Chapter 12

1094 Words
Liliana namanya, harusnya nama itu sama sekali tidak cocok di sematkan untuk gadis macam Lili ini. Kesan imut nan lucu akan langsung ambyar ketika melihat sosok Lili secara langsung. Tidak hanya bar-bar, Lili juga begitu berani. Di sekolahan saja Lili tak sungkan memakai pakaian yang begitu minim dan super ketat, roknya yang pendek dan kancing baju paling atas yang selalu tidak di kancingkan sukses membuat tubuh terpahat indah milik Lili menjadi pemandangan indah untuk kaum lelaki. Sebenarnya tidak hanya Lili yang berpenampilan demikian, yakni masih ada Vanie si ulet keket. Akan tetapi vibes Lili dan Vanie itu berbeda, dan jelas jika di bandingkan Lili, Vanie masih kalah jauh. Meski sudah tau kenyataannya begitu, Vanie selalu merasa tersaingi, dan berusaha mengejar Lili dan mengalahkan Lili, walau akhirnya Vanie tetap tidak akan bisa sejajar dengan Lili sih. Lili sendiri sama sekali tidak pernah perduli dengan segala macam tingkah laku si ulet itu demi menyainginya. Hanya saja tadi itu berbeda, entah kenapa Lili sedikit kepo. Jangan salah faham, tidak seperduli itu kok, Lili tetap tidak akan perduli. Ngomong-ngomong tentang Vanie, Lili dapat melihat jelas sosok Vanie yang saat ini di bonceng seorang pria menggunakan motor gede dan helm full face. Lili memang tengah berdiri di trotoar samping sekolah menunggu abang grab yang dia pesan datang. Tidak seperti hari-hari biasanya. Kali ini ia begitu malas sekali untuk pulang bersama pacar _entah yang ke berapa ity_, bahkan ia sudah melontarkan kata putus saking kesalnya si pacar ngotot untuk tetap menjemput. Padahal Lili sudah bilang tidak mau, titik. Pacar Lili kali ini memang seorang siswa kelas dua belas dari sekolah yang tidak jauh dari SMA Andara, dja bernama Fahmi. Dan Lili baru berpacaran dengan Fahmi selama kurang lebih 24 jam, sebelum akhirnya benar-benar putus beberapa menit yang tadi. Jangan salahkan Lili yang tiba-tiba memutuskan. Salahkan saja pria d***u itu yang tidak mau mendengarkan perintah Lili dan ingin seenaknya sendiri. Padahal sudah jelas, kalau memang memutuskan berpacaran dengan Lili, pria itu _Fahmi_ juga harus menerima aturan yang Lili tetapkan, terutama tidak boleh membantah Lili, jika tidak ingin di putuskan saat itu juga. Ah sudahlah, Lili jadi kesal sendiri mengingatnya. Padahal dia belum sempat memberi pelajaran pada Fahmi. Pria itu juga belum bertekuk lutut sepenuhnya kepada Lili. Tapi memang sejak awal Lili juga hany berniat main-main, Fahmi itu pria cupu yang ia temui random, dan langsung Lili tembak langsung ketika mereka berpapasan di depan supermarket. Mungkin kalau bukan Lili yang mengajaknya berpacaran, pria pria itu tidak akan sudi menerima, apalagi di tembak secara mendadak. Untuk Lili cantik dan seksoy, kalau tidak, sudah di tolak mentah-mentah pasti oleh orang-orang itu. Seperti kebiasaan Lili, setiap pria yang sudah berpacaran dengan Lili rata-rata akan berubah menjadi cukup stylish dalam sekejap, begitupun Fahmi. Intinya semua pria yang mulanya cupu-cupu kalem itu selalu langsung berubah drastis setelah berpacaran dengan Lili, sampai-sampai mereka suka merokok, clubing, dan melakukan kenakalan remaja lainnya. Dan Lili sama sekali tidak merasa bersalah setelah membuat para pria menjadi pendosa, Lili malah begitu senang. "Neng," Tidak terasa, rupanya Lili sedari tadi tengah melamun. Dan karena panggilan itu Lili akhir tersadar. Di depan Lili terdapat seorang pria paruh baya dengan sebuah mobil di sampingnya. Kenapa Lili sampai tidak sadar ada mob yang datang di depannya. "Neng Liliana bukan?" tanya bapak berkemeja hitam lengan pendek itu sopan. "Iya," Lili pun sontak menganggukkan kepalan. Setelah itu, Lili di minta untuk segera masuk ke dalam mobil. Haha, saking fokusnya melamun Lili sampai mengabaikan kedatangan abang grab, juga tidak sadar jika si Vanie ulet keket telah menghilang dari posisinya. Perjalanan menuju lokasi tujuan Lili tidak memakan waktu terlalu lama, ei, tapi Lili belum sampai di rumah, melainkan Lili mampir lebih dahulu di sebuah minimarket terdekat untuk membeli keperluannya. Dan Lili meminta Abang grab untuk menunggu sejenak. Tanpa pikir panjang, Lili pun turun dari mobil dan melangkah menuju Frenchies minimarket yang sangat terkenal di negara Indonesia. Lili bergerak menghampiri rak rak deretan mie instan, minuman bersoda, lalu berlanjut makanan ringan. Hm, dari barang-barang yang di ambil saja sudah terlihat jelas jika semua makanan dan minuman tidak sehat. Dan tepat ketika sampai di kasir, seraya menunggu beberapa orang yang mengantre membayar barang belanjaannya. Mata Lili tak sengaja menangkap sosok yang sejak pagi nampak menghebohkan penduduk SMA Andara. Pria dengan sudut bibir terluka itu hanya diam saja sambil menatap Lili, begitupun Lili, gadis itu juga menelisik sejenak jika pria yang kata Ellie bernama Eros itu tengah menenteng tas belanjaan berisi penuh berbagai barang. Tidak sudi berlama-lama, Lili mencoba mengalihkan tatapan ke arah lain, kemana saja asal tidak melihat pria itu. Meski Lili tidak melihatnya, tapi gadis itu dapat merasakan jika pria itu mulai mendekat dan berhenti tepat di sampingnya. Sepertinya Eros juga berniat membayar barang belanjaannya. Jujur saja di dalam hati, Lili sedikit merutuki nasib sialnya. Dia sedang tak berminat bertemu orang-orang, tapi kenapa takdir tuhan sebercanda ini dan malah mempertemukan mereka di dalam tempat berbelanja. Padahal di sekitar sini masih banyak minimarket lain yang juga cocok untuk di kunjungi. Ck, harusnya Lili tidak membeli barang-barang di sini. Tapi ..., Tunggu! Kenapa Lili harus bersikap seperti ini? Kenapa dia heboh hanya dengan bertemu pria yang tidak ia kenal. Kemana sisi binal nan bar-barnya. Padahal biasanya Lili selalu cuek cenderung berani kepada siapapun itu. Ah terserahlah, serah ..., Lili muak dengan dirinya sendiri hari ini. Lili berlanjut menggeser posisi, sebab satu ibu-ibu yang juga membayar di depannya sudah melangkah maju. Tapi tiba-tiba, Plukk ... Dua buah chiki Lili jatuh dari keranjang yang dia pegang, dan Lili tidak menyadari itu. Karena mungkin orang yang berada di belakang Lili merasa bertanggung jawab mengingatkan, yakni Eros, pria itu malah mengambil dua buah chiki yang terjatuh, dan menyerahkannya kepada Lili. "Ini," Merasa ada yang mengajaknya berbicara, Lili sontak menoleh dengan enggan, karena dia sadar siapa yang berbicara barusan. Lili melirik sedikit dan setelah paham kalau pria adik tingkatnya ini menyerahkan dua chikinya, Lili langsung saja mengambil kasar benda itu dari tangan Eros. Tanpa berminat mengucap sedikit terimakasih atau apapun itu, Lili malah melengos dan bergerak makin maju, sebab memang saat ini waktunya dia membayar. Memang saat ini Lili bersikap sebegitu cueknya, sampai dia seolah menganggap di belakang Lili tidak ada siapapun yang berdiri. Sampai akhirnya, ketika barang-barang Lili sudah di hitung, dan Lili juga sudah membayarnya, gadis itu langsung saja melangkahkan kaki keluar dari area minimarket cepat, seolah Lili tengah di kejar atau di buru sesuatu. Dan saat sampai di samping mobil grab yang ia tumpangi tadi. Lili malah memukul kepalanya sendiri dengan atau tangannya yang kosong _tidak menenteng tas kresek_ pelan. Tuk ... "Arhh, s****n. Lili gila," maki Lili jelas untuk dirinya sendiri masih sama pelannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD