bc

Kado Spesial Sang Kakak

book_age18+
9
FOLLOW
1K
READ
badboy
goodgirl
tragedy
sweet
serious
scary
like
intro-logo
Blurb

Laras selalu ada untuk Ibu. Laras rela mengalah dan melakukan hal apa saja untuk membahagiakan Ibu, satu-satunya orang tua yang dia miliki sekarang.

Selain itu, Laras akhirnya memutuskan menikah dengan Bagus. Pria tampan idaman semua wanita.

Suatu hari, Ibu malah menyakiti hati Laras, dimana Ibu mendukung perbuatan jahat Masayu dan Bagus kepada Laras.

Karena sudah tidak tahan disakiti oleh Bagus, Ibu, dan Masayu, Laras memilih pergi meninggalkan rumah.

Namun, apakah hidup Laras sudah bebas dari semua masalah?

Cover: Canva

chap-preview
Free preview
Pahit
Dua gelas kosong yang sebelumnya terisi kopi susu tergeletak di atas meja belajar. Meskipun Laras Andini sudah bekerja, meja belajar bersejarah ini tetap terpakai. Tentu saja ada alasan tersendiri, yaitu meja tersebut hasil karya Ayah. Ayah sudah lama pergi meninggalkan Laras termasuk keluarga. Dia menderita penyakit jantung. Menceritakan kenangan Ayah sungguh membuat Laras sedikit galau. Kasih sayang seorang Ayah masih kurang bagi Laras. Karena Laras menjadi anak yatim saat duduk di bangku SMA kelas 1. Betapa merindukannya dia pada sesosok Ayah. Kini Laras menempelkan sebelah pipi pada permukaan meja belajar. Sorot mata menangkap sebuah bingkai foto, dimana ada Ayah sedang menggendong Laras saat masih balita. Ketukan pintu kamar berukuran sederhana membuat Laras berhenti menatap bingkai itu. Cekatan, dia menegakkan tubuh, beranjak berdiri menuju ambang pintu. Ibu berdiri di balik pintu, dengan wajah sedikit berharap. Seperti biasa, Laras dapat membaca apa yang akan dilakukan Ibu padanya. "Nak," Panggil Ibu pada Laras, suara sedikit memelas. "Ada uang enggak? Ibu ada kebutuhan mendadak." Bahkan, Laras belum berhenti mengerjap, namun Ibu sudah menyelesaikan kalimatnya. Sekarang tanggal 20-an, namun keuangan Ibu sudah menipis. Uang pensiun Ayah memang tidak cukup memenuhi keperluan satu bulan untuk 3 anggota keluarga, yaitu Ibu, Laras, dan Masayu. Masayu kakak kandung Laras yang sudah berumur 30-an. Parasnya cantik, memiliki tubuh ideal, bahkan kulitnya bersih dan putih. Entah, kenapa dia belum memutuskan menikah. Masayu sering bercerita kalau dia memang kesulitan mencari pasangan hidup. Setiap ada pria yang mendekat, tidak butuh lama berkenalan, mereka sudah menjauh dan hilang tanpa berkabar. Ibu selalu memikirkan nasib Masayu, apalagi dia harus menanggung komentar jelek dari kerabat dan tetangga. Ibu bahkan sering sakit-sakitan memikirkan hal itu. Dan, Masayu sekarang posisi menganggur. "Tapi kemarin Laras udah ngasih uang lebih ke Ibu. Apa udah habis juga?" Laras sedikit meninggi, karena memang kesal. Dia rela menabung sedikit demi membahagiakan orang tua satu-satunya. "Maaf, Nak. Kemarin Masayu minta uang Ibu untuk jalan-jalan sama temennya." Laras kehabisan kata-kata untuk protes. Dia memilih diam tanpa bersuara. Jantungnya berdebar kencang, kepalanya mulai nyeri tak tertahankan. Bulan kemarin memang Laras menerima gaji lebih karena harus lembur setiap pulang bekerja, tapi dia tidak menikmati hasil keringatnya. Demi Ibu, Laras rela bekerja lembur, namun semua yang diberikan padanya malah terbuang sia-sia dan digunakan oleh Masayu yang manja itu. Laras seorang wanita mandiri. Dia tegas pada semua orang kecuali terhadap Ibu. dia mudah luluh dan mengalah. Tanpa memprotes, Laras berbalik ke arah meja belajar. Segera ia menyahut dompet di atasnya. Dia ambil satu lembar uang ratusan ribu, menyerahkan pada Ibu dengan wajah datar. "Terima kasih, Nak. Kamu memang terbaik." Ucap Ibu, mulai tersenyum lebar. "Aku memang terbaik. Terbaik dalam dijadikan mesin ATM." Astagfirullah. Laras membiarkan Ibu pergi, tanpa menjawab kalimatnya. Laras menyesal sudah membatin Ibu dengan kalimat barusan. Dulu saat dia masih bayi, begitu banyak pengorbanan Ibu bahkan sampai dia belum bekerja. Ibu tidak pernah mengeluh dan perhitungan. Sekarang Ibu meminta uang, Laras malah mengatakan hal tadi. Laras kecewa dengan dirinya sendiri. Dengan hati kecewa, Laras menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Besok harus bangun pagi agar tidak telat bekerja. *** Ibu menyiapkan nasi goreng sisa nasi kemarin. Laras dan Ibu duduk saling berhadapan, menikmati piring berisi nasi goreng. Sudah berulang kali Ibu membangunkan Masayu agar sarapan bersama mereka, baru sekang dia terbangun. Melihat nasi goreng di atas meja, Masayu mengerutkan kening. "Bu, kalau cuma masak nasi goreng mending enggak perlu bangunin aku deh." Masayu mendengus kesal. Sudah beberapa hari Ibu masak nasi goreng untuk sarapan agar mengirit keuangan. "Mbak, mbak kan cuma makan aja, jangan kebanyakan protes." Celetuk Laras, sedikit membanting sendok dengan kesal, menghasilkan bunyi yang membuat Masayu membulatkan mata. "Kenapa? Mbak mau marah lagi?" "Mentang-mentang kamu kerja, kamu songong ya? Inget, aku ini Kakakmu, tolong hormati aku." Ketus Masayu, memutar tubuh, lalu masuk ke kamar lagi. "Sabar, Nak. Tolong ngalah ya sama Mbakmu itu. Kamu harus paham kalau dia sedikit depresi." "Bu, jangan terlalu manjain Mbak Masayu. Nanti Ibu yang sakit hati sendiri. Ibu harus jaga kesehatan, ya?" Sahut Laras, memelas. Ibu diam. Hanya kepalanya yang bergerak mengangguk paham. Untung saja Ibu berhasil menahan air mata agar tidak jatuh di depan Laras. Anak bungsunya itu sungguh mengharukan, berbeda dengan anak sulung yang selalu mengecewakan hati. Namun, Ibu tetap harus berbuat adil termasuk pada Masayu yang menurut Ibu dia anak spesial. Masayu sudah lama depresi karena tak kunjung menikah, sehingga Ibu harus memaklumi hal itu. "Ibu, kenapa diem aja? Maaf ya kalau Laras menyakiti hati Ibu." Laras menghela napas panjang, tidak bermaksud berkata seperti tadi. "Maaf ya, Ibu selalu merepotkan kamu." "Bu, Laras enggak merasa direpotkan kok." Sahut Laras, senyumnya merekah membuat Ibu juga ikut tersenyum. "Laras pengen Ibu sehat terus. Ibu jangan banyak pikiran ya." "Terima kasih ya, Nak." Ibu semakin melebarkan senyuman, bersyukur memiliki seorang anak yang baik seperti Laras. *** Laras duduk di lobi menunggu Hafid menemuinya. Kali ini jadwal mereka bekerja sama yaitu pukul 08.00 WIB. Laras bekerja di sebuah kantor Call Center. Jadwal kerja dia memiliki waktu yang tidak menentu, namun Laras lebih menyukai masuk pukul 08.00 WIB. Beberapa menit kemudian, Hafid mulai terlihat dari pengelihatan Laras. Tak membutuhkan waktu lama, mereka segera bertemu. "Kenapa Mas minta aku nunggu disini?" Tanya Laras penasaran. Hubungan mereka akhir-akhir ini memang dekat namun belum serius. "Ini makanan buat kamu." Hafid yang menenteng tas kain berisi potongan kue cokelat, segera menyodorkan pada Laras. "Aku yang buat, lho." Laras mengerucutkan bibir, seakan tidak percaya oleh perkataan Hafid. "Bohong banget " Sahut Laras, berpura-pura ketus namun masih melebarkan senyum. "Aku buka ya, Mas?" Hafid mengangguk setuju. Sebuah kotak makanan berisi beberapa potongan kue berlapis cokelat membuat Laras bahagia. Terlebih lagi Hafid, tutut bahagia juga melihat Laras tersenyum. Tidak menolak pemberiannya juga. Hafid sudah lumayan lama menyukai Laras. Wanita itu bertubuh tinggi, berkulit putih, dan berhidung mancung. Hampir sebagian karyawan kantor selalu membicarakan Laras, bahkan mereka saling berebut untuk meluluhkan hati Laras. Sayangnya, Laras lebih tertarik pada seorang Team Leader bernama Hafid. Pria yang memiliki hidung mancung, bertubuh tinggi juga menjadi daya tarik bagi Laras. Hafid juga sangat lembut, perhatian, dan tentu saja baik. "Aku suka sekali, Mas. Boleh aku coba ya, Mas?" Hafid masih mengangguk, tanpa bersuara. Senyumnyapun juga masih juga menghiasi wajahnya. Sorot mata Hafid tak juga berpaling dari wajah ayu si Laras. "Serius, ini enak banget." Seru Laras. Tangannya mengambil sepotong kue menggunakan garpu, lalu menyuapkan pada Hafid. Hafid tercengang melihat perlakuan Laras untuknya. Perlu menunggu sedikit lama bagi Laras agar Hafid membuka mulut. Setelah satu menit berlalu, akhirnya mulut Hafid terbuka lebar. Hafid juga terkejut merasakan kue buatannya seenak ini. "Aku harus buka toko kue deh kayaknya." "Setuju, nanti aku yang ngelola keuangannya ya?" "Ah, maksudnya?" Hafid masih memasang wajah terkejutnya, lagi. Dia berpikir kalau Laras berniat mau menjadi istrinya, sehingga berkata seperti itu. "Becanda, Mas. Lupain aja." Laras beranjak berdiri, sambil membereskan kotak makan pemberian Hafid. Lalu, memasukkan ke dalam tas. "Yuk, masuk. Hampir telat, Mas." "Iya, kalau kamu telat, Mas enggak bisa bertanggungjawab." Laras menggeleng sambil menepuk keras bahu Hafid sembari berjalan menuju ke loker menyimpan barang-barang mereka.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.3K
bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.5K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.7K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook