Your Presence is not a Wound

1212 Words

 Abi mengayuh sepeda dengan santai. Di boncengannya, Ami memeluk erat-erat pinggang Abi. Kedua tangan Ami saling menggenggam erat. Pasalnya, ini kali pertama Ami naik sepeda, wajar saja dia sangat ketakutan. Tangan kiri Abi melepas setiran, diusapnya secara pelan punggung tangan Ami yang melingkar erat di pinggangnya. “Mungil, jangan kenceng-kenceng, gue susah napas.” “I-iya, Kak,” sahut Ami terbata. Sedetik kemudian, bibir Ami mengerucut. “Lagian, Ami takut naik sepeda. Dan lagi, di sini ramai. Apa Kak Abi nggak takut nabrak orang?” “Nggak, lah.” Abi terkekeh. “Nikmatin aja. Gue nggak kenceng, kok, bawanya.” Ami mencoba menuruti perintah Abi. Badannya yang tadi menegang, kini perlahan mencoba rileks. Ami juga mengendurkan pelukannya. Saat detak jantungnya kembali normal, pelan-pelan A

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD