"Aku ceraikan kamu. Pergi dari rumah ini sekarang, aku tidak sudi melihat wajahmu lagi. Oh ya, bawa sekalian anak yang sudah kau lahirkan!"
Seorang pria memberikan sebuah koper berisi pakaian seorang wanita berparas cantik dengan penampilan biasa bernama Estiana Purwanti berserta anaknya Arya.
"Aku salah apa? Tiba-tiba diusir dari rumah ini?" protes Esti pada pria itu.
"Aku akan menikah dengan perempuan lain, sebelum aku menikah dengannya, kamu harus pergi dari rumah ini sekarang juga!"
"Tapi kan ini rumahku, rumah orang tuaku, kenapa aku yang harus pergi dari rumah ini?" Esti tidak terima dengan keputusan sepihak mantan suaminya.
"Kamu lupa kalau rumah ini sudah aku balik nama atas nama aku. Sudah cepat pergi, surat cerainya akan aku berikan secepatnya, paling tidak satu bulan dari sekarang. Kamu tidak perlu capek bolak balik ke pengadilan, semua aku yang akan mengurusnya. Pastikan nomor HP-mu selalu aktif dan tidak diganti!"
Pria itu membanting pintu dengan kasar, membuat Esti dan Arya terkejut. Esti membuka pintu rumah itu, tetapi pintu telah dikunci dari dalam. Dengan perasaan marah perempuan itu menggedor pintu dengan keras.
"Buka pintu! Aku mau masuk. Aku tidak rela rumah ini diambil, ini rumahku!" Esti terus berteriak di depan pintu, tetapi Bastian tidak juga membukakan pintu.
Esti mengusap wajah dengan kasar sambil menahan amarah dalam d**a. Dengan perasaan terpaksa dia tinggalkan rumah itu bersama Arya dan koper yang diberikan Bastian.
"Kita mau pergi ke mana, Ma?"
Pertanyaan Arya menahan langkah Esti. Dia tersadar jika mereka tidak memiliki tempat lain yang dituju. Orang tua Esti sudah meninggal lima tahun yang lalu. Dia juga tidak memiliki saudara di kota besar itu.
"Ya Tuhan, ke mana kami harus pergi?" gumam Esti.
Lama dia terdiam, tidak menjawab pertanyaan Arya katena dia terus berpikir tujuan mereka saat itu. Perempuan itu teringat pada seseorang yang dulu pernah bekerja di rumah orang tuanya.
"Oh ya, aku tahu rumah mak Entin, lebih baik aku pergi ke sana saja."
***
Tepat jam 7 malam Esti tiba di depan rumah Entin. Esti mengetuk pintu rumah yang dari luar terlihat nyala lampu di dalam. "Pasti Bu Entin ada di dalam," batin Esti dengan yakin.
Entin membuka pintu dan terkejut saat melihat Esti berada di hadapannya bersama seorang pria kecil yang berdiri di sebelahnya.
"Mbak Esti?"
Entin menyapa dan memeluk erat Esti. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Sejak orang tua Esti meninggal, Entin dipecat dari sana oleh Bastian, tepatnya lima tahun yang lalu.
"Ayo masuk, Mbak."
Esti mengajak Arya masuk ke rumah Entin. Entin membantu Esti membawa koper ke dalam rumah. Entin meminta Esti duduk di kursi yang ada di ruang tamu rumahnya. Dia hanya tinggal sendiri, suaminya sudah lama meninggal sedangkan Entin tidak ada niatan untuk menikah lagi.
"Mbak Esti kok ke sini sambil bawa anak dan koper ada apa?"
Esti tidak menjawab pertanyaan Entin, bulir bening mengalir dari kedua matanya. Melihat Esti yang menangis, Entin hentikan rasa penasarannya. Dia mengajak Esti dan anaknya menuju meja makan.
"Makan dulu Mbak Esti. Mbak Esti pasti belum makan malam kan? Saya ada makanan sedikit, cukup untuk Mbak Esti dan anak Mbak."
"Terima kasih, Mak. Ayo makan bareng sekalian. Aku enggak enak kalau makan enggak bareng Emak."
"Ayo, kita makan sama-sama."
***
Pagi hari sebelum Entin berangkat ke rumah majikannya, Esti memaksa untuk ikut ke rumah majikan Entin.
"Mak ayolah, aku ikut kerja sama Mak ya! Enggak enak diem di rumah ini berdua aja sama Arya. Tambah lagi aku cuma makan tidur di sini. Siapa tahu di rumah majikannya Emak ada kerjaan buat aku juga."
"Jangan Mbak Esti, sebaiknya Mbak di rumah aja sama Nak Arya. Kasian kalau dia dibawa di rumah majikannya Mak. Enggak ada tempat main untuk anak-anak di sana."
Esti berdecak kesal, tidak terima keputusan Entin. "Ayolah, Mak. Aku bisa kok ngerjain kerjaan rumah, masak, nyapu, ngepel aku bisa semua."
"Loh Mbak Esti belajar dari mana?" Entin merasa heran dengan anak majikannya dulu yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, kini bisa melakukan itu semua.
