"Apa tidak sebaiknya kita kembali ke Singapore, Tuan? Kondisi Anda sedang kurang baik dan belum pulih," usul Ren sang asisten kepada Aldrick yang baru saja mendapat perawatan akibat memar di beberapa sudut wajahnya.
Tak hanya untuk mencari keberadaan sang mantan istri, pria pebisnis keturunan bangsawan itu memiliki hal penting lain yang baru saja diselesaikan dan harus berakhir dengan beberapa tanda lebam imbas adu jotos pada wajah tampannya.
"Tidak. Setelah salah satu urusanku selesai tadi, kini saatnya aku mencari Jena. Aku hanya ... merasa harus bertanggung jawab," timpal Aldrick sembari menatap sendu ke jendela raksasa Penthouse miliknya yang ada di tanah air.
Entah mengapa, kedua pundak Aldrick terasa berat akan beban mendadak hilangnya kabar dari sosok wanita yang sempat menjadi istri sahnya selama enam bulan belakangan itu.
"Apa kau sudah menemukan titik terang jejak Jena?" Tak ingin larut terlalu dalam, Aldrick menyadarkan angannya dan to the point kembali membahas perkembangan informasi Jena.
"Ah, sudah, Tuan. Lokasi Nyonya Jena kemungkinan ada di alamat ini." Ren menyerahkan tablet pintar yang memampang titik lokasi dimana Jena berada. "Menurut penelusuran juga, Nyonya Jena telah melamar sebuah pekerjaan, Tuan," tambah Ren melengkapi informasi.
"Baiklah, aku akan menuju tempat Jena setelah bertemu dengan seorang kolega bisnis," tukas Aldrick.
***
Glam Enterprise.
Elora berjalan cepat menuju ruangan kerja. Hatinya gusar bukan main. Tak biasanya Kaiden tidak mendiskusikan apapun termasuk mengajak Jena yang jelas berstatus pegawai baru dalam sebuah pertemuan dengan klien penting.
Jemari lentik berkutek dusty pink gadis itu mulai menari cepat di atas laptop untuk memastikan sekali lagi jadwal meeting Kaiden hari ini.
📌Agenda meeting
📭Cleo Modeling.
"Re-meeting penawaran model untuk launch produk baru set perhiasan Blink Jewel."
"Jika tidak salah, Kaiden menginginkan salah satu model dari Cleo Modeling sebgai model untuk brand terbaru Blink Jewel." Elora membatin dalam benak.
Ia ingat betul meeting yang sama pernah terjadi. Namun, sayang. Pertemuan itu berakhir dengan penolakan dari sang model yang ditenggarai terlalu angkuh dan pemilih.
Sejurus itu, Kaiden yang memang memiliki tekad kuat, tentu tidak ingin menyerah begitu saja. Image sang model yang dipilih sudah dinilai cocok oleh sang designer untuk brand perhiasan model terbaru.
Kaiden juga merasa bahwa alasan penolakan sang model tidak masuk di akal. Hal ini memicu CEO berparas baby face itu untuk mengagendakan re-meeting atau pertemuan ulang.
"Ah, aku paham sekarang. Kau ingin menguji si anak baru untuk merayu model yang angkuh itu kan, Kai?" Elora menyeringai tipis seraya bermonolog, merasa paling mengetahui isi kepala atasannya. Pasalnya, Kaiden adalah tipe bos yang lebih suka menguji anak buahnya daripada lama-lama berteori.
Di sisi lain.
Hening. Hampir tak ada percakapan berarti selama di perjalanan dinas kali ini. Apa yang diprediksikan Elora nampaknya benar. Kaiden sengaja mengajak Jena terjun langsung ke lapangan untuk menguji kredibilitas dalam kontek pembuktian kemampuannya sebagai staf humas baru.
Seiras dengan Kaiden, hampir tak ada kalimat apapun yang terkuar dari belah ranum Jena. Wanita itu lebih fokus mengobservasi sikap Kaiden yang selalu penuh dengan kejutan.
Kira-kira, dia akan membawaku kemana, ya? Ugh, dasar bos aneh. Aku pikir hari pertama hanya akan ada perkenalan dan pengurusan dokumen-dokumen seperti di kantor ayah dulu. Jena terdengar menghembus napas pasrah sembari membatin. Meski begitu, ia berharap Kaiden tak menyadari keresahannya.
"Kau sudah sarapan?" tanya Kaiden sesaat setelah memarkirkan sempurna kendaraan besi favoritnya di basement sebuah gedung.
"Sudah."
"Bagus, karena hari ini akan menjadi hari pengujian pertama. Apakah kemampuanmu bisa diandalkan atau tidak? Aku tidak suka staf yang tak kompeten," timpal Kaiden masih dengan nada acuh.
Kening Jena sedikit mengkerut diiringi mimik kebingungan."Maksud, Bapak?"
Kaiden lantas memberikan briefing singkat mengenai tugas yang harus Jena lakukan. Sebelum itu, sang pria terlebih dahulu menunjukan sebuah kotak persegi panjang di hadapan Jena dan lalu membukanya.
"Ini adalah satu set produk perhiasan yang akan di luncurkan oleh Blink Jewel. Aku ingin salah satu modelnya menjadi Brand Ambasador. Tapi, sayang. Model itu menolak hanya karena alasan tidak menyukai set perhiasan ini," jelas Kaiden panjang lebar. "Menurutku ini konyol karena aku tahu dia memakai brand Blink Jewel sebagai perhiasan pribadinya," tambah sang bos mendengkus kesal.
"Hmm, aku setuju dengan pendapatmu, Pak. Sang model seolah menyembunyikan alasan dibalik penolakan brand baru Blink Jewel."
"Bingo!" Raut Kaiden terlihat bangga imbas Jena sukses menganalisis dugaan yang sama dengannya.
"Tugasmu adalah berkomunikasi dengannya untuk melihat kemungkinan adanya celah penawaran kita dapat diterima."
Kaiden juga menyebutkan juga bahwa ia menaruh harapan besar sang model mau menjadi brand ambasador produknya. Mengingat, desainer perhiasan baru adalah sosok yang begitu penting baginya.
"Kai, lihat model itu!" Sang ibu memberi tanda gerakan bahasa isyarat sembari menunjuk ke arah televisi yang menayangkan sebuah iklan yang diperankan oleh seorang model cantik kala itu.
"Ah, Verona Brooklin."
"Benar. Aku rasa, dia memiliki aura yang tepat untuk memakai brand baru Blink Jewel yang kurancang."
"Kau ingin Verona?" Tanya Kaiden mengkonfirmasi kepada Gina dengan air muka teduh. Sang mama lantas mengangguk antusias penuh harap kepada putranya.
"Kalau begitu, akan ku pastikan rancangan barumu bertengger di tubuh Verona, Ma," janji Kaiden seraya mengecup lembut pundak tangan Gima.
Bayangan percakapan masa lalu Kaiden dengan Gina kembali melintas dalam benak. Nyatanya, sang designer perhiasan Blink Jewel adalah Gina sang mama kandung.
Perkataan Gina bagai sihir yang selalu ingin Kaiden wujudkan setelah terucap. Sang ibu memang bukan tipe yang memaksakan, hanya saja Kaiden terlanjur menjadi putra berbakti—yang ingin selalu membahagiakan Gina dengan cara apapun.
"Maaf, jika boleh tahu, kenapa kau sangat ingin sekali Verona menjadi model produk terbaru? Bukankah masih banyak model lain yang tak kalah cantik?" tanya Jena penasaran. Dari penuturan barusan, Jena merasa Kaiden sangat bertekad seolah hanya menginginkan Verona sebagai model brand terbaru.
Tak langsung merespon, Kaiden malah mengerutkan dahinya seakan tak suka. "Kau cukup melaksanakan tugasmu dengan baik, Jena. Aku tidak akan menjawab pertanyaan yang tidak relevan."
Ketus sekali, padahal aku bertanya baik-baik.
"Ergh. Terserah kau saja," gumam Jena sangat pelan.
"Apa kau bilang?"
"Aku tidak bilang apa-apa," kilah Jena cepat-cepat.
Kaiden menyipitkan netra curiga. Ia yakin sekali Jena barusan mencemoohnya dengan gumaman.
Tak ingin terlihat kentara, Jena pun bergegas pamit keluar dari dalam mobil terlebih dahulu.
Beberapa saat kemudian.
Kaiden dan Jena kini sudah berada di dalam gedung Agensi Cleo Modeling. Keduanya dipersilahkan menunggu di sebuah ruang meeting ditemani seorang manager agensi.
"Ada apa manager Lee? Mengapa kau memanggilku di tengah sesi latihan?" Suara serak basah seksi seorang wanita terdengar menyeruak saat di tengah percakapan sang manager dengan Kaiden.
Sontak, Kaiden dan Jena menoleh ke arah sumber suara secara bersamaan.
"Ah, I see."
Seketika, gadis yang rupanya adalah Verona menetapkan pandangan sensual kepada Kaiden seraya menghampirinya. "Wow, rupanya CEO Glam sendiri yang turun tangan untuk mengajukan penawaran," tutur manja sang model.
"Bingo! Kau tidak saja cantik tapi kau juga pintar, Nona Verona," puji Kaiden seraya menetapkan pandangan pada Verona. Keduanya lantas saling bersitatap seolah terselip maksud lain di sana.
Wow, model bernama Verona itu ... benar-benar cantik. Apa mungkin Kaiden menyukai sang model? Jena turut mengagumi paras serta penampilan dan bentuk tubuh seksi dalam balutan mini dress hitam.
"Ah, terima kasih atas pujiannya. Sayang sekali. Aku tetap tidak tertarik menjadi model perhiasan baru Glam Enterprise," tutur Verona mengedipkan sebelah mata, membuyarkan ekspektasi Kaiden dengan penolakan. Sang model Bersikukuh pada pendiriannya yakni menolak tawaran Kaiden menjadi Brand Ambasador Blink Jewel.
"Apakah tawaran kami kurang menarik? Adakah yang bisa kami lakukan untuk membuatmu berubah pikiran?" tawar Kaiden berusaha bernegosiasi.
"Ch. Baiklah jika kau ingin sekali aku jadi modelmu. Aku mempunyai syarat."
"Katakanlah."
Verona mengikis jarak menjadi semakin dekat dengan Kaiden. Ketika jarak antara mereka hanya beberapa inci saja, kedua manik cantik milik Verona menatap penuh binar seraya berbisik, "Kau harus tidur denganku, Tuan CEO."
Bisikan yang Verona layangkan memang terdengar pelan. Akan tetapi, masih bisa terdengar dengan jelas oleh penghuni di sana. Baik manager Lee dan Jena sontak terkesiap tak percaya.