya di jalan raya depan saja Tuan," ucap Shinta dengan satu cengiran canggung. Mungkin ini musibah sekaligus bantuan dari Tuhan, hingga Shinta tidak mau menyianyiakan anugerah ini. Setidaknya kedua kakinya tidak akan pegal-pegal setelah pulang nanti. Laki-laki itu terkekeh geli. "Baiklah," ucapnya setuju. Gadis manis yang menarik. *** Udara sudah setengah siang dan Shinta menjadi tidak enak. Laki-laki itu sampai sekarang masih bersamanya, dengan artian Shinta yang masih tidak tahu malu nebeng di mobil mewah laki-laki itu. Sebenarnya salah kan pada memori ingat Shinta yang kadang waras dan kadang tidak waras, mengakibatkan uang yang di simpan di saku celananya hanya pas untuk berbelanja, tidak sepeserpun menyisakan untuk bekal ia pulang nanti. Dengan harga diri dan urat malu yang Shinta coba sembunyikan di bawah telapak kakinya, Shinta bergegas mengejar si pengendara yang masih dalam mode tidak terlalu jauh, jalan satu-satunya meminta tolong untuk mengantarkan ia sampai tujuan begitupun dengan ketika waktu harus pulang. Tetapi Shinta harus cukup bersyukur ketika laki-laki itu malah tertawa keras, bukan memakinya ataupun mengusirnya ketika dia mengutarakan kecerobohannya sendiri. Hingga sampai sekarang, laki-laki itu masih berbaik hati untuk mengantarkannya pulang. Hah, harus dimana lagi Shinta mencari laki-laki kaya berhati baik seperti dia. Sayang Shinta sudah ada yang punya, kalau boleh waktu berputar kembali, Shinta lebih baik di pertemukan dengan lelaki ini dari pada lelaki berengsek seperti Raka. Namun sungguh sayang. Hati Shinta sudah terjerat jauh untuk bisa keluar, kenyataannya Raka lah pemilik dari hatinya sekarang. "Bolehkah aku tau namamu?" Shinta menoleh terkejut ketika suara berat laki-laki itu terdengar di telinganya. Mencoba mengendalikan diri walau dalam hati Shinta sungguh sangat malu telah merepotkan laki-laki ini. "Nama saya Shinta Tuan. Dan mohon maaf sudah merepotkan dan mengganggu waktu anda." Wajah laki-laki itu masih terfokus kejalan saat bersuara, "Jangan panggil aku Tuan. Panggil saja Rama, aku tidak setua itu, umur kita mungkin tidak terlalu jauh, dan aku free hari ini, lebih tepatnya aku bolos sekolah." Shinta sedikit terkaget, bukan karena mengantongi fakta bahwa laki-laki ini masih berondong, tetapi Shinta kaget karena nama mereka hampir mirip. Raka ... Rama, apakah ini suatu hal yang kebetulan? "Sudah sampai." Lagi-lagi Shinta kembali dikagetkan oleh suara laki-laki ini, langsung  melirik sekitar dan benar ini rumah majikannya. Mereka berhenti tepat di luar gerbang, langsung melirik laki-laki bernama Rama dan berterimakasih dengan sopan. "Terimakasih atas bantuannya, boleh Tuan tunggu dulu di sini sebentar, saya akan mengambil uang untuk ... em saya tidak enak ngomongnya … membayar waktu Tuan yang sia-sia, ya walaupun saya tidak bisa membayar ting-" "Tidak usah. Aku ikhlas, dan mungkin kau boleh membayarku dengan mentraktirku makan kapan-kapan," ucapnya santai. Dan Shinta terkekeh kecil dengan jiwa yang sedang menggerutu, bagaimana ia bisa mentraktir orang kaya, mungkin uang gaji satu bulanpun tidak cukup untuk membayar makanan di restoran mahal. Bagaimana ini? "Ma-af mungkin saya hanya bisa mentraktir makan baso di pinggir jalan, saya tidak punya uang banyak untuk membawa anda ke restoran." —Lebih baik jujur kan! Laki-laki itu tertawa lagi, apakah Shinta sedari tadi sedang ngelawak? Tertawa terus ketika Shinta sudah berbicara. "Baiklah, cukup menarik. Berikan nomor ponselmu." "Apa? " "Boleh aku melihat ponselmu?" Tanpa disadari Shinta memberikannya begitu saja. Laki-laki itu langsung mengetik beberapa digit nomor lalu menekan tombol panggil, namun bukannya mendengar suara ponselnya sendiri yang berdering, laki-laki itu malah mendengar suara operator.  "Kau tidak punya pulsa?" tanyanya dengan raut sungguh terlihat ingin meledakkan tawa. Shinta nyengir, mengangguk dengan wajah yang merah padam. Lalu laki-laki itu memberikan ponsel canggihnya di depan Shinta. "Ketikan nomor ponselmu di ponselku." Shinta langsung mengangguk lalu mulai mengetik nomor ponselnya sendiri, bergegas turun dari mobil setelah ponsel laki-laki itu Shinta kembalikan. "Terimakasih sudah mengatar saya." Shinta berterimakasih kembali dan menemukan laki-laki itu mengangguk ringan dan mulai melajukan mobilnya. Shinta sendiri segera bergegas masuk kedalam gerbang yang menjulang tinggi dengan beberapa kantong belanjaan di celah apitan jemarinya. Tidak menyadari ada mobil mewah lain yang sedari tadi berhenti tepat di arah belakang ketika mobil yang mengantar Shinta melaju pergi. Tangan si pengemudi terkepal erat di stir mobil bersama suara yang keluar begitu menyeramkan. "Berani sekali kau berkhianat!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD