Ch-4

1090 Words
Mata kuliah hari ini sudah selesai, Melisa sudah bersiap-siap untuk pulang ke rumah. "Duak!" Menendang kaki Leebin. "Apa?" Menoleh menatap gadis itu sudah menenteng tasnya bersiap pulang ke rumahnya. "Lo mau lembur di sini? Nggak mau pulang?" Mengedip matanya tiga kali sambil tersenyum lebar menatap wajah malas di depannya. "Lu duluan aja lah." Ogah-ogahan masih merebahkan kepalanya di atas meja. "Serius Lo mau tidur di sini? Banyak setannya di sini Bin!" Melisa bergegas pergi meninggalkan pria itu masih rebahan kepala di atas meja. "Masa sih? Ada hantu?" Menggaruk kepalanya lalu ikut pergi menyusul Melisa. Saat melalui toilet dia melihat Melisa terpaku di depan pintu, menatap pintu yang tertutup di depan matanya. Leebin mendekat, berdiri di belakang punggung gadis itu. Sayup-sayup terdengar suara rintihan dari dalam toilet. "Aakkhhhh Revan emmhhh, terus sayang.. awhhhh.. uuhhhh..emhhhhhh.." Rengek seorang gadis yang dia sendiri tidak tahu siapa. "Kita pulang yuk, Mel.." Pria itu menarik pergelangan tangannya pergi dari sana. Melisa menurut saja ditariknya pergi dari depan toilet kampus tersebut. Karena melihat Melisa mematung, sambil menatap kosong sejak tadi, Leebin bergegas mengambil kunci skuter matik dari tasnya. Dia membawa gadis itu ke parkiran untuk mengambil motornya. "Naik gih!" Perintahnya pada gadis tersebut. Melisa masih mematung berdiri di tempatnya. "Mel! Ayo buruan naik! Ntar gue jual ni motor kalau Lo tetap diam! Bruummm! Bruuumm!" Sergahnya pura-pura tarik gas. Melisa tersadar dari lamunannya, tersenyum melihat tingkah laku Leebin, lalu naik ke atas boncengan. Gadis itu memeluk pinggangnya erat sekali, seraya menyandarkan kepalanya pada punggung pria tersebut. "Rasanya sedikit aneh, erat banget lagi pelukannya! Kan punggung gue jadi terasa kayak ada bantalnya!" Gerutunya seraya mulai menarik gas pada stang motor tersebut. Melaju menuju rumah Melisa. "Kok pelan banget Bin? Buaaakkk! Kencengin dikit kek! Kayak orang naik sepeda manual aja!" Gerutu Melisa seraya menepuk punggung sahabatnya tersebut. "Gue gugup tahu! Mau Lo? Kalau misal nih gue kencengin ni motor, lalu nabrak tiang listrik? Bawa anak orang pula! Kalau gue sendirian yang mati kecelakaan sih kaga apa-apa! Lah elu? Anak orang, gue bisa dipenjara!" Cerocosnya nggak mau berhenti. "Iya deh terserah, pelan-pelan aja! Biar kayak karnaval, jadi tontonan orang sekampung!" Melisa menggelengkan kepalanya berkali-kali, putus asa ngomong sama orang kebangetan. Leebin cengar-cengir melihat Melisa pasrah saja naik motor yang lajunya bahkan lebih pelan dari sepeda manual. "Ngapain Lo cengar-cengir? Sengaja kan? Lo ngerjain gue kan Bin! Ayo ngaku!" Melisa melihat wajah Leebin penuh senyum dari kaca spion motornya. "Kagak! Swear!" Leebin menoleh ke samping sambil menutup bibirnya dengan tangan kirinya menunjukkan dua jarinya. "Modus Lo! Duk!" Sergah Melisa memukul punggungnya dengan kepalan tangan kanannya. "Gak mau pegangan lagi? Gue mau kencengin ni motor! Bruuuummmm!" Menambah kecepatan, spontan Melisa memeluknya erat-erat seperti sebelumnya. Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di depan rumah Melisa. Leebin bersiap pergi setelah memarkirkan kendaraan milik gadis itu di halaman depan rumahnya. "Masuk dulu Bin!" Menarik lengannya masuk ke dalam rumahnya. "Gue pulang aja, kaga ada orang di rumah, gak enak diliatin tetangga Mel." Ujarnya sambil menahan kakinya berdiri di beranda rumah gadis itu. Tapi Melisa malah cemberut dan bersikeras menariknya masuk ke dalam. Mau tidak mau akhirnya tetap masuk ke dalam rumah gadis itu. "Dari kemarin sore gue lihat rumah Lo kok sepi melulu? Pada kemana ibu bapak?" Tanyanya seraya menghenyakkan tubuhnya di kursi meja makan seraya menatap punggung gadis itu sedang membuatkan kopi untuknya. "Ke rumah saudara, besok baru pulang." Jelasnya seraya meletakkan gelas berisi cairan hitam di atas meja. Kemudian duduk di kursi sebelahnya. Tidak ada yang ingin dibicarakan Leebin lagi, dia hanya meminum kopinya selama sepuluh menit. Tetap diam sambil menatap gelas di depan wajahnya. Melisa sendiri malah merebahkan kepalanya di atas meja, di atas punggung telapak tangannya. Menatap wajah pria di sebelahnya itu. Leebin mendorong gelasnya sedikit menjauh, kemudian ikut meletakkan kepalanya di atas meja menatap wajah di depannya. Saat dia ingin menarik helaian rambut gadis itu ke belakang telinganya, gadis itu tiba-tiba memegang pergelangan tangannya. "Kenapa?" Tanyanya pada gadis itu. "Bruuukk!" Melisa jatuh menghambur memeluk tubuh pria itu, erat sekali. "Kenapa? Masih sedih?" Tanyanya sambil menepuk pelan bahunya. Melisa hanya menggelengkan kepalanya, lalu mendongak menatap wajah pria yang kini berada dalam pelukannya. Leebin perlahan mendekatkan wajahnya, mendaratkan sebuah ciuman pada bibirnya. Kosong! Tidak ada respon! Melisa bergumam tidak jelas, ketika pria itu mulai melumatnya perlahan. Menarik tubuhnya berdiri, masih dengan melumat bibirnya mendorong tubuh gadis itu bersandar di atas sofa. "Gue pasti sudah gila, ngapain gue begini? Ah terserahlah!" Mengabaikan teriakan hatinya dan tetap menyentuh tanpa mau berhenti. Masih tetap melumat bibirnya dengan lembut, menarik G-string milik gadis itu turun hingga ke bawah kakinya. Lalu mengusapnya. Rintihan Melisa memenuhi ruangan tersebut. Dengan ayunan lembut pria itu memulai permainannya semakin lama semakin cepat. Hingga membuat tubuh gadis di depannya terdorong kebelakang. Lisa meremas-remas kedua bahunya. Leebin memekik karena gadis itu menggigit lehernya untuk melepaskan klimaksnya. "Hah! Hah! Hah! Hah!" Masih dengan nafas tersengal-sengal duduk di sebelah gadis tersebut tanpa membetulkan letak celana jeans miliknya terlebih dahulu. Dia melihat Melisa perlahan-lahan membenahi pakaiannya kembali. Keduanya terdiam dalam pikiran masing-masing. Tidak bisa berkata-kata lagi. Leebin menyulut rokoknya, untuk mengusir rasa canggung dan debaran jantungnya yang tak mau berdetak lebih pelan. Saat pria tersebut bergegas berdiri dari kursinya, Melisa menahan lengannya. "Mau kemana? Habis buang sampah langsung pergi?" Sindirnya sambil meremas lengan kanan pria tersebut. Leebin tersenyum cengar-cengir, lalu duduk kembali. "Gue gak akan minta maaf sama Lo Mel. Gue sadar bukan khilaf!" Ujarnya masih tetap dengan wajah santainya menghembuskan asap rokoknya ke udara di depan wajahnya. Melisa masih menyandarkan kepalanya pada bahu kanan pria tersebut. "Gue tahu Bin, gue yang minta maaf!" Ujarnya sambil menarik wajah sahabatnya tersebut agar menatap ke arahnya. "Cup!" Sebuah ciuman mendarat pada bibirnya. "Maaf untuk apa?" Tanyanya seraya menarik kepala Melisa, melumat bibirnya kembali dengan lembut. Sejenak kemudian melepaskan ciumannya, menatap wajah gadis di depannya lekat-lekat. "Maaf, pas bilang gue jijik itu.. maaf ya?" Ucapnya sambil menundukkan wajahnya ke bawah. Leebin mengangkat dagunya, melumat bibirnya kembali tanpa ragu sama sekali. "Gue gak marah. Gak akan marah sekalipun Lo bilang gue cowok k*****t! Hahahhahaha!" Tawanya pecah dan membuat suasana canggung, kaku tersebut lenyap seketika. "Biin?" Menarik kaos warna merah yang melekat pada d**a atletis Leebin. "Apa?" Menatap wajah yang kini sangat dekat dengan wajahnya. "Lo sudah tidurin gue. Lo harus tanggung jawab!" Bisiknya lirih seraya menatap wajah pria di depannya. Pria itu terdiam. Kemudian melepaskan tangan Melisa dari kaosnya. Wajah Melisa mendadak berubah pucat, pikirnya pria itu bakal pergi dan menghilang begitu saja setelah melalui hal itu bersamanya. Tapi tidak, dia menariknya ke dalam pelukannya seraya mendaratkan ciumannya pada keningnya. Itu adalah jawaban yang diberikan olehnya, entah bagaimana gadis tersebut mengartikannya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD