Bab 2: Kehidupan Baru

1132 Words
River "Dorong! Hanya beberapa kali dorong lagi, maka dia akan lahir!" Suara ibunya terdengar dari dalam ruang bersalin di Pusat Penyembuhan Kawanan Serigala Melolong yang membantu menenangkan Alpha River Granite saat River menunggu bersama Beta-nya, Allen Stead, yang mondar-mandir di sepanjang lorong kecil di luar pintu. "Kau bisa masuk, kok," ucap River pada temannya. "Samantha itu istrimu. Tidak ada apapun di dalam sana yang belum pernah kau lihat." "Ha!" kata Allen sembari berhenti di kejauhan dengan berkacak pinggang. "Ada banyak hal di dalam sana yang belum pernah kulihat. Selain itu, ibumu berhasil menenangkan Sam. Kalau aku masuk ke sana, aku hanya akan menghalangi. " "Allen, dia itu istrimu. Dia sedang melahirkan putramu." River berdiri dan melangkah menghampiri temannya. "Masuklah!" Dia membuka pintu sambil mendorong Allen masuk, tepat saat Sam menjerit kesakitan. River melangkah menjauhi pintu tanpa melirik ke dalam, tak keberatan membiarkan ibunya, Patricia, yang mengemban peran sebagai Luna, menangani urusan ini bersama sang bidan, Nancy. Kedua wanita itu sangat kompeten dalam membantu proses persalinan. River tidak akan berada di sana jika si calon ayah bukan sahabat dan Beta-nya. Dia tidak keberatan menyerahkan tanggung jawab semacam ini kepada ibunya. Soal melindungi kawanan, pelatihan, penyelesaian sengketa tanah, hal-hal semacam itu siap dia tangani. Tapi tidak urusan ini. Inilah yang disebut pekerjaan untuk Luna. Sayang sekali dia tidak punya Luna sendiri. Kecuali ibunya. Ibunya hebat--tapi dia sudah siap melimpahkan tugasnya, namun tidak ada orang yang bisa menerima limpahan tugas itu. Pikiran River spontan teralihkan ke dugaan kutukan yang dilayangkan ke semua kawanan di wilayah mereka sekitar dua puluh tahun yang lalu, kutukan bahwa tak akan ada lagi wanita kuat yang lahir dari Alpha atau Beta sampai pria mulai menyadari arti penting wanita. Dia tidak tahu apakah memang ada kutukan penyihir itu atau hanya nasib buruk, tetapi sejauh ini, tidak ada satu pun wanita yang lahir selama dua dekade. Satu-satunya wanita yang cocok memimpin berdasarkan keturunan adalah Ellie Knight, tapi dia tidak tertarik untuk menikah. Dia menegaskan itu kepada semua orang. Beberapa menit setelah River memaksa Allen masuk ke kamar, teriakan lain membahana, tangisan bayi yang baru lahir. Senyum mengembang di wajah River sembari membayangkan bayi mungil yang terbungkus selimut dan berbaring di dada ibunya. Dia bisa membayangkan Sam, bersimbah keringat dan tersengal-sengal namun memancarkan rona kasih sayang, dengan Allen di sampingnya. Dia senang temannya tidak melewatkan momen itu. Suatu hari nanti, River berharap akan memiliki anak sendiri. Tetapi dia harus menemukan wanita yang layak terlebih dahulu, dan karena hal itu tidak mudah, dia menyingkirkan seluruh kemungkinan itu dari pikirannya, setidaknya untuk saat ini. Tidak lama setelah bayi itu mulai menangis, ibunya keluar, tampak lelah tetapi memancarkan kegembiraan. "Bayinya laki-laki!" kata Patricia sambil mengatupkan kedua tangannya. "Si ibu dan bayi Simpson baik-baik saja." River tersenyum ketika menyadari Allen menamai putranya atas nama mendiang ayahnya. Allen sangat dekat dengan ayahnya. Sebuah tragedi yang sangat mengerikan ketika Simpson Stead dan ayah River sendiri, Lake, terbunuh dalam serangan ketika kedua anak itu masih remaja. Mereka berdua langsung menggantikan posisi ayahnya, tetapi tidak sehari pun mereka lewatkan tanpa membicarakan orang-orang hebat yang diambil terlalu cepat itu. "Bisa antar Ibu?" kata Patricia sambil menunjuk ke arah pintu yang menuju keluar dari Pusat Penyembuhan. River tak keberatan menemani ibunya kembali ke rumah, terutama karena letaknya searah dengan kantornya, tempat yang dia tuju berikutnya. "Ibu hebat tadi, Bu. Ibu memang ahli menenangkan para wanita." River tersenyum padanya, dan mata hijau ibunya, hampir serona dengan matanya, berbinar. Dia mewarisi rambut pirang ayahnya, tetapi rambut cokelat muda ibunya tidak terlalu jauh dari warna rambutnya. Dia mewarisi tulang pipi tinggi ibunya tetapi keseluruhan wajahnya mewarisi wajah ayahnya. Rahang bagaikan dipahat, hidung mancung, tatapan tajam. Hampir semua orang yang mengenal Lake memberi tahu River bahwa dia sangat mirip dengan ayahnya, yang selalu membuat dia bangga. "Terima kasih, Nak," kata Patricia sambil merangkul lengan anak semata wayangnya. "Ibu suka membantu para wanita ketika mereka dalam situasi yang sulit dan penuh tekanan. Tapi... seperti yang kau tahu... Ibu tidak akan bertambah muda." "Ah, mulai lagi," kata River sambil tertawa kecil, meskipun dia tidak benar-benar menganggap itu lucu. Dia tidak ingin ibunya membahas topik itu lagi, terutama karena kelahiran seorang bayi sudah cukup mengingatkannya. "Sekadar mengingatkan... sudah waktunya, kan? Kita harus mengadakan Pesta Dansa Dewi Bulan dan menemukan Luna yang kau butuhkan untuk membantu meneruskan tradisi kawanan begitu Ibu sudah tiada." "Ibu, kita sama-sama tahu, bahwa memang tidak ada Luna yang bisa ditemukan," ucap River padanya saat mereka melewati sekumpulan anak yang sedang bermain bola. Mereka terlalu sibuk sampai tak melihat pemimpin mereka lewat selagi berteriak dan saling balas menendang bola berwarna merah. River tersenyum, mengingat masa-masa ketika tak ada beban dalam pikirannya sama sekali. "Kau tidak akan tahu jika tidak mencoba," ucap Patricia kepada River ketika mereka sampai di rumah kecilnya yang tidak jauh dari rumah River atau dari Pusat Kesehatan. Dia ingin siap jika seseorang membutuhkannya, dan dia selalu siap. "Aku akan memikirkannya, Bu," janjinya, bukan untuk pertama kalinya. River membungkuk untuk mencium pipi ibunya, dan Patricia menghela napas pelan karena kalah. "Baiklah," katanya. "Tapi jika ada kesempatan, maukah kau berjanji akan mencobanya, Nak? Ibu yakin istrimu, Luna-mu, ada di luar sana sedang menunggumu. Dan... kau juga tidak akan bertambah muda." "Usiaku masih dua puluh enam tahun!" ucapnya. Patricia mengangkat bahu. "Anak Ibu sudah berusia tiga tahun saat seusiamu. Sekadar memberi tahu saja." River menggelengkan kepala dan mengelus rambutnya. "Jika ada kesempatan, akan kuambil," janjinya pada ibunya, tanpa terlalu memedulikan ucapan itu karena tidak mungkin ada peluang bertemu seorang wanita yang tidak ada. "Hanya itu yang bisa Ibu minta," kata Patricia sambil menghela napas sebelum berbalik dan menaiki tangga menuju rumah kecilnya. River tertawa dan menggelengkan kepalanya karena mengetahui ibunya akan memperlakukan anak Allen seperti cucunya sendiri karena dia sangat menginginkan bayi dalam keluarga sendiri. River menuju ke kantornya untuk mengurus urusan yang tersisa hari ini, mengesampingkan pikiran mengenai peluang bertemu Luna saat dia fokus memikirkan ancaman kawanan lain di daerah itu dan langkah yang bisa dia lakukan untuk memastikan persekutuannya dengan mereka semua sama-sama kuat. Dia beruntung ada ibunya yang menangani urusan Luna karena seluruh waktu dan usahanya sudah tersita untuk menangani tugas Alpha, dan di bidang itulah dia paling ahli. Dia memberi Allen libur beberapa hari untuk menemani istri dan bayinya, meminta salah satu Omega, seorang pemuda bernama Brett, untuk menggantikannya. Ketika dia membuka pintu kantornya, Brett sudah ada di sana, berdiri di dekat meja River, tangannya terlipat, wajahnya menunjukkan raut serius. "Ada apa?" tanya River. Bret menggelengkan kepala. "Aku baru saja dapat kabar dari serigala yang berpatroli di perbatasan utara kita. Kita punya masalah." River berusaha memasang wajah tanpa ekspresi, tapi itu kabar buruk. Perbatasan utara yang dipakai bersama dengan kawanan yang dikenal sebagai Serigala Menangis, yang namanya tidak didapatkan karena mereka pengecut. Mereka sekelompok pelolong ganas ketika mereka bertekad. Sambil menarik napas dalam-dalam, dia berjalan ke belakang mejanya, duduk, dan berkata, "Ceritakan semuanya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD