Eps 3

1276 Words
“Kakak kenapa nggak jadi netap di Korea?” Tanyaku saat kami sedang duduk santai diteras depan. Dia menelan kacang telur yang udah dikunyah sejak tadi. “Nggak betah sama mertua. Galak, suka ngatur. Nggak asik!” Kembali sama camilannya. Aku tertawa kecil. “Kan bisa cari rumah lainnya, kak.” “Nggak dibolehin.” Sahutnya. Tetiba ponselku bergetar, nama Elang tertera dilayar utama. Segera kuangkat telfon darinya. “Hallo, kenapa, ay?” “Gimana sih, may! Pulpennya nggak kamu masukin ya?” Aku menepuk jidat. “Maaf, lupa.” “Tuh, kan.” Dari suaranya, dia kesel. “Trus gimana? Di tas nggak ada yang lain ya?” “Enggak. Aku harus beli dulu diwarung samping kampus.” “Ini, El, pakai punyaku aja.” Suara seorang wanita yang sangat jelas kudengar. “Serius? Lo pakai apa?” tanggapan dari suami. “Aku bawa double kok.” “makasih ya.” Tanpa pamit, Elang mematikan telfonnya. Aku hanya diam dengan perasaan yang kembali memanas. Menatap layar ponsel yang sudah menghitam. Siapa lagi wanita itu? “Cemburu ya?” kak Al natap aku dengan senyum mengejek. Aku memanyunkan bibir, malas menjawab. Urusan Dara tadi masih membuatku kesal, ini tqmbah cewek yang lain lagi. Huufftt, gini ya kalo nikah sama remaja yang baru beranjak dewasa. “Udah, jan diambil pusing. Elang itu pasti setia, Cuma cinta sama Audy seorang.” Kak Al menenangkan, tapi tetep ati ini nggak bisa tenang sedikitpun. Aku berusaha tersenyum, ngangguk dikit lalu masuk kedalam rumah. “Dy, gue pergi ya.” Pamitnya. “Iya, kak. Hati-hati.” Sedikit berteriak karna aku berada didalam kamar “tutupin pintunya, kak.” Tambahku. “Yuhuuii!” Tak begitu lama, terdengar suara mobil yqng menjauh dari pekarangan. Kak Al beneran pergi. Kembali kutatap ponsel yang menghitam. Menatap foto suamiku yang sangat imut, bahkan masih sangat muda. Tak heran jika akan banyak ulat sawah yang melirik, mengincar, bahkan menginginkannya. Apalagi dizaman sekarang ini. Zaman edyan yang kebanyakan gadis-gadis akan lebih suka mengejar suami orang. Ya Tuhan, lindungilah pernikahan kami. Jaga suamiku agar tetap setia dipernikahan ini. Pukul 9.00pm Yang didalam perut gerak nggak mau berhenti. Pasti dia lapar karna aku belum makan dari sore. Elang membuat nafsu makanku hilang. Beranjak dari atas kasur, berjalan pelan menuju kedapur. Kehamilan yang sudah membesar ini membuatku tak bisa jalan seperti biasa. Ini jadi ngangkang. Si adek udah turun pinggul, hampir mendekati hplnya. Ngambil nasi dipiring, bersiap untuk membuat nasi goreng. Ngeluarin beberapa udang dari kulkas. Sekitar setengah jam lebih aku berkutat didapur, akhirnya yang kumasak sudah kelar. Menatap ponsel, siapa tau ada pesan dari suami. Namun tak ada apapun. Selesai makan, kubuat susu hamil untuk diri sendiri. Duduk disofa depan tv, menikmati susu sambil nonton acara tv. Berkali-kali kulirik jam dinding diatas tv. Pukul 10.30 seharusnya Elang sudah pulang. Tapi kenapa lewat jam dia belum pulang? Bahkan tak ada kabar apapun. Kuraih ponsel, mencoba menelfonnya. Terhubung tapi tak diangkat. Mencoba berfikir positif, pasti dia sedang dijalan. Jadi, tak bisa angkat telpon. Kembali kuletakkan ponsel, lalu menatap layar tv. Aku tak bisa konsen melihat tayangan yang sebenarnya sangatlah bagus. Kucoba hubungi lagi nomor suami, tapi tetap nggak diangkat. Aku mulai gelisah, menggenggam ponsel erat dan pikiran kacau. Aku mondar-mandir diruang tamu, hingga kurasa kakiku mulai pegal karna terus-terusan jalan. Pukul 11.30pm Suara motornya baru terdengar. Cepat kubuka pintu depan. Melihatnya dalam kondisi baik-baik saja, cukup melegakan. Dia melepas helm dan berjalan mendekat. Aku masuk, menuju kedapur untuk membuatkannya minum. Menjabat tangannya saat dia sudah mencuci kaki dan melepas sepatu. “Huuuh capek banget, may.” Merebahkan tubuhnya dengan kasar disofa depan tv. “Ini, teh hangat. Diminum dulu, biar nggak terlalu capek.” Aku duduk disebelahnya. Dia mengangkat tubuh, meraih gelas yang kutaruh didepannya. “Maaf ya, aku pulang telat. Tadi nganterin Fiona pulang dulu.” Keningku berkerut. “Fiona?” tanyaku, ingin lebih tau tentang siapa itu Fiona. “Iya, Fiona. Dia yang udah pinjemi pulpen. Tadi sopirnya nggak bisa jemput. Malem-malem juga kan bahaya kalo cewek pulang naik ojek. Dia udah bantuin aku, aku nggak enak kalo nolak pemintaannya.” Kulihat ponselnya berkedip. Ada pesan masuk. Sehera Elang mengambilnya. Membuka aplikasi hijau, lalu membaca pesan yang baru aja masuk itu. “Dari siapa, ay?” tanyaku yang memang penasaran. Dia tersenyum kecil. “Dari Fiona.” Ada yang panas tapi bukan pantat panci! “Kamu tukeran nomor sama dia?” tanyaku lagi. Dia ngangguk, sibuk balas pesan itu. Kurasa aku akan segera ngomel. Beranjak meninggalkannya yang asik sendiri. Masuk kekamar dan segera mematikan lampu. Menyembunyikan tubuh dibalik selimut tebal. “Sandra, apa aku masih nggak boleh ngomel? Aku cemburu.” Saat emosi itu tak bisa terluapkan. Hal pertama yang bisa dilakukan hanyalah menangis. Aku benar-benar menangis menahan amarah ini. Cemburu ini menyiksaku. Beberapa menit kemudian, terdengar pintu dibuka. Lalu kembali ditutup, Elang naik keatas tempat tidur. Menyentuh bahuku lembut. “May, udah tidur kah?” bisiknya tepat ditelinga. Mengecup pipiku lama. “May, aku pengen nengokin baby. Boleh ya.” Bisiknya lagi. Aku mulai bergerak, tapi tak menatapnya. “Aku capek, ay. Pengen bobok.” “kamu diem gini aja. Biar aku yang bermain.” Tangannya mulai menyibak selimut. Kalo dia udah gini, aku nggak bisa nolak. Sekali lagi, kata Sandra aku harus ngalah. Karna bisa aja dia berpaling saat aku tak bisa bikin dia nyaman. ** Selesai pergulatan itu, Elang menciumi wajahku. Mulai dari kening, kedua mata, kedua pipi sampai menggesekkan hidung kami. Dan menyatukan bibir kami cukup lama. “Makasih ya, mayang. Aku cinta banget sama kamu.” Mengelus perut dan menciumnya dengan lembut. Rasa emosiku membuat mata berair lagi. Segera kuelap kasar kedua mata ini. Berharap dia nggak melihatnya. “Mbak, kenapa nangis? Aku bikin salah?” berbaring disampingku. Menatapku yang masih terdiam. Sialnya mata ini kembali berair. Aku geleng kepala. Meraih selimut untuk menutupi tubuh telanjang. “Aku ngantuk.” Berbalik memunggunginya. Dia mepet tubuhku, memeluk dari belakang. “Kenapa, mbak? Kamu marah?” Hangat nafasnya menyapu telinga. Aku yakin, dia menopang kepala dengan satu tangannya. Menyentuh dagu, lalu meraba bibirku. “May, ngomong dong. Kamu marah ya?” memperhatikan wajahku dari dekat. “Kamu cemburu lagi? Sama Fiona?” Air mata kian deras, dada naik turun. Sebegini nggak pekanya kah suamiku? “Aku nggak ada hubungan apapun sama dia, may. Suer deh.” Mengangkat dua jari disamping kepala. “Demi monas yang tingginya nggak karuan itu. Aku nggak ada apapun sama Fiona. Cuma teman satu kelas aja. Ngobrol juga baru tadi, itupun nggak banyak.” Tetap diam dengan tangisku. Sedikit lega, tapi aku nggak bisa percaya gitu aja. Wajah bahagianya saat berbalas pesan itu membuatku sakit. “May, jan marah dong.” Mencium pipiku lama. Matanya menatapku tak berkedip dengan mulut yang nempel dipipi. “Sampai kapanpun, nggak ada yang bisa gantiin kamu, mbak Audy sayang.” Ucapnya dengan lembut. Sangat lembut. Bahkan hatiku sangat tersentuh. Aku mulai membalas tatapannya. “Aku cinta banget sama kamu, ay. Aku takut kamu ninggalin aku.” Air mata menetes lagi. “Aku sadar, umurku lebih tua dari kamu. Diluar sana banyak para gadis seusiamu, bahkan lebih muda darimu yang sangat menginginkanmu. Aku nggak bisa bayangin jika sampai kamu berpaling.” Kugelengkan kepala. “Aku nggak akan kuat, ay. Aku takut kamu tinggalkan.” Mengusap pipiku lembut, lalu mengecup bibirku. Melumatnya pelan, sangat lembut melakukannya. “Masih inget nggak?” tanyanya tiba-tiba. “Apa?” keningku berkerut. Tapi tangisku sudah berhenti. Ternyata ciumannya mampu membungkam tangis. Ah, dia. “Aku lebih suka yang tua,” ucapnya dengan tersenyum imut. Aku ikut tersenyum. Kata-kata yang dulu pernah dia ucapkan, kembali kudengar saat aku sedang dibakar cemburu. Kuraih tengkuknya, lalu mencium bibirnya. “Mau lagi?” Kuberi anggukan sebagai jawaban.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD