bc

Teman Tidur

book_age18+
155
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
HE
forced
curse
dominant
heir/heiress
sweet
bxg
mystery
loser
campus
like
intro-logo
Blurb

Ini tentang Acasha Auristela Sasikirana, mahasiswi tahun keempat yang melarikan diri dari rumah dengan alasan ingin fokus kuliah. Acasha yang selama ini terkekang memutuskan untuk mencari kebebasan.

Acasha mencoba berpacaran, tetapi Acasha justru terjebak dalam aplikasi Teman Tidur. Aplikasi ini membuat Acasha mengenal seorang lelaki yang bersembunyi di balik nama Boo Bear. Sejak pertama bicara, Acasha yakin bahwa ia match dengan laki-laki itu.

Acasha juga mengalami masa sulit di kampus. Ia harus berurusan dengan Lusa Karunasankara yang notabenenya adalah mantan ketua Mapala. Lusa yang terkenal sebagai alumni paling ditakuti di UKM Mapala itu berhasil membuat Acasha menyesal telah membuat kesalahan fatal. Hanya saja ketika Acasha mulai menerima takdirnya, rumor tentang Lusa yang merupakan peliharaan tante-tante berhasil terdengar sampai ke telinga Acasha.

Apakah Acasha akan memanfaatkan rumor itu untuk membebaskan diri dari Lusa? Apakah Acasha bisa kembali fokus saja pada Boo Bear teman tidurnya? Bagaimana jika tak satu hal pun berjalan sesuai keinginan Acasha?

