2. Misi Berhasil!

998 Words
Sembari menyetir Gayatri membaca sekali lagi kertas yang diberikan Ussy. Setelah memuji Ussy setinggi langit tadi pagi, akhirnya ia berhasil juga mendapatkan alamat rumah Iwas. Di sana tertulis jalan Mahoni nomor 121. Saat tiba di simpang empat Gayatri membelokkan mobil ke kanan mengikuti ancer-ancer dari Ussy. Benar saja. Ada plang jalan berwarna hijau dengan tulisan jalan Mahoni. Gayatri melambatkan laju kendaraan. Ia harus mencari nomor 121. Setelah berkendara beberapa saat Gayatri sampai juga ke rumah Iwas. Ada tulisan 121 di satu rumah sederhana nan asri. Rumah Iwas tentu saja. Setelah keluar dari mobil, Gayatri meragu. Ia takut masuk ke dalam rumah, karena sudah pasti ada Pak Ilham di dalamnya. Bisa diamuk Pak Ilham jika dirinya ketahuan agresif ingin mengajak putranya keluar. "Gue telepon aja ah." Gayatri mengeluarkan ponsel dari tas ranselnya. Berbekal nomor ponsel yang juga ia dapat dari Ussy, Gayatri menekan kontak nama Iwas. Panggilan pertama tidak dijawab. Gayatri mencoba peruntungannya dengan menelepon sekali lagi. Panggilannya juga tidak dijawab. Gayatri putus asa dan nyaris mematikan panggilan, sebelum sebuah suara bariton singgah dipendengarannya. Iwas mengangkat teleponnya. "Hallo, siapa ini?" "Hallo, Bang. Saya, Gayatri." "Gayatri siapa?" "Gayatri yang kemarin menemui Abang di parkiran." Hening. "Kamu mau apa?" "Mau mengajak Abang ke ulang tahun teman saya Sabtu besok. Kemarin 'kan sudah saya bilang." Hening lagi. "Saya tidak bisa. Saya harus menjaga ayah saya." "Acaranya nggak lama kok, Bang. Dari jam tujuh sampai sepuluh malam saja." Maaf ya, gue bohong. "Kalau Abang tidak berani meminta izin Pak Ilham, saya saja yang mengatakannya ya, Bang? Saya sekarang ada di depan rumah Abang soal." Gayatri nekad mengancam Iwas. "Tidak perlu! Kamu ini aneh. Kita tidak saling kenal. Kenapa kamu meminta saya menemanimu? Berikan alasan yang sebenarnya. Kalau alasan kamu masuk akal, akan saya pertimbangkan." "Ini permintaan ulang tahun teman saya, Bang. Kalau permintaannya Abang rasa aneh, itu karena ia mau membalas keisengan saya. Minggu lalu saya meminta hadiah ulang tahun yang sama. Saya memintanya membawa salah seorang teman sebagai hadiah ulang tahun saya." "Jadi dia gantian memintamu membawa saya? Memangnya temanmu itu punya kepentingan apa ingin saya datang?" Pengen tahu lo itu gay atau nggak? Batin Gayatri. "Saya tidak tahu, Bang. Pokoknya dia meminta saya membawa Abang aja. Abang setor muka lima belas menit pun jadi, Bang. Pokoknya asal Abang datang saja. Mau ya, Bang? Tolong saya satu kali ini saja," bujuk Gayatri memelas. Terdengar helaan napas kasar. "Kalian ini ada-ada saja tingkahnya. Ya sudah, saya akan menemanimu tiga puluh menit di sana. Setelahnya saya akan pulang. Bagaimana?" "Terima kasih, Bang. Saya setuju. Saya akan menjemput Abang Sabtu besok jam setengah tujuh malam ya, Bang?" Gayatri lega. Akhirnya Iwas setuju juga. "Tidak perlu. Saya akan datang sendiri ke sana. Kamu kirim saja alamatnya." "Baik, Bang. Begitu pun boleh." Setelah menutup telepon, Gayatri meninju-ninju udara. Akhirnya ia berhasil juga membujuk Iwas. Misinya berhasil. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil Gayatri masuk ke dalam mobil. Satu masalah bisa teratasi. Saatnya kembali pulang ke rumah. *** "Non Ratri ke pesta ulang tahun temannya Non di antar Mang Diman saja ya, Non?" Bik Dedeh yang sedang mengamati anak majikannya berdandan khawatir. Bukan apa-apa, kedua majikannya saat ini masih berada di luar. Ia takut kalau kedua majikannya marah apabila putri tunggal mereka keluar malam sendirian. Kedua majikannya ini memang sangat ketat menjaga putri mereka. "Nggak usah, Bik. Biar Ratri pergi sendiri saja. Rumah Citra dekat kok dari sini," tolak Gayatri sembari merapikan anak-anak rambutnya. "Lagi pula tidak lama kok, Bik. Paling lama jam sepuluh Ratri udah sampai di rumah. Ratri tidak mau mengganggu istirahat Mang Diman." Gayatri menolak. Bisa ketahuan kalau ia mengajak laki-laki apabila ia diantar Mang Diman. "Ya sudah kalau Non maunya begitu. Tapi telepon bapak dan ibu dulu ya? Bibik takut disalahin." "Ya jangan dong, Bik. Kalau di telepin nanti pasti Ratri nggak dikasih izin. Bibik tenang aja, Ratri akan pulang sebelum bapak dan ibu pulang. Biasanya kalau menjenguk Bude Ratih, mereka 'kan pulangnya tengah malam. Nunggu si Bude tidur dulu. Jadi aman, Bik." "Tapi Bibik takut dimarahin, Non. Non juga pasti diamuk Bapak kalau ketahuan," ujar Bik Dedeh lagi. "Ya kalau begitu jangan sampai ketahuanlah," sahut Gayatri enteng. "Bibik tahu sendiri kan kalau ayah dan ibu itu keras banget. Apa-apa nggak boleh. Alasannya selalu sama ; karena ayah adalah pejabat sekaligus tokoh masyarakat. Ratri adalah putri mereka satu-satunya. Jangan membuat nama baik ayah menjadi buruk. Reputasi adalah hal terpenting bagi keluarga kita. Ratri bisa gila kalau terus dikurung di rumah begini. Bibik nggak kasihan sama Ratri?" Ratri sampai hapal semua alasan yang kerap disebutkan ayahnya. "Kasihan sih kasihan, Non. Tapi Bibik bisa apa? Bibik cuma orang gajian. Ya sudah, Non boleh pergi. Jaga diri Non baik-baik. Ingat, Non ini anak mentri. Jangan membuat malu diri sendiri dan orang tua." Bik Dedeh mengalah. Ia kasihan juga melihat anak majikannya kesepian. "Baik, Bik. Ratri pergi dulu ya? Bibik jangan khawatir. Ratri pasti akan menjaga diri dengan baik. Muach!" Gayatri mencium pipi Bik Dedeh. ARTnya ini memang baik dan lembut hatinya. Makanya Gayatri sangat menyayanginya. Setelah mengambil tas tangan, Gayatri pun berpamitan. Ia ingin secepatnya menghadiri ulang tahun Citra, agar bisa kembali secepatnya. Gayatri sama sekali tidak menduga, bahwa di acara ulang tahun Citra, akan terjadi sesuatu yang kelak akan menjungkirbalikkan kehidupannya. Sambil menghidupkan mesin mobil, Gayatri menelepon Citra. Ia ingin memberitahu temannya itu akan keberhasilannya membujuk Iwas. Dirinya adalah primadona sekolah. Mana boleh ia kalah seperti Tari cs. "Hallo, Cit. Hadiah lo akan segera tiba di depan biji mata lo." "Heh, akhirnya lo berhasil juga ya membujuk Bang Iwas? Nama Gayatri Harimurti memang bukan kaleng-kaleng. Hebat!" "Iya dong. Siapa dulu. Walau pun untuk ngusahainnya gue jungkir balik, kayang sambil lompat katak demi ngusahain kado lo ini." "Hehehe. Mantaplah. Seneng banget gue. Sekarang tinggal satu rencana lagi yang akan gue lakuin. Gue pengen liat dia bisa naps* apa nggak sama cewek. Kalau kagak, berarti fix, dia pecinta pedang-pedangan." "Kalo dia naps*?" "Ya berarti dia normal dong, Tri. Ya udah lo jangan kelamaan ngomong. Ke sini aja cepetan. Gue udah nggak sabar pengen ngetest dia." "Oke. Sebentar lagi kami pasti nyampe."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD