Unboxing (part 2)

1213 Words
Abhi berdebar bukan main kala Gema meminta mengikutinya ke kamar. Jika tahu begini, tentu Abhi akan mempersiapkan lebih maksimal, minum ramuan misalnya. Atau belajar dari video? Abhi terkekeh dalam hati. Apa boleh belajar dari video? Atau manusia selalu punya insting untuk hal satu itu tanpa harus belajar. Abhi memasuki kamar Gema yang sudah dipenuhi dengan tumpukan kado pernikahan di atas ranjang. Ekspektasinya sudah melambung tinggi bahwa ranjang itu akan terlihat cantik dengan taburan mahkota bunga di atasnya dan tak ada barang apa pun agar mereka bisa lebih leluasa beraktivitas di atasnya. Namun, yang ada malah tumpukan kado. "Banyak banget kadonya, kita tidur di mana?" tanya Abhi dengan tatapan yang tak lepas menyasar pada kado-kado tersebut. "Kita nggak akan tidur dulu, Abhi, tapi unboxing dulu." Gema melirik kado-kado yang belum sempat mereka buka. "Unboxing kan butuh ranjang yang luas. Yang romantis, bukan dipenuhi kado-kado gini." Abhi mengelus dagunya. "Ya kita kan mau unboxing kado, Abhi," celetuk Gema. Glek... Abhi menelan ludah dan tak merespons. Ekspektasinya kejauhan. Dia pikir malam ini akan menjadi malam yang menakjubkan. Meski kecewa, Abhi menuruti permintaan Gema untuk membuka kado-kado yang menumpuk itu. Ada satu kado yang mencuri perhatiannya. Satu set sprei dan bed cover lengkap beserta sebuah amplop. Abhi membuka amplop dan mengeluarkan lipatan kertas yang terselip di dalamnya. Abhi membuka kertas itu dan membaca isinya. Dear Abhi, Selamat atas pernikahanmu. Aku turut bahagia kamu sudah menemukan seseorang yang akan menjadi duniamu, seseorang yang akan mendampingimu dalam suka dan duka. Tinggal aku yang masih menunggu datangnya cinta sejati. Maaf jika dulu aku sempat berharap kamu akan serius memperjuangkanku, tapi tidak pernah ada sinyal darimu. Aku pun harus menuruti keinginan orang tua yang menginginkanku bertunangan dengan Rasyid. Namun, pertunangan itu gagal. Di saat aku ingin kembali mempertanyakan apa masih ada namaku di hatimu, aku dengar kabar kamu akan menikah. Mungkin kita memang tidak berjodoh. Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu, selalu sakinah mawadah warahmah. Aamiin Reva Wulansari Abhi membisu dengan serangkaian memori yang sempat tertulis di antara dirinya dan Reva. Mereka tidak pernah berpacaran, hanya saja pernah dekat. Sebelum Abhi melangkah serius, gadis itu dijodohkan oleh orang tuanya. Mereka bertunangan. Abhi pun mundur. Kini di saat ia sudah menambatkan hatinya di pernikahannya bersama Gema, Reva memberi kabar yang sudah tidak lagi berpengaruh apa pun untuk dirinya. Melihat Abhi tertegun membaca secarik kertas, Gema pun penasaran. "Kamu baca apa, Bhi? Kado dari siapa?" Abhi terkesiap. Ia melipat kertas itu dan meremasnya. Ia tak ingin Gema membacanya karena mungkin akan menjadi masalah. Tatapan Gema tak lepas pada secarik kertas itu. Ia penasaran ingin membacanya karena mimik wajah Abhi tiba-tiba berubah muram. "Aku ingin membacanya," ucap Gema dengan pandangan yang tak lepas pada kertas yang tengah digenggam Abhi. "Nggak penting kok, cuma ucapan selamat." Abhi memaksakan kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. "Kalau memang nggak penting kenapa diremas-remas, kesannya kayak sengaja diumpetin." Gema sedikit kesal. Ia pun merebut kertas itu dari genggaman Abhi. Abhi tak bisa berbuat apa-apa. Gema membaca jejak pena di tulisan itu dengan serius. Abhi berharap, tidak ada reaksi berlebihan dari istrinya. Seusai membaca kalimat demi kalimat, Gema mengangkat wajahnya dan menatap Abhi datar. "Reva itu mantan kamu? Katanya kamu belum pernah pacaran?" Dahi Gema tampak berkerut. Ekspresi wajahnya sedikit cemberut. "Dia bukan mantan saya. Kami memang pernah dekat, tapi tidak sampai pacaran." "Gara-gara dia tunangan? Sekarang pertunangannya udah putus," lanjut Gema datar. "Terus?" Abhi memicingkan matanya. Ada sesuatu yang bergemuruh di d**a Gema. Namun, ia tak tahu kenapa tiba-tiba perasaan itu muncul. Bukan rasa takut jika Abhi akan kembali pada Reva, tapi ia sendiri tak bisa menjelaskan. "Kamu nggak nyesel nikah sama aku sementara orang yang pernah dekat sama kamu udah putus pertunangannya?" Abhi menelan ludah. "Nggak perlu ada yang disesali." "Kamu masih ada rasa sama dia?" tanya Gema lagi. Ia hanya penasaran apakah Abhi masih menyimpan rasa untuk perempuan itu. Abhi membisu sekian detik. "Kanapa jadi bahas hal kayak gini?" "Ya, nggak kenapa-kenapa. Kamu tinggal jawab aja apa susahnya?" Gema sedikit meninggikan suaranya. Abhi sendiri tak mengerti bagaimana perasaannya pada Reva. Ia sudah berusaha move on sejak Reva bertunangan dan ia tak akan pernah memercikkan rasa itu lagi. Namun, sisa-sisa rasa mungkin belum terhempas seluruhnya. "Diam saja artinya kamu masih ada rasa." Nada bicara Gema terdengar tenang, tak ada indikasi marah, tapi terasa begitu dingin. "Soal perasaan, bahkan kita sendiri kadang tak memahami apa yang sebenarnya kita rasakan." Abhi menatap Gema datar, tanpa ekspresi berarti. "This is the true power of a man, he may be kind and even feel attracted to other girls, yet there is still one name that remains the queen of his heart." (Inilah kekuatan sejati seorang pria, ia bisa bersikap baik bahkan merasa tertarik pada gadis lain, namun tetap ada satu nama yang tetap menjadi ratu di hatinya). Gema tersenyum tipis, bukan senyum bahagia, tapi senyum menyindir. "She is not my queen, anyway," balas Abhi cepat. "Apa maksudmu bicara seperti itu? Kamu mau bilang kalau saya tertarik sama kamu, tapi dalam hatiku masih ada Reva?" Abhi bertanya lagi dengan tatapan yang menghunus. Gema mengembuskan napas. "Ya, ini cuma dugaanku saja. Kamu yang lebih tahu." Gema menyunggingkan satu senyum tipis, terkesan misterius karena tak terbaca apakah dia biasa saja atau tak senang. Abhi menatap Gema lebih tajam dari sebelumnya hingga membuat Gema salah tingkah. "Are you jealous... Or something?" Abhi tak yakin Gema cemburu, tapi dari sikapnya seolah terbaca nada kecemburuan yang masih samar, tapi bisa dirasakan. Gema menganga sekian detik. "Jealous? Do I look jealous?" Abhi mengangguk. "Ya, kamu seperti sedang cemburu." Gema tertawa kecil. "Jangan terlalu narsis. Aku hanya heran. Apa tujuannya kasih kado dibarengi surat yang menyesalkan sikapmu di masa lalu dan dia kasih highlight kalau dia abis putus dari tunangannya?" Gema menekankan kata-katanya, "dia sadar nggak sih kalau dia ngasih kado pernikahan, tapi ada surat yang menghubungkan dengan masa lalu. Maksudnya apa? Atau dia ingin kamu kembali mengejarnya karena dia habis putus? Lucu..." Sebelah sudut bibir Gema terangkat. Ia tak suka dengan gadis bernama Reva Wulansari itu. Abhi pun berpikiran sama jika apa yang dilakukan Reva tidaklah etis. "Sudahlah, kita buka kado yang lain." Gema mengambil satu kotak lainnya. Ia buka perlahan. Matanya dikejutkan dengan beberapa kotak kondom dan lingerie super seksi. Pakai ini kalau belum ingin hamil! Asti Abhi pun mengamati kotak kondom itu serta tulisan yang tercetak. "Pakai ini kalau ingin belum ingin hamil... Ada-ada aja. Asti itu temanmu?" Abhi melirik Gema yang membuka salah satu kotak kondom. "Iya, dia emang gesrek, jadi jangan diambil hati." Gema mengambil salah satu kemasan kondom, "seumur-umur aku belum pernah lihat ginian." Gema membuka kemasan itu dan memegang kondom yang menurutnya elastis seperti balon karet. Abhi pun ikut membuka salah satu kemasan. "Saya juga belum pernah." Abhi mengamati bentuknya, "oh, kayak gini bentuknya. Cara makainya gimana?" gerutu Abhi. Gema tertawa. "Kayak gitu aja nanya. Meski aku belum pernah lihat tapi bisa membayangkan gimana cara makainya." "Beneran tahu caranya? Ya udah tunjukin cara makainya." Abhi menggoda Gema. Ia tidak terlalu polos untuk tahu cara menggunakan barang itu. Ia hanya ingin meledek Gema. Gema menyeringai. Matanya menurun ke bawah, menyasar pada celana suaminya. "Lagian kita nggak butuh barang ini untuk saat ini. Simpen aja di lemari." Mereka membuka lagi kado demi kado. Hujan sudah reda, tapi halilintar menyambar bersahutan. Tiba-tiba gelap gulita. Gema yang fobia gelap berteriak ketakutan... Mati lampu di saat yang tepat!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD