ENAM

1655 Words
Shania menutup sambungan telfon dengan helaan napas berat. Ia kemudian menyibakkan rambut panjang nya kebelakang, melepaskan kacamata minus nya meletakkan nya di atas meja. Barusan, Agam menelfon nya. Dan mengatakan ingin bertemu untuk bicara. Tapi, Shania menolak, karena ia sudah tau apa yang akan di bicarakan sahabat mantan suaminya. Sekaligus mantan pacarnya Shania itu. Yap! Agam adalah mantan pacar nya saat kuliah dulu. Dan, dia menikah dengan Alul, dan sekarang kembali salah satu sahabat Alul tengah gencar mendekati nya. Dengan frontal dan berani mengatakan kalau ia menyukai nya. Ck, sepertinya ia tidak akan pernah bisa lepas dari orang - orang di sekitar Alul. Tok Tok Tok Cklek Pintu ruangan nya di buka dari luar, Shania menoleh tapi kemudian langsung mendesah frustasi. Panjang umur, entah kenapa Aliff selalu saja menggangu hidup nya akhir - akhir ini. Menurut nya, Aliff terlalu sering mengunjungi rumah sakit tempat nya bekerja. Padahal, kata Shani biasanya pria itu hanya mengunjungi rumah sakit sebulan sekali untuk menghibur para anak - anak penderita kanker. Tapi, sekarang hampir setiap hari pria itu datang. "Hai " sapa Aliff duduk di depan meja nya. "Kalau gak ada yang penting, kamu boleh pergi " ujar Shania, dengan maksud mengusir. Karena, Demi apapun ia tidak mau berurusan lagi dengan orang - orang di sekeliling Alul. Terutama, pria di depan nya sekarang. "Kejam nya " ujar Aliff merasa tersakiti. Tapi itu hanya sebentar, karena selanjut wajah pria itu terlihat mulai serius. "Begini, saye nak tanya sikit pasal donor Ginjal dulu. " Shania memandangi Aliff dengan dahi berlipat. Apalagi melihat wajah pria itu mulai serius sangat jarang ia lihat. "Kenapa ? Kamu mau minta ginjal kamu balik ?" "Hahahaha.. lawak nya. Tak sangke lah, awak bisa lawak. " Tiba - tiba saja Aliff tertawa. Shania mendengus malas, membuat tawa Aliff reda. Dan kembali dengan wajah serius. "Tak lah, saye ini nak tanya. Donor masa tu, Ade ke efek samping nya ?" Dahi Shania mengernyit heran, memandangi Aliff dengan lekat seolah tengah menyelidiki pria di depan nya. "Emm. Kenape pandang saye macam tu ? Saye hensem, ye ?" Shania kembali mendengus jengah mendengar ucapan itu. Dan memilih untuk kembali memeriksa data pasien nya hari ini. "Emang apa yang kamu rasain ?" Tanya Shania. "Entah! Saye pun tak tau. Macam sekarang ini " jawab Aliff bingung. Shania menoleh tanya padanya. "Saya duduk depan awak ni, rase jantung saye macam nak lepas, je. Apelagi, waktu awak pandang saye macam tadi. Siap lah saya pingsan kat sini " Shania benar - benar menyesal sudah menanggapi pertanyaan Aliff dengan serius. Ia meletakkan pena di atas map dengan geram. Membuat Aliff sedikit terperanjat. Dan kemudian tersenyum lebar kala melihat Shania menyibak rambut panjang nya kebelakang dengan helaan napas frustasi. "Kamu seperti nya perlu di periksa " ucap Shania dengan nada tertahan. "Hah?? Serius ke ? " "Hm " gumam Shania mengangguk dengan yakin. "Tak pe lah, kalau macam tu. Awak periksa lah saye sekarang. " "Bukan saya " "Lalu ?" "Dokter jiwa !" Aliff langsung tersentak. Kemudian mendelik, padahal ia sudah serius tadi. "His, awak ni. Serius lah, saye dah jantungan tau. Awak kira saye gila ke, walau pun ye, saye gile. Tuh Karena awak, awak harus tanggung jawab. Awak yang bikin saye tegile - gile dengan awak tau " jelas Aliff dengan ekspresi menggoda Shania. Shania? Jangan kan untuk bersemu. Yang ada ia mau muntah mendengar gombalan Aliff yang cukup membuat nya ilfeel. "Mending kamu keluar sekarang, saya lagi banyak pekerjaan. " Usir Shania. Alifd berdecak lagi, tapi ia menurut saja. "Oke, saya pegi. Jangan rindu tau" "Saya malah berharap kamu gak muncul lagi di depan saya " "Wahh. Kejam nya awak. Kan. Awak tau tak, nanti bile saya tak muncul depan awak. Awak pasti kene cari saya " "Pede banget sih, sana keluar. Bikin pusing aja. Belajar bahasa Indonesia dulu yang bener. Pusing saya dengar kamu ngomong, kata - kata di bolak - balik gitu " ketus nya. Aliff berdecak kesal. "Nanti lah, saya belajar. Saye pegi dulu. Bye, assalamualaikum " dan Aliff berlalu keluar. Shania melihat pintu yang di tutup. Kemudian menggeleng sendiri melihat tinggkah laku Aliff yang rusuh menurutnya. Kembali ia menekuni pekerjaan nya. Cklek Aliff kembali membuka pintu itu. "Awak " panggilnya lembut. Shania menoleh kesal padanya. "Awak tau tak, saye tu lebih suka liat muka garang awak, di banding muka sedih awak. " "Kamu-" Brak!! Hampir saja Shania melayangkan pena di tangan nya kemuka Aliff. Tapi, pria itu sudah lebih dulu kabur menutup pintu. Tanpa sadar, Shania tersenyum sendiri melihat betapa takutnya Aliff tadi. Namun saat sadar, ia langsung menggelengkan kepalanya. Dan kembali menekuni pekerjaan ya. Dengan sesekali menoleh ke arah pintu. Siapa tau Aliff kembali, dan membuatnya benar - benar ingin melempar pena sekarang. Namun, tiba - tiba saja ia teringat kalimat terakhir Aliff. Kalimat itu tidak asing. Fikiran nya melayang pada si Panda. Iya, waktu itu si Panda juga berpesan hal yang sama. Apa.. Cklek "Ya Tuhan.. Apa la -" Shania menghentikan ucapan nya, saat melihat yang muncul bukan lah Aliff. Melain kan adik iparnya, yaitu Sheira. "Shei, Sorry. Aku kira tadi siapa " ujar Shania tidak enak. Sheira hanya menatap heran kemudian menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang dimaksud Shania. Atau siapa yang telah membuat Shania ingin mendamprat. "Gak apa kok, sibuk ya ?" Jawab Sheira, dan duduk di kursi depan Shania. "Gak juga, tadi abis meriksa pasien terakhir. Kamu habis periksa? Sendiri ?" Jawab Shania, dan kembali bertanya. "Iya, sama Gre hari ini. Ares, lagi ada rapat yang gak bisa di tinggal. " "Oh, Gre mana ?" Tanya Shania. "Tadi sih, bilang nya mau nemenin Anak - anak main di taman " jawab Sheira Shania mengangguk. Kedua nya memang terlihat lebih akrab sekarang. Sejak malam itu, di rumah juga kedua perempuan dengan karakter gak beda jauh lebih sering bertegur sapa. Seperti sekarang, kedua mengobrol dengan akrab. Dan, membicarakan apapun yang ada. Seperti perkembangan kandungan Sheira yang semakin membesar hampir memasuki usia delapan bulan. *** "Pagi " sapa seorang pelayan Caffe milik Aliff, yang berdiri di balik meja kasir. "Pagi, juga " jawab Alul dengan ramah." Mana Aliff ?" "Ada di atas mas, mau sa. " "Pagi bro! " Sapa Aliff yang baru saja menuruni anak tangga. Alul menoleh dan menatap heran, pada Aliff yang berjalan sambil menggeret sebuah koper. "Mau terbang ?" Tanya Alul. "Ye lah. Pa hal ni? Kau datang kat sini pagi - pagi sangat. Bahkan caffe ku je belum kena buka " "Enggak, gue cuma mau ngomong sama loe. Soal Shania " jawab Alul langsung. Aliff mengangguk saja. "Ada yang laporan ke gue, kalau loe lagi deketin Shania, maksudnya apa ?" "Yang kau nak tau sangat tu ape? Kau dengan Shania kan udah end. Jadi, tak salah lah aku dekat dengan dia. "Jawabnya dengan enteng. "Liff, maksud loe apa sih ? Loe tau gue sama Shania gimana ? " "Alul, aku dah cakap dengan kau. Kalau aku suka kan Shania. Kau tak gerak, aku lah yang gerak. " Jawabnya lagi dengan enteng. Bahkan tidak terlalu memperdulikan Alul yang mulai tidak suka. "Dah,lah. Aku nak pegi ni. Tertinggal pula aku ni dengan kapal tebang gara - gara layan teman pengecut macam kau. Tepi, sikit " lanjutnya. Sambil berlalu pergi. Alul mendelik kesal pada Aliff, ingin sekali menghajar teman nya itu. Tapi, gak bisa. Apa hak nya ? Aliff benar, dia tidak pernah lagi bergerak untuk berusaha menjelaskan pada Shania. Malah terkesan menghindar. Jadi, Aliff menggunakan kesempatan itu untuk mendekati Shania. Ia berdecak, sahabat nya itu emang k*****t. Udah tau, punya kawan tapi di tikung juga. Ia pun memilih pergi. *** "Abay, mau roti gak ?" Tanya Rama, pada sepupunya itu. "Mau, panggang " jawab Akbar, yang duduk di samping nya. Rama dengan cepat mengambil selembar roti panggang dan memberikan nya pada Akbar. "Coklat atau Kacang ?" Tanya Rama, pada Akbar lagi. "Stobeli " Rama mengangguk. Ia berwlih pada toples selai Stroberi. "Aunty, tolong " ujar Rama pada Gre yang lebih dekat. "Duh.. gemas banget sih dua ponakan gue ini " ujar Gracia mengambil kan selai yang di ingin kan Rama. Interaksi dua saudara sepupu itu tidak luput dari mata semua orang di meja makan. Keynal dan Ve sudah senyum - senyum melihat interaksi keduanya. "Pagi " Shania masuk keruang makan. Membuat semua menoleh, dan wanita itu tersenyum pada semuanya. Berjalan, dan ikut duduk di samping sang Mami. Semua menatap pada Shania. "Kenapa ?" Tanya Shania, heran. Karena semua orang dewasa di meja makan melihat padanya. Reflek semua menggeleng dan kembali sibuk dengan sarapan mereka. Shania hanya mengindikkan bahu nya tidak acuh. "Abay, Abang Rama kan udah kasih roti panggang, terus olesin selai lagi. Nah, boleh gak Kakak Rama pinjam pesawat terbang kamu " Ares langsung tersedak nasi goreng mendengar ucapan anak nya. Gracia langsung tertawa. "Anak kamu banget, dek " celetuk Shania. Membuat semua menoleh padanya. "Kayak bapak nya, buat baik dikit langsung pamrih "lanjut Shania. Sheira langsung tersenyum lebar, Ares sudah menganga tidak percaya. Bahwa kakak nya baru saja mengatakan hal yang di luar dugaan. Begitu juga dengan Gracia dan dua orang tua nya. "Boleh, " jawab Akbar, tidak memperdulikan ekspresi orang - orang dewasa itu yang sedang menatap aneh pada Mamanya. "Nanti, ikut main sama Papa Aliff " Uhuk uhuk uhuk Kini giliran Shania yang tersedak nasi goreng bikinan Mami nya pagi ini. Semua orang menoleh pada Shania saat mendengar ucapan Akbar. "Abay!" "Nah kan! Diam diam, diam. Wow.. " seru Ares seolah membalas kakak nya. "Abay, Papa Aliff siapa ?" Kepo Ares pada keponakan nya. "Abay, gak boleh panggil gitu. Kamu -" "Ssstttt.. dah Kakak diam aja. Biar Abay yang ngomong " ujar Gracia , seolah mendukung Ares, adiknya untuk memulai interogasi. "Abay sayang, ayo jawab " ujar Ares, mulai tidak sabar. Anak balita itu terlihat bingung, dan menoleh pada Mamanya dengan heran. Kemudian pada Ares, Om nya yang terlihat begitu bersemangat. "Papa Aliff, itu teman Papa. Katanya, aku boleh panggil teman Papa. Dengan sebutan Papa. Karena, Papa Aliff baik. Mau temenin aku main, ngajak beli es krim, dan beliin aku mainan " jawab Akbar dengan susah payah. Dan tentu dengan bahasa anak kecilnya. "Abay ketemu di mana, sama Papa Aliff ?" "Di kantor Papa. " Jawab Akbar. Gracia dan Ares langsung ber oh saja, mengira kalau Shania sedang dekat dengan pria bernama Aliff. Ternyata, teman nya Papa Akbar. Dan, bertemu di kantor juga. Shania diam - diam menghela napas lega. Namun, menyimpan kekesalan pada Aliff karena udah langcang menyematkan panggilan itu pada pria itu sendiri. Ia sudah siap mendamprat pria itu jika ketamu nanti di rumah sakit. °°°
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD