Tiga

1522 Words
Rabu (13.00), 12 Mei 2021 ------------------ Berusaha melupakanmu sama sulitnya dengan mengingat seseorang yang tak pernah kukenal. Tatapanmu membuatku lupa bagaimana caranya bernafas. Senyummu mengaburkan duniaku hingga hanya dirimu yang tampak. Bisakah esok hari kau datang dengan membawa hatiku yang telah kau curi? Freddy Keegan *** Kata-kata gombal yang dikirim polisi penggoda itu lewat sms semalam, masih terus terngiang di benak Ratna. Dia sangat benci lelaki gombal. Terus-menerus mengganggu seperti semut yang menemukan madu. Sebelumnya Ratna tidak pernah mengkhawatirkan spesies semacam itu. Dengan sekali penolakan yang tegas dan mengabaikannya, lelaki semacam itu pasti akan mundur menjauh. Spesies itu tidak sungguh-sungguh menginginkan wanita yang digombalinya. Mereka hanya ingin menunjukkan eksistensi dirinya. Namun Ratna tidak bisa mengenyahkan kekhawatirannya akan polisi itu. Sepertinya dia tipe orang yang tidak bisa menerima penolakan. Semakin ditolak dan semakin diabaikan, lelaki itu pasti akan semakin gencar mendekatinya. Setidaknya Ratna masih bisa bernafas lega karena polisi penggoda itu hanya memiliki nomer handphonenya yang tadi pagi sudah Ratna blokir. Selain itu Ratna hanya akan bertemu dengannya di perempatan lampu merah, dan itupun hanya sekilas karena Ratna bertekad tidak akan lagi terjebak tipuan polisi itu. Ratna sedikit was-was ketika motor yang dikendarainya semakin mendekati perempatan lampu merah tempat polisi itu berjaga. Ratna khawatir akan berjumpa lagi sekaligus penasaran kali ini apa yang akan dilakukan polisi itu jika melihatnya. Ratna memilih berkendara agak ke tengah, memastikan ada kendaraan lain di samping kirinya. Seperti biasa Ratna selalu terjebak lampu merah. Pandangannya fokus ke depan. Selang beberapa detik, wanita itu tidak sanggup lagi menahan diri untuk mencari sosok polisi penggoda itu. Ratna hanya melihat tiga polisi yang berjaga mengatur lalu lintas. Wanita itu menghembuskan nafas lega lalu mulai memacu motornya ketika lampu merah telah berubah hijau. Ternyata dugaannya salah. Polisi itu bukan ancaman yang harus Ratna khawatirkan. *** Ratna merangkul tumpukan kertas di dadanya sambil berjalan cepat ke ruang kerja pak Tio. Masih setengah jam sebelum jam kerja dimulai, tapi mobil pak Tio sudah bertengger di tempat parkir. Jantung Ratna berdetak keras. Apa bosnya itu masih dendam pada dirinya sehingga dia datang pagi agar memiliki alasan untuk memecat Ratna karena wanita itu telat membawa dokumen yang dimintanya? Ratna hanya bisa berharap bahwa pak Tio belum berada di ruangannya. Ratna menarik nafas panjang lalu segera membuka pintu ruangan pak Tio tanpa mengetuk. Pemandangan di depannya membuat Ratna kaget lalu segera menutup kembali pintu yang baru dibukanya dengan suara keras karena panik. Ratna tidak mampu lagi bergerak. Kakinya serasa berubah jadi jelly. Wanita itu hanya bisa menyandarkan punggung di tembok samping pintu ruangan pak Tio. Dia sudah memikirkan semua kemungkinan buruk sejak melihat mobil pak Tio di tempat parkir. Ternyata yang didapatinya adalah pemandangan menjijikkan si bos yang sedang bersetubuh dengan sekretarisnya. Jantung Ratna yang tadi berpacu cepat seiring langkahnya menuju ruangan pak Tio, langsung berhenti seketika melihat hal itu. Mendadak pintu ruangan pak Tio terbuka lalu keluar Mina yang telah merapikan pakaiannya. Wanita itu menatap Ratna sinis sebelum menghambur pergi. Ratna menunggu hingga hitungan ke sepuluh sebelum mengetuk pintu dengan ragu. Begitu terdengar suara pak Tio mempersilahkannya masuk, barulah Ratna membuka pintu. “Saya membawa dokumen yang anda minta, pak.” Jelas Ratna berusaha tenang. Pak Tio berdehem sejenak. Dia juga cukup malu karena aksinya dilihat salah satu pegawainya. “Letakkan saja di atas meja.” Setelah meletakkan semua dokumen itu, Ratna segera pamit namun pak Tio menghentikannya. “Aku dengar kemarin kau mengguyur Mina dengan sampah.” Ucap pak Tio tegas. Dia sudah berhasil mengembalikan wibawanya dan bermaksud mengintimidasi Ratna. Sikap Ratna yang biasanya tampak menghormati pak Tio kini berubah. Wanita itu menatap atasannya dengan sorot merendahkan. Kedua tangannya dilipat di depan d**a. “Saya diam bukan karena saya takut, pak. Tapi karena saya menghormati anda sebagai atasan saya. Asal anda tahu, apa yang terjadi antara saya dan Mina kemarin adalah urusan pribadi. Tidak ada hubungannya dengan kantor apalagi anda. Kalau anda membawa-bawa masalah pribadi kami ke dalam pekerjaan, saya juga akan membawa urusan pribadi anda dengan Mina, seperti yang baru saja saya lihat. Bukan hanya di kantor, tapi juga dalam keluarga anda.” Pak Tio menatap Ratna geram dan tampak ingin mengatakan sesuatu namun Ratna mendahului sambil mengacungkan telunjuknya pada pak Tio. “Ini bukan ancaman, pak. Saya membeberkan fakta di depan anda. Bahkan seandainya anda CEO perusahaan ini, saya penasaran berapa lama anda bisa bertahan dari hantaman skandal yang tersebar luas termasuk di luar kantor. Kalau anda tidak percaya ucapan saya, silahkan lakukan sesuatu yang merugikan saya karena alasan pribadi itu. Saya bersumpah tidak akan tinggal diam sebelum anda dan p*****r anda hancur.” Tanpa menunggu tanggapan, Ratna langsung berbalik keluar meninggalkan pak Tio yang melihatnya dengan tatapan tidak percaya. *** Freddy bersandar di bawah pohon besar sekitar seratus meter dari lampu merah. Dia tidak bisa menahan senyum mengingat tadi pagi. Wanita itu mencarinya. Ada pemantau kecil yang dipasang di tepi jalan setengah kilo dari pos polisi di lampu merah. Dari situ Freddy tahu bahwa Ratna sudah datang. Dia sengaja tidak menampakkan diri untuk melihat reaksi Ratna.  Kini Freddy sedang menunggu wanita itu pulang. Seminggu memperhatikan Ratna, Freddy sudah paham kapan wanita itu berangkat atau pulang. Tidak selalu tepat waktu tapi tidak pernah meleset jauh. Freddy berencana menghentikan wanita itu lagi. Ratna pasti kaget karena Freddy menunggunya di seberang jalan, bukan di tempat biasa. Momen itu akan dimanfaatkan Freddy untuk menyeret Ratna dari jalan. “Lagi kesambet, ya? Senyum-senyum sendiri di bawah pohon.” Freddy hanya menyeringai menanggapi rekannya. “Aku dapat kabar bahwa wanita itu sudah mulai masuk ke kawasan kita.” Mendadak Freddy terbahak sambil menepuk bahu rekannya. “Kalian lucu karena sangat bersemangat membantu perburuanku ini.” “Sebelumnya tidak ada polisi di sini yang mau susah payah mengejar wanita yang hanya ditemuinya sekilas di jalan. Kau membuat kami penasaran.” Dia juga tertawa. “Bersiaplah!” Freddy menyeringai ketika Ratna mulai terlihat. Dia meniup peluit keras lalu menghadang Ratna hingga membuat beberapa pengemudi menoleh. Dengan kedua tangannya Freddy mengisyaratkan pada Ratna untuk menepi. Wanita itu memelankan laju motornya karena kaget selama beberapa detik. Jaraknya dari polisi itu masih beberapa meter. Namun yang tidak diprediksi Freddy, Ratna malah menarik gas setelah mengetahui siapa yang menghadangnya. Freddy sadar tindakannya beresiko tapi kesempatan baik tidak akan datang dua kali, mumpung jalanan tidak terlalu padat. Dengan nekat dia mendekati arah laju motor Ratna yang berusaha menghindarinya. Jarak antara setir motor Ratna dan tubuh bagian kiri Freddy hanya sejauh satu ruas jari, namun Freddy langsung jatuh menghantam aspal dengan teriak kesakitan. Dia memegang bahunya sambil mengerang-erang menahan sakit. Ratna yang melihat Freddy terkapar di aspal dari kaca spion langsung mengerem. Orang-orang mulai berkerumun. Para pengendara yang melihat kejadian mulai menunjuk-nunjuk Ratna, membuat wanita itu panik. Seorang pria menghampiri Ratna dengan wajah beringas. “Eh, non. Kalau buta jangan naik motor. Jelas-jelas pak polisi minta kamu berhenti malah narik gas. Kenapa? Kamu pakai motor curian, ya?” Warga lain juga ikut memojokkan Ratna. Dia tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Beberapa saat kemudian dua orang polisi menghampiri Ratna. “Nona, kendaraan anda kami tahan. Sekarang anda harus ikut kami.” Salah satu polisi menjelaskan. Jantung Ratna berdetak hingga terasa menyakitkan. Dia langsung turun dari motornya lalu mengikuti polisi yang tadi bicara, sedangkan polisi yang lain membawa motornya. Beberapa warga membantu petugas kepolisian yang berusaha memasukkan Freddy ke mobil polisi. Lelaki itu mengerang keras hingga wajahnya memerah ketika ada yang tanpa sengaja mengenai bahu dan lengan bagian kirinya. Ratna makin panik membayangkan kemungkinan lelaki itu mengalami patah tulang. “Nona, anda juga harus ikut ke rumah sakit. Kami akan segera memproses kasus ini begitu mendapat keterangan dari dokter.” Ratna hanya menurut saja ketika ia di suruh masuk ke mobil polisi. Freddy dimasukkan melalui sisi yang lain lalu kepalanya rebah di pangkuan Ratna. Wanita itu menahan keinginan untuk mendorong Freddy menjauh darinya. Lelaki itu masih terus saja mengerang pelan, lalu dua polisi masuk ke kursi depan. Jujur saja Ratna tidak bisa menahan perasaan bahwa lelaki ini hanya akting. Ratna yakin tidak mengenai polisi itu. Tapi siapa yang tidak panik ketika banyak orang mengelilinginya sambil melempar tuduhan. Ratna hanya menunggu dengan kesal semua polisi ini berhenti berakting lalu menertawainya. Salah satu polisi di kursi depan berbalik menatap Freddy dengan cemas. “Jangan sampai tertidur, Freddy. Kau harus bertahan sampai di rumah sakit.” Polisi yang mulai mengemudi menyahut. “Tidak ada darah. Aku khawatir dia mengalami patah tulang jika melihat kerasnya dia jatuh.” Lalu mereka menatap tajam Ratna dengan pandangan mematikan. Ratna menelan ludah lalu menunduk menatap Freddy yang bernafas dengan berat dan keningnya berkerut seolah menahan sakit. Apa tadi Ratna benar-benar mengenainya? “Agus,” desah Freddy. Polisi yang duduk di depan langsung menoleh. “Tolong ambil ponsel di saku celanaku dan hubungi dr.Gabriel. Dia salah satu dokter ahli di rumah sakit terbesar di kota ini. Jelaskan saja tentang kondisiku agar dia bisa bersiap disana.” Suara Freddy semakin lemah. “Berhentilah bicara dan simpan tenagamu!” tegas Agus sambil merogoh ponsel Freddy dengan hati-hati. Ratna menggigit bibir sambil mengalihkan pandangan keluar jendela mobil. Pikirannya berkecamuk. Polisi yang mengemudi sedang konsentrasi ke jalan, sedangkan polisi yang dipanggil Agus sibuk menghubungi dr.Gabriel. Tanpa mereka sadari, Freddy menahan senyum jahilnya. ----------------- ♥ Aya Emily ♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD