Bagaikan Tersambar Petir

1556 Words
Hari ini, Caca melakukan kunjungan untuk memeriksa pasien-pasiennya. Sudah menjadi kebiasaan para dokter akan berkeliling untuk memantau perkembangan semua pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Sepanjang hari dilalui Caca dengan lancar. Tanpa terasa semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Caca telah ia selesaikan semuanya. Dokter cantik itu pun lantas membereskan mejanya untuk bersiap pulang. Kali ini tubuhnya terasa lelah sekali. Entah apa penyebabnya hingga tubuhnya terasa remuk seperti kekurangan energi. Caca ingin segera sampai di rumah dan langsung berendam di air hangat. Wanita itu berharap tubuhnya akan terasa segar kembali setelah ia berendam di dalam bathup. Di koridor rumah sakit, Caca selalu merasa tidak tenang. Wanita itu berjalan dengan sedikit tergesa-gesa agar tidak sampai bertemu dengan Erlan. Ya … selama ini rekan sejawatnya yang sekaligus juga mantan kekasihnya telah menjadi momok yang menakutkan bagi perempuan itu. Bukan karena apa, akan tetapi Caca hanya tidak ingin bertemu dengan lelaki yang pernah menyakiti hatinya. Ia tidak ingin mengingat luka lama yang sepertinya masih bersemayam di dalam hatinya. Akhirnya Caca sampai diparkiran dengan aman. Ia pun bergegas memasuki mobil untuk segera meninggalkan area rumah sakit. Namun, sepertinya keinginannya harus tertunda karena ada Dewandaru yang berteriak memanggil namanya. “Dokter Caca …!” panggil Dewa dari arah kanan. Dokter tampan itu tampak berjalan menghampiri Caca dengan berlari kecil. Ya … Dewa baru saja melihat Caca yang keluar dari lobi samping rumah sakit untuk menuju parkiran. Caca yang hendak membuka pintu pun, akhirnya mengurungkan niatnya. Perempuan cantik itu kemudian membalikkan badannya dan mata indahnya mencari ke arah suara yang memanggil namanya. “Dokter Dewa …!” gumam Caca. Setelah keduanya saling berhadapan, keduanya terlihat obrolan ringan. Tanpa mereka sadari dari kejauhan ada sepasang mata yang terus melihat interaksi dua orang yang berlawanan jenis tersebut. “Dokter Caca mau pulang?” tanya Dewa berbasa-basi. “Iya Dok,” jawab Caca tampak terpaksa. Dewa yang menyadari adanya perubahan pada diri lawan bicaranya, seketika tampak terdiam sejenak. Lelaki itu tidak ingin membuat perasaan Caca tidak nyaman terhadapnya. “Dokter keliatan lelah banget, apa perlu saya antar?” tanya Dewa mencoba menawarkan diri. “Oh … nggak usah, Dok. Saya bisa pulang sendiri, kok. Hanya kecapekan nggak berarti saya nggak bisa pulang sendiri, kan? Hehee …,” tanya balik Caca. “Hehee … oke, kalau begitu hati-hati dijalan,” ucap Dewa pada akhirnya. Lelaki itu tidak ingin membuat mood Caca semakin buruk dengan perbincangan yang penuh dengan basa-basi tersebut. Bagaimanapun ia harus bisa membuat Caca merasa nyaman dengan dirinya karena ia ingin menarik hati perempuan yang saat ini tengah ada di hadapannya. “Maafin saya ya, Dok. Saya harus pulang secepatnya karena ada urusan yang mendesak,” ucap Caca pada Dewa. Beberapa saat kemudian, keduanya pun berpisah. Caca bergegas melajukan mobilnya pulang ke apartemen milik Andra, sedangkan lelaki yang melihat interaksi keduanya dari kejauhan tampak sedang menatap dengan rasa tidak sukanya dan kemudian ia pun ikut melajukan mobilnya meninggalkan parkiran. Tak memerlukan waktu lama akhirnya Caca telah sampai di unit apartemen Andra. Wanita cantik itu tampak keheranan ketika melihat sepatu suaminya telah tergeletak di depan rak sepatu. Sudah hampir dua minggu suaminya tidak pulang tanpa mengabari dirinya yang statusnya sebagai istri sahnya. Namun, kini Andra telah pulang dan duduk dengan pakaian santainya. “Tumben mas Andra udah pulang,” batin Caca. Suaminya tampak duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Melihat istrinya yang baru saja masuk, membuat Andra langsung memalingkan wajahnya. Kemudian ia pun beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati Caca. Wanita yang berprofesi sebagai dokter itu melihat suaminya yang berjalan menghampirinya langsung mengerutkan dahinya. Selama menjadi istri seorang Affandra Bimantara baru kali ini suaminya mendatanginya terlebih dahulu. “Ca … ada sesuatu hal penting yang ingin aku bicarakan sama kamu,” ucap Andra dengan tatapan yang terlihat berbeda dari biasanya. Caca tampak masih terlihat kebingungan dengan maksud dari suaminya. Bahkan, Andra yang melihat istrinya masih terdiam, ia pun lantas menuntun Caca untuk duduk di sofa depan televisi. Caca tampak semakin bingung dengan perubahan sikap Andra terhadapnya. Selama dirinya menjadi istri Andra, baru kali ini lelaki itu mau bicara panjang ketika mereka hanya berdua. Jangankan berbincang, keduanya bahkan seakan hidup layaknya orang asing meskipun di bawah atap yang sama. Kali ini sikap Andra benar-benar telah membuat hati seorang Brinda Osha terheran-heran. Setelah membimbing duduk Caca, Andra langsung berjalan menuju dapur. Tak lama kemudian lelaki itu kembali sambil membawa segelas air mineral untuk sang istri. “Minum dulu, kamu pasti haus,” pinta Andra sambil menyodorkan gelas yang ada digenggamannya. Lagi-lagi Caca dibuat kebingungan dengan sikap suaminya, tapi dokter cantik itu menerima gelas dari tangan suaminya. Tampak mata almondnya terus menatap ke dalam manik mata elang suaminya tanpa berkedip. Detik kemudian, Andra tampak mendudukkan dirinya tepat di sebelah Caca. Lelaki itu bahkan terus menatap lekat ke arah sang istri. Ia tahu jika istrinya saat ini sedang bingung dengan sikapnya. Namun, apa yang hendak ia sampaikan pada istrnya jauh lebih penting daripada sebuah kebingungan Caca. “Aku mau minta tolong agar kamu bersedia menjadi dokternya Luna,” pinta Andra tanpa merasa bersalah. Caca terlihat mengerutkan dahinya. Perempuan itu tidak mengerti dengan maksud dari ucapan sang suami. Bahkan, nama yang disebut oleh suaminya terdengar begitu asing bagi dirinya. Melihat istrinya tampak kebingungan dengan ucapannya, Andra pun langsung menceritakan semuanya. Tidak ada satu pun yang dia tutupi. Ia hanya ingin Caca dapat mengerti dirinya. Berbeda dengan Caca, wanita itu tampak terkejut bukan main. Bahkan, apa yang keluar dari mulut suaminya bagaikan petir yang menyambar dirinya. “Dia sekarang masih berada di Malaysia dan rencananya dalam waktu dekat dia akan balik ke tanah air,” ucap Andra kembali. Akhirnya perasaan kebingungan Caca terjawab, ketika suaminya menyampaikan satu permintaan yang membuat wanita itu seperti tersambar petir di siang hari. Andra meminta dirinya untuk menjadi dokter yang merawat Luna, mantan kekasih lelaki itu. Mungkin ini jawaban yang Tuhan berikan setelah berminggu-minggu suaminya tidak pulang. “Please, Ca! Aku mohon bantu Luna untuk sembuh dari penyakitnya. Cuma kamu satu-satunya dokter yang aku percaya. Aku nggak mau lihat Luna tersiksa seperti ini, Ca,” pinta Andra dengan tatapan penuh harap. Bahkan, lelaki itu tak ragu untuk berlutut di hadapan Caca. Apa pun akan ia lakukan agar istrinya bersedia untuk menjadi dokter Luna. Saat ini mantan kekasihnya memang masih berada di negeri orang. Andra harus mempersiapkan segalanya sebelum Luna kembali ke tanah air. Ia ingin ketika mantan kekasihnya datang, segalanya telah siap. Lelaki itu hanya tidak ingin Luna mempersiapkan sendirian di tengah tubuh perempuan itu yang sedang sakit. Caca tampak tersenyum getir. Lelaki di hadapannya saat ini sedang memohon agar wanitanya dirawat oleh dirinya. Hati Caca merasa miris dengan situasi saat ini. Apakah Andra tidak sadar, jika hati perempuan itu benar-benar sakit ketika mendengar suaminya sendiri tengah memohon untuk wanita lain. Sebagai seorang dokter, tentu Caca tidak boleh menolak permintaan suaminya. Bahkan, melihat suminya berlutut padanya untuk wanita lain membuat Caca seperti tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Istri mana yang bisa menerima kehadiran perempuan lain, terlebih lagi itu merupakan cinta pertama suaminya. Namun, jika mengingat surat perjanjian yang pernah ia sepakati bersama, membuat Caca tidak bisa berbuat apa-apa. “Akan aku usahakan, Mas,” jawab Caca pada akhirnya. Lagi-lagi senyuman getir itu Caca tunjukan ke arah Andra. Namun, sepertinya itu tidak Andra sadari karena sepertinya pikiran lelaki itu sedang fokus kepada wanitanya. Akhirnya dengan hati yang hancur, Caca mengabulkan permintaan suaminya. Seketika itu mata indah Caca melihat ada binar disorot mata suaminya. Bahkan, lelaki itu juga terlihat menyunggingkan senyumannya. Di mana sebuah senyuman yang tidak pernah ia lihat selama menjadi istri Andra. “Sepenting itukah kehadiran Luna di hati kamu, Mas?” tanya Caca dalam hati. Apa yang Caca harapkan dari pernikahan ini? Nyatanya mereka menikah karena perjodohan yang dilakukan oleh para orang tua. Saat ini satu yang Caca tahu, jika suaminya benar-benar tidak pernah memiliki rasa apa pun terhadap dirinya. Bahkan, untuk berusaha menerima perjodohan sialan ini saja, sepertinya Andra tidak mau. Di sini hanya Caca yang berusaha sendirian untuk menerima pernikahan yang sebenarnya juga tidak pernah dia inginkan. Namun, demi perusahaan papanya dan membahagiakan kedua orang tuanya, Caca berusaha untuk menerimanya. Ternyata pada kenyataannya berbeda dengan Andra. Lelaki itu memperlakukan dirinya sebagai istri di atas kertas saja. Sejak pembicaraannya kala itu, Andra semakin tidak pernah kelihatan. Lelaki itu memang tidak pernah pulang. Bahkan, sudah hampir dua minggu ini lelaki itu tidak pulang ke apartemen sejak pembicaraan mereka di ruang tengah pada waktu itu. Caca sendiri, bahkan tidak mengetahui di mana keberadaan suaminya. Selama itu pula, Caca tidak berani menemui kedua orang tua ataupun mertuanya. Wanita itu hanya belum siap ketika ada pertanyaan mengenai suaminya yang ditujukan padanya. Caca selalu menggunakan alasan sibuk karena ada jadwal operasi sebagai alasan untuk menghindari pertemuan keluarga. Memang yang mereka ketahui profesi Caca memang sangat melelahkan ketika berhadapan dengan meja operasi. “Apa yang akan aku katakan kalau para orang tua menanyakan kamu, Mas?” tanya Caca dalam hati. Perempuan itu sangat yakin di dalam hatinya jika saat ini Andra pasti sedang menemani Luna. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana suaminya tersenyum ketika dirinya menyanggupi permintaan suaminya. “Ingatlah, Ca! Kamu hanya istri di atas kertas bagi suami kamu sendiri,” lirih Caca mencoba mengingatkan dirinya sendiri. Kalimat itulah yang terus diucapkan Caca terhadap dirinya sendiri. Ia hanya ingin mencoba menghibur dan mengingatkan dirinya agar tidak semakin larut ke dalam hatinya. Apa salah jika Caca mulai berharap dengan pernikahannya? Apa salah jika Caca mulai menyukai suaminya sendiri?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD