Bibir Yang Mengundang

1240 Words
Tengah malam menggelayut pekat, menusuk tulang. Di atas rooftop rumah sakit, tempat yang biasanya menjadi basecampe bagi pasien untuk menghirup udara segar dan berjemur di bawah hangatnya matahari, kini berubah menjadi panggung berbahaya nan menengangkan. Angin malam berdesir dingin, menerbangkan debu kota dan meninggalkan rasa sepinya dunia di ketinggian lantai empat itu. Berdiri terpojok di ujung pagar pembatas, seorang perawat misterius—wajahnya masih ditutup masker, napasnya tersengal-sengal—merapatkan gendongan di pelukannya. Di dalamnya, bayi mungil bernama Zachary Dorante yang belum genap satu hari usianya, tertidur lelap dan tak menyadari bahaya yang sedang mengintai. Lalu, dari bayang-bayang pintu tangga, para anak buah kekar bermunculan. Siapa lagi jika bukan siluet-siluet tegap dan berbahaya, anak buah mafia Black Magma. Langkah mereka mantap menghampiri, membentuk setengah lingkaran yang perlahan tapi pasti menutup setiap celah harapan. Mata mereka bersinar dingin bagai baja di bawah cahaya bulan yang suram sembari menodongkan senjata milik masing-masing. S*al! Aku terkepung. Perawat itu menoleh ke belakangnya. Hanya kegelapan dan hamparan kota yang tertidur di bawah. Itu adalah akhir dari segalanya. Tepian gedung, yang hanya dibatasi pagar pembatas, sebuah jurang empat lantai yang menunggu. Jantungnya berdebar kencang, berdentum-dentum bagai genderang perang. Ia tahu betul bayi yang ia bawa bukan bayi sembarangan melainkan bayi keturnan pertama sang Bos Mafia kejam, pemimpin tertinggi Black Magma. Sebuah misi yang diembannya, sebuah perintah dari seseorang yang ingin melenyapkan ahli waris itu selamanya. Tapi sekarang, misi itu telah berubah menjadi jebakan maut. Tidak ada jalan keluar. Di depan, para algojo yang tak akan segan menghabisi nyawanya. Di belakang, loncatan menuju kematian. Desahan napasnya menjadi keruh terakhir di atas rooftop yang sepi, sementara para pengepung terus mendekat, siap menerkam sang pengkhianat dan bayi yang tak berdosa itu. "Kembalikan keponakanku, mungkin kau akan diampuni oleh Alexei!" Nick menggertak, tapi tetap menjaga nada bicara agar tak menyulut emosi sang penculik keponakannya. Bagaimana pun Baby Zachary sedang dalam genggamannya. "Ch! Kalian pikir aku tidak tau cara kerja mafia? Mengikuti keinginan kalian aku pun akan berakhir hanya nama. Lebih baik, aku pada misiku yaitu menghilangkan calon pewaris tahta Black Magma." Seketika, raut Nick pucat, terintimidasi oleh ancaman sang perawat. Tidak, tidak, tidak! Tidak keponakanku! Situasi semakin menegang, hingga Nick kembali mengupayakan negosiasi. Akan tetapi, hasilnya tetap nihil, perawat itu bergerak nekad mendekati pagar pembatas jurang lantai empat yang di bawahnya adalah tempat parkir kendaraan. "Hahaha, kalian akan menyaksikan kematianku dan juga bayi ini," tutur sang perawat tertawa lepas sembari kedua kakinya sudah menjepit pagar pembatas. Nick pun merasa tidak berguna, menembak mati sang perawat tetap membuat Baby Zach terjatuh juga. Namun, saat putus asa, tiba-tiba ujung mata Nick melihat sekelibat aksi yang dilakukan Eve. Matanya terkesiap, tapi tetap mengendalikan agar tak kentara oleh musuh. Tanpa disadari siapapun, Nick melihat bayangan Eve mengendap-endap di bawah bangku memanjang sisi kiri dalam kegelapan menuju pagar pembatas. Tak butuh lama waktu mencerna, Nick yakin niat Eve yakni mencoba merebut Baby Zach dari tangan sang perawat. Nick lantas tahu apa yang harus ia lakukan yakni mengulur waktu, mendistraksi sang perawat hingga Eve berhasil menjangkau mereka. Hanya ini satu-satu cara yang tentunya memerlukan keberuntungan. "Hey, jika otakku tidak dungu kau akan menyerahkan bayi itu! Aku mungkin akan merekomendasikanmu pada Bos Bukankah itu solusi terbaik," tawar Nick berpura-pura bernegosiasi. "Ch! Kau pikir aku anggota newbie. Aku bahkan membaca tentangmu Nickolas Morte, sang tangan kanan Bos Mafia. Kau manipulatif. Kau—" DUGH! Dalam ketidakstabilan pegangan sang perawat, Eve mengambil celah meraih Baby Zach. Profesinya sebagai guru olahraga murid SMA membuat tubuh Eve terbiasa melakukan gerakan melompat dengan kalkulasi sempurna. Meski mengalami kesakitan dan luka saat pendaratan, tubuh Eve terguling sempurna seraya mengenggam Baby Zach. "Kau selamat, Bayi Kecil." Sementara itu, perawat yang hampir terjungkal kini tubuhnya kembali stabil. Dengan cepat ia mengeluarkan pistol di punggung dan mengarahkannya kesumat pada Eve yang masih tersungkur tak jauh dibawahnya. Kedua mata Eve spontan terkesiap, tapi kemudian memejam pasrah. Mungkin ini akhir hidupnya. Tapi, setidaknya ia sudah menyelamatkan seorang bayi tak berdosa dan akan segera bertemu dengan Baby Damian. DOR! DOR! Dua peluru dilesatkan sempurna dari selongsong besi dan tepat mengenai sasaran, yakni area lengan dan juga perut. BRUK! Setelah meringis, target lantas tersungkur di atas lantai tak berdaya, bersebelahan tak jauh dengan tubuh Eve. "Eve!" Nick tunggang langgang menuju Eve. "Hey, bangunlah!" Uluran tangan Nick membantu Eve bangun. Mereka pun sama-sama terduduk di lantai. Mensyukuri Baby Zach yang masih digenggam Eve berakhir dalam keadaan baik-baik saja. Tak lama, mata Eve teralih pada sosok tak jauh di belakang Nick yang tak lain adalah Alexei. Tubuh kekar nan tegap itu memegang pistol di tangan kanannya. Butuh waktu untuk sedikit mencerna, Eve lantas menyadari bahwa tembakan tadi berasal dari pistol Alexei yang ditargetkan untuk perawat pria yang hendak menembak Eve. Sungguh, betapa menyeramkannya mode Alexei sekarang. Terlebih, Eve baru mengetahui jika terlibat dengan geng Mafia yang selama ini hanya didengarnya dari novel fiksi dan rumor berita saja. Setelah urusan ini selesai, Eve akan mundur perlahan karena tidak ingin terlibat jauh dengan geng mafia berbahaya. Beberapa saat kemudian. Baby Zach sudah kembali ke ruangan bayi. Tapi, kali ini ditempatkan di sebuah ruangan bayi khusu sesuai permintaan Alexei sang ayah. Penjagaan pun diperketat lagi. Di sisi lain, sang perawat gadungan sudah dibawa oleh Nick dan anak buah Alexei ke penjara di dalam mansion sang bos mafia. Alexei sengaja tidak menembak mati perawat itu karena akan disiksa terlebih dahulu untuk mengorek informasi. Sementara itu, Eve kembali beristirahat di kamar rawat sesaat setelah luka lecetnya diobati oleh dokter yang beraliansi dengan mafia Black Magma atas perintah Alexei. "Aku harus segera pergi dari rumah sakit. Badanku pun sudah pulih. Ya, aku akan meminta kekuar ruang sakit besok." Eve membereskan baju-baju yang tegantung di dalam lemari kamar di ruang rawatnya untuk dimasukan satu tas. Setelahnya, ia akan langsung menghubungi Kenan untuk membantunya keluar dari rumah sakit. Setelah kejadian brutal malam ini, Eve benar-benar tak ingin memiliki hubungan apapun dengan Alexei. Bahkan segemas apapun hatinya pada baby Zach, Eve tetap tak akan melanjutkan menjadi ibu su*u dari anak mafia. "Kau pikir semudah itu kau bisa pergi?" suara bariton mengalun lembut dan mengintimidasi dalam satu waktu di telinga Eve dari arah belakang. Seketika, tubuh Eve bereaksi mematung antara cemas, terintimidasi dan juga ... candu. Ia tahu betul sumber suara siapa itu, tapi tubuh Eve seakan tak mampu untuk bergerak karena tubuh sosok tersebut sedang menakan Eve. "Dengarkan aku, Tuan Dorente. Aku ... hanyalah orang biasa yang tak ingin bersinggungan dengan dunia kalian. Jadi ... lepaskanlah aku. Jika kau mau aku akan menyumbangkan ASI perah dan mengirimnya pada Baby Zach tanpa perlu kita bertemu." "Jadi kau takut padaku sekarang, hah?" cemooh Alexei yang bibirnya benar-benar telah menyentuh lapisan telinga Eve. Eve pun mengigit bibir bawahnya, menahan gairah yang tiba-tiba bangkit imbas sentuhan hangat kulit Alexei. Terlebih, Thomas sebagai suami sudah lama tak memanjakan tubuhnya dengan alasan Eve sedang hamil. Di sisi lain, takut bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanya saat ini. Ia hanya tak ingin dibebani dengan sebuah dunia baru yang jelas berbahaya. Tak lama, Alexei memutar lihai tubuh Eve agar menghadapnya. Kedua mata itu bertemu lagi untuk kedua kalinya dalam jarak yang terlampau dekat dengan posisi satu tangan Alexei melingkari di pinggang Eve Sensasinya terasa sungguh aneh dan berbeda kali ini. Debaran dan gelora yang lebih menggebu dirasakan oleh Alexei, terlebih Eve telah mengorbankan nyawa untuk sang putra. Tatapan tegas Alexei kini turun ke belah ranum Eve yang seolah mengundangnya untuk dicicipi. Entah secara sadar atau tidak, Alexei perlahan mendekat ke arah bibir Eve, begitu juga dengan Eve.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD