"Hah?? Menikah?? Apa tidak salah, Dad!??" protes yang Edgar layangkan bagi ayahnya, yang bicara dengan sangat sembarangan ini.
"Apanya yang salah?? Kamu single dan Elena pun sama. Ya sudah, kalian menikah saja!" cetus Rowan lagi dan membuat Edgar semakin tak habis pikir saja jadinya.
"What the f...?? Are you crazy, Dad?? Kenapa Ed malah disuruh menikah dengan wanita murahann ini??" protes Edgar, yang kedua alisnya hampir saja menyatu di tengah dahinya itu.
"Jaga bicaramu! Elena bukan seperti yang kamu katakan!" seru Rowan.
Edgar menggelengkan kepalanya. Lelucon macam apa , yang sedang dibuat oleh ayahnya ini. Masa, ia malah disuruh menikahi wanita simpanan ayahnya sendiri??? Yang benar saja!!
"Tidak! Ed tidak mau melakukannya!" tolak Edgar mentah-mentah.
"Harus! Tentu saja kamu harus melakukannya!" ucap Rowan bersikukuh.
Edgar tak bisa lagi berkata-kata. Ia benar-benar tak habis pikir. Kenapa ia harus menikahi wanita simpanan ayahnya sendiri?? Agar bisa dipakai bersama??
Oh astaga!
Sangat sangat menjijikkan!!
"Tidak terima kasih! Dad nikmati saja sendiri! Ed tidak mau!!" seru Edgar.
"Jangan memaksakan kehendak mu kepada Edgar," ucap Emily untuk membela putranya, biarpun ia malas sekali berbicara kepada pria , yang merupakan suaminya ini.
"Edgar sudah dewasa. Sudah cukup usianya untuk menikah. Jadi apalagi yang harus ditunggu?? Biarkan dia menikah dengan Elena!" cetus Rowan.
"Don't force me, dad! i don't want it!!" tolak Edgar yang bangun secara mendadak sambil menggebrak meja makan dan kemudian, ia pun pergi dari sana dengan derap langkah yang kencang.
Malamnya. Elena meminta waktu kepada Rowan untuk bicara. Mereka mengobrol di halaman belakang rumah dan disaksikan oleh Edgar, dari balkon kamarnya.
"Malam-malam begini dan mereka malah bermesraan di bawah sana. Mereka berdua benar-benar menggelikan !" gumam Edgar yang segera masuk ke dalam kamarnya dan memilih untuk berhenti, dalam memperhatikan dua insan yang duduk di dekat kolam renang tadi.
"Ada apa Elena?? Apakah ada hal yang mengganggu kamu??" tanya Rowan, kepada wanita yang berada di sisi tubuhnya ini.
"Iya. Ada. Em... Om, apakah Elena benar-benar harus menikah dengan anak Om itu??" tanya Elena, yang sudah cukup memendam pertanyaan ini. Tidak diberikan aba-aba dan main akan dinikahkan saja, dengan anak dari teman mendiang ayahnya ini. Siapa yang tidak bingung plus kaget juga.
"Iya. Om sudah memikirkan ini secara baik-baik. Kenapa memangnya? Apakah kamu tidak suka??" tanya Rowan.
"Eum, sepertinya anak Om itu , yang tidak suka dengan Elena, Om."
"Dia memang sedikit keras. Tetapi aslinya baik dan Om melakukan ini semua pun, demi kebaikan kamu juga. Kamu adalah tanggung jawab Om, Elena. Om sudah seperti ayah kamu sendiri dan Om ingin yang terbaik juga untuk kamu. Edgar memang agak keras. Tapi dia bukan orang jahat. Om sangat mengenal dia. Jadi, Om akan sangat lega, kalau kamu menikah dengannya. Jujur, Om takutnya kamu malah berkenalan dengan pria yang salah di luaran sana , yang tidak Om ketahui seluk beluknya sama sekali. Apa lagi, kamu adalah amanah yang Om pikul sekarang dan harus Om jaga dengan sebaik-baiknya. Kalau bersama dengan Edgar, Om tahu betul dia. Karena dia adalah anak Om sendiri. Tidak ada rasa khawatir juga, karena kalian tinggal bersama di sini. Om masih bisa memantau kamu secara penuh dan memastikan, bila kamu diperlakukan dengan baik di sini. Jadi, kamu bersedia kan , untuk menikah dengannya??" tanya Rowan.
Elena nampak terdiam dan sedang memikirkan hal ini baik-baik. Ia tidak suka dengan nada bicara laki-laki itu kepadanya. Tapi, ia juga tidak enak bila menolak orang yang sudah berbaik hati ini kepada dirinya. Beliau sudah seperti keluarganya sendiri. Di saat tidak ada siapapun orang yang membantu, ketika ayahnya sedang sekarat. Bahkan, segala biaya pemakaman maupun sisa biaya rumah sakit semasa ayahnya hidup, pria ini jugalah yang menanggung semuanya. Karena segala aset telah habis, untuk biaya pengobatan sang ayah bolak balik selama beberapa tahun ini.
"Elena terserah Om saja. Elena ikuti kata-kata Om juga. Karena setiap orang tua, pasti tahu yang terbaik untuk anaknya kan?" jawab Elena dan bisa membuat Rowan bernapas dengan lebih lega.
"Iya. Kamu benar. Baiklah. Sekarang, hanya tinggal bicarakan hal ini kepada Edgar. Dia mungkin hanya sedikit kaget saja. Karena terlalu mendadak dan belum lagi, ada sedikit permasalahan dengan ibunya juga. Tetapi kamu tidak perlu khawatir, Om akan segera membereskan sisanya."
"Iya, Om. Om atur saja. Elena akan ikuti semua yang Om katakan."
"Ya sudah. Kamu pergilah istirahat. Ini sudah malam," perintah Rowan.
"Iya, Om."
Elena pergi dan Rowan pun berdiam diri di sana. Lalu kemudian di keesokan harinya. Rowan mulai kembali mencecar sang anak lagi, ketika mereka berada di kantor.
"Ada perlu apa, Dad memanggil Edgar ke sini??" tanyanya, kepada pria yang berada di hadapannya dan tengah menatap lurus ke arah dirinya.
"Kamu yakin, tidak mau menikah dengan Elena??" pertanyaan yang sama dan membuat Edgar terlihat membentuk senyuman masam.
"Kenapa Dad begitu keras?? Kenapa, Edgar dipaksa-paksa untuk menikahinya segala??"
"Ya karena itulah yang terbaik, bagi kamu maupun bagi Elena juga," ucap Rowan.
Edgar mengepalkan tangannya dan mengembuskan napas dengan cukup kencang. Ia berdiam diri sejenak, lalu kemudian melontarkan kata-kata, yang memang sangat Rowan harapkan.
"Baiklah. Kalau Dad memaksa dan begitu menginginkannya!" cetus Edgar.
Rowan tersenyum semringah dan berkata-kata lagi. "Bagus. Kita akan segera melakukan persiapan pernikahan kalian berdua!" cetus Rowan.
"Ya sudah. Edgar keluar dulu!" cetus Edgar, yang kini keluar dari ruang kerja sang ayah dan menutup pintu ruangan kembali. Lalu, ia pun tertegun di depan sana dulu, sembari menyunggingkan bibirnya.
Setelah segala persiapan selesai dilakukan.
Edgar maupun Elena, terlihat berdiri di depan penghulu bersama, setelah Rowan sendiri yang mengantarkannya ke altar. Keduanya pun mengucapkan ikrar suci pernikahan dan saling menautkan cincin pernikahan, di jari manis mereka masing-masing.
Kini, mereka berdua pun sudah sah menjadi sepasang suami istri, sesuai dengan harapan Rowan. Tetapi tidak sesuai, dengan keinginan Edgar sendiri.
Setelah acara yang diselenggarakan di dalam ballroom salah satu hotel berbintang, Edgar membawa wanita yang telah sah menjadi istrinya ini untuk pulang ke rumahnya. Elena dibiarkan masuk lebih dulu ke dalam kamar. Sementara Edgar menyusul dan segera pergi ke balkon, untuk merokok di sana.
Elena menelan salivanya sendiri. Karena kini, ia bukan hanya tinggal satu kamar dengan pria yang berada di balkon sana. Melainkan, akan tidur satu ranjang juga bersama dengan pria tersebut.
Gugup serta takut. Apa lagi, pria itu juga nampak dingin terhadapnya, selama persiapan pernikahan mereka lakukan. Tapi sebagai seseorang yang telah menyandang status sebagai seorang istri, ia patutnya memberikan yang terbaik, sebisa yang ia lakukan. Karena merasa berhutang budi juga, kepada ayah dari laki-laki tersebut.
Elena bergegas mengganti pakaiannya, dengan sebuah gaun tidur yang memiliki outer dan warna putih putih bersih. Ia juga sudah duduk di tepian tempat tidur dan menunggu suaminya itu datang, untuk melakukan kewajibannya sekarang.
Elena memandangi pria yang berada di balkon itu dan saat pria itu datang dan memasuki kamar ini lagi, Elena bergegas menundukkan kepalanya.
Kini terlihat Edgar yang mendatangi pintu kamar dan memastikan bila sudah dikunci dengan baik. Lalu kemudian, ia pun berjalan ke arah tempat tidur dan menarik satu bantal, hingga terjatuh di bawah lantai yang beralas karpet. Ia juga menatap wanita, yang sedang perlahan mengangkat kepalanya dan menatap dirinya itu.
"Turunlah! Di sinilah tempatmu!!" cetus Edgar yang membuat Elena terheran-heran, dengan dahi yang banyak kerutan.