chap-preview
Free preview
Prolog
Seorang gadis berusia awal dua puluhan tampak sibuk mengemasi barang-barang. Ia mengeluarkan beberapa pasang baju dari dalam lemari dan memasukkannya ke dalam koper. Bukan hanya baju, gadis itu mengambil beberapa sepatu, tas, perhiasan, beserta pernak-pernik lain yang memang ia gemari. Bahkan karena satu koper saja tidak cukup menampung semua barang-barang yang akan dibawanya pergi, gadis itu menyiapkan koper lain. “Tinggal buku kuliah sama make up,” gumamnya bersemangat. Tak seperti gadis itu yang tampak menggebu-gebu, seorang wanita paruh baya justru menatap cemas ke arah si gadis. “Kamu yakin mau tinggal sendiri? Coba pikirkan lagi. Rumah ini memang jauh dari kampus. Tetapi kamu juga tahu, kita punya banyak sopir yang setiap waktu dapat mengantar kamu, ke mana pun kamu mau pergi. Jarak bukan masalah, Acasha.” Si gadis yang sudah berkeras ingin pergi dari sana pun membalas ucapan wanita itu dengan lembut dan persuasif, “Mamaku sayang, Acasha sudah memantapkan hati buat tinggal sendiri. Lagian meski ada sopir, waktu Acasha buat bolak-balik dari rumah ke kampus dan kampus ke rumah itu tidak efisien. Kalau Acasha tinggal di indekos di sekitar kampus, Acasha bisa lebih fokus kuliah. Waktu yang seharusnya terbuang buat perjalanan itu bisa Acasha alokasikan untuk belajar dan juga rajin bimbingan. Mama mau Acasha cepat lulus, kan?” Mamanya mengulas senyum kecut. Ia masih belum rela jika putri tunggalnya itu keluar dari rumah. Wanita paruh baya itu belum siap membiarkan Acasha tinggal dan hidup sendiri. Baginya, Acasha masihlah anak-anak. Dan sampai kapan pun, di mata wanita itu, Acasha tidak akan bertumbuh menjadi dewasa. “Papa mana?” tanya Acasha yang sudah selesai mengemasi barang-barangnya. “Masih di jalan,” jawab sang mama. “Kamu jangan ke mana-mana dulu. Papamu itu mau bicara.” Acasha menganggukkan kepala segera, tampak patuh atas perintah sang mama. Tak berselang lama, ia pun membiarkan mamanya keluar dari kamar. Dan selanjutnya, Acasha mengembuskan napas lega. Acasha kini sendirian saja di kamar yang luas itu. Dengan leluasa, Acasha mencari jalan agar bisa keluar dari sana tanpa diketahui oleh siapa pun di rumah itu, termasuk sang mama. Gadis itu harus pergi sebelum papanya sampai di rumah dan menghalangi niatan Acasha untuk kabur dari tempat itu. Acasha sudah tidak betah berada di sana. Sejak kecil, ia hidup dalam kekangan orang tua. Ia difasilitasi untuk hidup mewah, namun tidak diberi kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Digadang-gadang akan meneruskan kejayaan orang tuanya, Acasha terus didorong untuk menjadi seperti yang orang tuanya mau. Sekarang ketika Acasha sudah menginjak umur dua puluhan dan sudah berstatus sebagai mahasiswa, ia melihat kesempatan untuk bisa membebaskan diri dari segala hal yang membuatnya terbebani. Acasha yakin dirinya bisa hidup mandiri di luaran sana tanpa campur tangan kedua orang tuanya. Acasha tidak masalah kalau harus hidup susah sementara waktu. Yang penting, Acasha bisa menjadi diri sendiri. Kembali ke sini, Acasha kini sudah membuka satu jendela besar di kamarnya. Dengan tenaga ekstra, gadis itu mengusung dua koper raksasa yang sudah ia siapkan hingga berada di taman di samping kamar. Tanpa berlama-lama, Acasha turut melompati jendela itu dan berakhir di halaman penuh bunga. Ia menoleh ke sana kemari, memastikan tidak ada orang yang memergokinya keluar diam-diam begitu. Lalu dengan sedikit rusuh, Acasha menyeret-nyeret kedua kopernya—terpaksa merusak beberapa tanaman yang koper itu lewati—hingga sampai di jalanan yang terbuat dari paving block. Acasha menarik napas dan membuangnya. Jantungnya berdebar kencang seperti penjahat yang sedang melarikan diri dari polisi. Acasha yang tidak mau usahanya sia-sia memutuskan untuk tidak berlama-lama istirahat di sana. Gadis itu melangkah cepat menuju gerbang rumahnya. Ia yakin kendaraan online yang sudah ia pesan sebelumnya telah menunggu di luar sana. Selangkah lagi, Acasha sukses keluar dari rumah itu. Namun nyatanya, semua tak semulus yang Acasha pikirkan. Itu karena di kejauhan terdengar teriakan super nyaring dari pengasuhnya—ya, diumurnya yang sudah menginjak dua puluh tahunan, Acasha sehari-hari masih didampingi pengasuh. “Nona Cash kabur!” Acasha turut berteriak-teriak heboh karena panik. Ia pun lari tunggang-langgang bersama dua koper raksasanya menuju ke jalan raya. Malam itu, Acasha Auristela Sasikirana resmi melarikan diri dari rumah dan akan menjadi buron keluarganya untuk beberapa waktu ke depan. *** Seorang pemuda tampak berjalan keluar dari salah satu ruangan di rumah yang bisa dibilang sangat megah. Segala macam interior dan perabot di rumah itu menunjukkan betapa berkelas pemiliknya. Pemuda itu muncul-muncul sudah dalam kondisi bertelanjang dada. Ia berjalan sembari sibuk menyeka keringat yang mengalir di tubuhnya yang terpahat dengan indah. “Lusa,” panggil seorang wanita yang diduga sudah menginjak usia akhir tiga puluhan. Meski demikian, wanita itu masih terlihat bugar, tak kalah dengan gadis-gadis muda. Bahkan untuk wanita seumurannya, ia masih terlihat kelewat cantik sekaligus seksi. Lantas pemuda yang dipanggil Lusa itu menoleh dan mengembangkan senyum. “Iya, Tante?” Wanita itu tidak menjawab sampai berhasil menyusul langkah Lusa. “Makasih ya,” ujarnya sembari mengelus kepala Lusa dengan sayang. Lusa membalas ucapan wanita itu dengan anggukan kecil. Ia kemudian kembali melangkah ke arah dapur untuk mengambil minum. Wanita itu masih mengekori Lusa. Ia juga pergi ke dapur, membuka kulkas, lalu menenggak sekaleng bir. “Kamu malam ini tidur di sini, kan?” Lusa menggelengkan kepala sebagai jawaban. Itu sukses membuat wanita yang Lusa panggil dengan sebutan Tante itu mengernyitkan dahi. Mungkin wanita itu kecewa dengan jawaban yang Lusa berikan. “Lusa ada pemotretan besok pagi, Tan. Lebih dekat kalau berangkat dari apartemen Lusa ketimbang dari rumah Tante,” terang Lusa kemudian. Wanita itu ber-oh-ria. Meski kecewa, ia tampaknya bisa memahami keputusan Lusa. “Oke, kalau begitu. Tapi kamu kapan ke sini lagi? Kamu tahu, kan, Tante butuh kamu.” Lusa terdiam sejenak. Ia memikirkan jadwalnya yang cukup padat beberapa hari ke depan. Sehingga agak sulit bagi Lusa menjanjikan kapan ia bisa menemui wanita itu, lagi. Melihat Lusa kesulitan, wanita itu menyela, “Ya, sudah. Kapan pun kamu ada waktu luang, kamu datang ke sini, ya? Harus datang. Kalau kamu nggak muncul-muncul, Tante yang datang menyusulmu.” Lusa mengiakan. Setelah kerongkongannya yang semula terasa kering kini sudah segar kembali, Lusa memutuskan untuk pamit pulang. Malam semakin larut dan ia tidak ingin mengemudi dalam kondisi mengantuk. Lusa berjalan meninggalkan dapur dan kembali ke kamar untuk mengenakan pakaiannya. Tidak mungkin kan ia keluar-keluar dengan penampilan seperti tadi? Bisa heboh orang-orang yang melihatnya. Seberes membenahi penampilan, Lusa keluar dari rumah itu. Ia mengendarai mobil menuju ke apartemen yang selama beberapa tahun belakangan ini menjadi tempat tinggalnya. Semula perjalanan Lusa mulus-mulus saja. Sampai ketika ia melewati jalanan yang cukup sepi, Lusa justru hampir saja mengalami kecelakaan. Ah, atau lebih tepatnya, Lusa hampir saja menabrak orang yang mendadak lari ke tengah jalan. Lusa menghentikan mobilnya secara mendadak. Ia sudah siap memaki ke arah gadis yang menyelonong begitu saja masuk ke jalan raya. Namun ketika Lusa membuka jendela, ia malah mendengar gadis itu ribut meminta tolong. Dan entah kenapa, Lusa memutuskan untuk keluar dari mobil. Lusa menyuruh gadis itu untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Sementara Lusa menyempatkan diri untuk memasukkan dua koper super besar yang tadi dibawa-bawa si gadis. Lusa bahkan sempat saling dorong dengan beberapa laki-laki berbadan kekar yang berusaha menghentikan Lusa membawa gadis itu pergi. Malam itu, Lusa Karunasankara resmi berurusan dengan gadis yang meminta pertolongan padanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Istri Tuan Mafia

read
17.3K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.0K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.7K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.4K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.3K
bc

Ayah Sahabatku

read
23.8K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook