Aku menyusuri deretan rak buku. Stok bukuku menipis dan aku harus segera lapor kepada pihak penerbit. Pihak penerbit yang menaungi ku juga sudah meminta aku menyerahkan buku baru untuk aku cetak. Aku sudah menulis di draffku, mencoba membuat novel. Sudah lebih dari tiga ratus halaman yang aku buat, sedikit lagi aku akan menyelesaikanya dan siap dicetak. “Kamu Cuma mau lihat buku-buku kamu?” tanya Kak Anggara yang sejak tadi setia mengekoriku. “Aku juga mau beli beberapa novel. Ayo ke sana!” ajakku. Tangan Kak Anggara dengan lancang menggenggam tanganku. Aku mencoba melepasnya, tapi Kak Anggara kekeuh ingin menggenggamnya lagi. “Kak, lepas!” ujarku. “Tidak mau,” jawab Kak Anggara kekeuh. “Ini salah, Kak. Tidak seharusnya kita kayak gini.” “Kayak gini bagaimana, Adiva? Apa yang sa