Bian termangu. Ia nyaris tidak percaya bahwa wanita sederhana di depannya ini adalah Seruni. Seruninya. Seruni yang selalu malu-malu kala ia tatap, dan yang selalu maklum kala ia melakukan keteledoran. Seruni juga mudah memaafkan apabila ia melakukan kekhilafan. Seruni memang sebaik itu. Mengapa Seruni sekarang jadi seperti ini? Kata-katanya begitu tajam bahkan kasar. Ia tidak mengenali Seruni yang ini. "Kenapa kamu jadi sekasar ini Seruni? Ke mana Seruni yang Mas kenal dulu?" desis Bian kecewa. "Dia sudah mati. Mati karena terus dicekoki kepahitan di sana sini. Sudahlah, kita hentikan saja pembicaraan tidak berfaedah ini. Ingat, boss kamu memerintahkan agar kamu menunggu di lobby. Bukan di sini. Kenali posisimu kalau kamu tidak mau dipecat," sembur Seruni sadis. Tajamnya kalimat Serun