"Ngurus anak juga aku bisa, Mak. Aku belajar sendiri, sejak Mama dan Papa meninggal aku yang kerjain semua kerjaan rumah."
Entin terkejut mendengar cerita Esti, tidak menyangka Esti bisa berubah menjadi rajin dan mau mengerjakan semua kerjaan rumah. Namun, dia tetap kukuh melarang Esti untuk ikut bekerja dengannya.
Entin pamit pada Esti, berangkat ke rumah majikannya. Rumah majikan Entin tidak jauh dari rumahnya. Hanya berjarak 1km saja. Hanya dengan berjalan kaki, Entin akan tiba di rumah majikannya.
Tanpa disadari oleh Entin, ternyata Esti mengikutinya dari jarak aman. Saat Entin sudah berada di ruang majikannya, sedang menjemur pakaian, Esti masuk mendatangi Entin. Entin terkejut melihat kedatangan Esti memintanya untuk tidak banyak melakukan aktivitas di sana agar tidak menjadi perhatian majikannya Entin.
"Entin kamu bisa enggak ke apartemen anak saya? Hari ini dia pulang dari Jerman, apartemennya belum dibersihkan pasti banyak debu di sana. Gimana?" Suara pemilik rumah yang mendatangi Entin di halaman belakang rumah.
Esti mendapat ide, tiba-tiba muncul menghadap majikannya Entin.
"Biar saya aja Nyonya yang bersihkan apartemen itu, mak Entin pasti banyak kerjaan di rumah ini, kan."
"Kamu siapa?" Nyonya rumah membulatkan matanya karena belum pernah melihat Esti.
"Saya lagi cari kerjaan baru, Nyah. Nama saya Esti, siapa tahu Nyonya ada kerjaan buat saya kan? Tapi itu saya mau Nyah bersihkan apartemen punya Tuan anak Nyonya. Kerjaan saya rapi dan bersih."
"Hmm ... boleh juga. Sepertinya saya memang butuh pembantu baru untuk bekerja di apartemen anak saya. Ok, kamu ikut saya."
"Mbak Esti ...," ucap Entin lirih.
Esti berjalan mengikuti nyonya rumah untuk berangkat ke apartemen anaknya. Si nyonya memberikan kunci apartemen dan tugas yang harus dilakukan Esti di rumah itu. Esti paham dan segera berjalan ke depan rumah.
Tiba di depan rumah, mobil dan supir sudah siap mengantarkan Esti ke apartemen yang dituju. Entin mengantar Arya ikut bersama Esti.
Perjalanan ke apartemen ditempuh dalam waktu satu jam. Di perjalanan Arya tertidur pulas. Sampai di apartemen yang dituju, Esti membangunkan Arya. Menggendong anaknya menuju unit yang kuncinya sudah dia kantongi.
Esti membuka pintu unit apartemen sambil menggendong Arya. Susah payah dia membuka pintu hingga akhirnya berhasil membuat pintu itu terbuka.
Esti menurunkan Arya saat menginjakkan kakinya masuk ke apartemen. Apartemen dengan ukuran yang cukup luas. Ada ruang tamu dengan sofa dan meja, ruang tengah dengan TV dan sofa panjang untuk duduk, serta ada dua kamar yang besar, dapur dan ruang untuk mencuci dan menjemur pakaian.
Di teras apartemen ada beberapa pot dengan tanaman yang tidak terawat. Esti melihat alat pembersih seperti sapu, pel dan alat pembersih lainnya yang terletak di dekat dapur. Dengan sigap dia mulai membersihkan apartemen itu mulai dari ruang tamu, pindah ke ruang tengah. Arya berada di salah satu kamar yang ada di sana. Dia biarkan bermain sendiri, saat Esti membersihkan apartemen. Kamar itu akan menjadi tempat terakhir yang akan dia bersihkan.
Selama dua jam Esti berkutat dengan pekerjaan membersihkan apartemen, dia mulai merasa lelah dan lapar. Esti menuju kamar terakhir yang harus dia bersihkan. Dia masuk kamar, menyapu, mengepel, dan mengelap debu-debu yang terlihat. Esti juga mengganti sprei yang dia ambil dari lemari yang ada di kamar itu. Karena merasa lelah dan lapar, Esti pun mulai mengantuk. Dia beristirahat sejenak di kasur yang ada di kamar itu bersama Arya.
Saking lelahnya Esti, Tidak terasa dia sudah tidur sampai jam 7 malam. Dia merapikan kamar itu dan keluar, bermaksud untuk kembali ke rumah Entin. Namun, dia lupa jika dia tidak memiliki uang sepeser pun. Dia pikir dia akan berjalan kaki lagi malam ini menuju rumah Entin.
Esti berjalan mendekati pintu saat seseorang pria masuk membawa koper. Dia adalah pemilik apartemen yang sudah Esti bersihkan. Anak dari nyonya tempat Entin bekerja. Esti merasa syok saat melihat pria itu menampakkan wajahnya. Seseorang yang pernah kenal dan dekat dengan Esti saat mereka masih kuliah.
"Angga? Angga Danantya?"
"Esti? Ngapain kamu di sini?" tanya Angga merasa tidak percaya bertemu dengan mantan pacarnya saat kuliah dulu.