Kehadiran Seorang Wanita

798 Words
"Tuan ..." panggilan dari Bulan menyadarkan Surya dari tatapannya yang lekat. "Saya bantu ya berjalan?" "Iya." Bulan lantas menjadi alat bantu penopang dari Surya untuk sementara. Keduanya sama-sama berjalan menuju sofa dan dengan telaten Bulan berhasil membuat Surya duduk dengan nyaman. "Tuan mau makan dulu atau ganti perban?" "Makan dulu." "Kalau begitu saya per--" "Di sini saja. Aku kesepian jika kau meninggalkanku." tangan Bulan kemudian dituntun untuk duduk bersama Surya tepat samping pria itu. Surya bisa merasakan tangan Bulan bergetar sedang wajahnya memerah. "Kenapa kau gugup sekali? Aku hanya memintamu untuk menemaniku saja." "Ap--apa Tuan tak merasa malu? Kita ... Dari tadi ber ...." Bulan tak bisa mengatakan apa pun selain hanya menutup mukanya. Frustasi sekaligus malu bercampur dan membuatnya kalut. "Kalau kau merasa tak nyaman maka maafkan aku. Aku yang salah." setelah itu Surya menyuap makanan ke dalam mulut, untuk sesaat dia menatap Bulan dan menyadari sesuatu. "Kau sudah makan?" "Belum nanti kalau Tuan sudah makan siang dan perbannya diganti baru saya makan." "Kau lapar tidak?" "Tidak Tuan!" balas Bulan tegas akan tetapi perut Bulan berbunyi secara mendadak. Baik Surya mau pun Bulan keduanya terkejut. Makin malu saja Bulan, dia pun menunduk tak mau bertemu pandang dengan Surya yang kini tersenyum geli. "Tuh kan perutmu tidak mau diam ayo makanlah denganku." Surya lalu menyendok makanan sekali lagi dan menyodorkannya ke arah Bulan. "Tu--Tuan sedang apa?" "Memberimu makan." "Menyuapi saya?" "Kenapa tidak? Kau sendiri malu-malu." Bulan menggigit bibirnya dan meski pelan sekaligus ragu Bulan membuka mulut lalu makan di suapi oleh Surya. Surya berusaha menahan senyuman melihat Bulan mengunyah. Gadis itu tampak menyukai makanan Surya. Di mata sang majikan Bulan lucu ketika bibirnya terus bergerak. "Enak?" sekali lagi Bulan mengangguk dan masih malu. "Tuan lebih baik habiskan makanan Tuan, makanan ini dibuat untuk Tuan bukan untuk saya." "Kau terlihat menikmati makanannya makan saja." "Tapi Tuan--" suara Bulan mendadak berhenti tatkala mendengar suara ribut dari luar begitu juga Surya. Brakk! "Surya!" sosok wanita berbadan ramping disertai dandanan yang mencolok juga pakaiannya. Pandangan si wanita terpusat pada Surya dan langsung berlari ke arah pria bermarga Alexander tersebut. Surya dipeluk erat dan diberikan kecupan secara tiba-tiba. "Kau tak apa-apa, kan? Aku mendengar kau terluka jadi aku bergegas kemari." "Aku tak apa-apa Bintang, bisakah kau melepaskanku. Aku tidak nyaman sekali." Surya melihat ke arah Bulan begitu juga dengan wanita yang tak dikenal oleh Bulan menatapnya dengan tatapan tak suka. "Dia siapa Surya sayang?" "Bisa tidak lepaskan aku dulu." kendati kesal Bintang melepaskan Surya lalu duduk di sebelah Surya masih setia dengan memandang Bulan. "Dia asisten pribadiku namanya Bulan. Bulan dia ini-" "Aku calon istri Surya." Surya yang memprotes segera memberikan tatapan mendelik ke arah Bintang namun wanita itu tak ambil pusing. Bintang malah melingkarkan tangannya pada lengan Surya. "Kami sudah berjanji untuk menikah ketika masih kecil, jadi jangan pernah berharap kau bisa merebut dia dariku!" "Bintang tolong jangan bersikap kekanak-kanakan." "Aku tak peduli suruh dia pergi!" "Bintang, aku bilang diam." raut wajah Surya seketika menjadi datar. Nada yang dia gunakan pun menjadi dingin membuat Bintang terkejut sejenak kemudian tak ada lagi suara yang terdengar melalui bibirnya. Surya melepaskan rangkulan tangan Bintang dan beralih kepada Bulan. "Kau bisa pergi Bulan, nanti akan aku panggil setelah aku kesusahan mengganti perban sendiri." "Baik Tuan." Bulan bangkit berdiri lalu pergi dari tempat itu. "Oh ya Bulan," lantas Bulan menoleh kembali ke arah Surya. "Pergilah makan siang." gadis itu cuma menyahut dengan anggukan kecil dan kembali melangkah keluar. Setelah pintu ditutup, Bintang kembali memprotes. "Kenapa kamu perhatian sekali sih sama pelayan itu? Aku tak suka!" "Bintang, dia adalah pelayanku wajar kalau aku bersikap seperti itu pada pelayanku sendiri." "Nggak! Cuma Bintang yang bisa terima perhatian dari Surya karena Bintang adalah istri masa depan Surya." "Bintang jangan mengatakan hal seperti itu lagi!" "Kenapa? Kita sudah saling janji kita akan-" "Bintang itu adalah masa kecil kita dan kau masih menyimpan janji yang ...." Surya otomatis menghentikan ucapannya. Hampir saja dia mengumpat di depan Bintang yang polos. "Bintang pergilah pulang, aku mau di sini sendirian." kali ini Surya menggunakan nada rendah berusaha meredam amarah. "Tidak aku tak mau nanti pelayan itu datang dan merebut Surya dari bintang. Kau harus menjauh sama pelayan yang sok ganjen itu!" "Tidak bisa Bintang." "Kenapa?" "Karena dia asistenku. Bagaimana mungkin aku menjauh dengan keadaanku yang sekarang?" "Kalau begitu aku akan tinggal di sini." keputusan Bintang yang secara mendadak membuat Surya agak kurang percaya. "Apa yang kau katakan? Mau tinggal di sini?" Bintang mengangguk. "Untuk apa?" "Merawat Surya. Akan aku pastikan pelayan itu tak mendekatimu lagi." "Tapi kau tak punya pengalaman untuk mengurus orang sakit. Tidak apa-apa aku akan baik-baik saja pulang saya ya?" "Tidak mau! Aku ingin merawat calon suamiku sendiri. Aku janji tak akan membuatmu kesusahan." meski Surya keberatan tapi apa yang bisa dibuat oleh pria itu dan pada akhirnya dia menuruti keinginan Bintang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD