Bagas

1031 Words
Rapat angkatan sudah berjalan dua jam lebih, dan Guri masih belum menemukan titik akhirnya. Ia sudah jengah dan ingin cepat-cepat kembali pulang ke rumah. Rapat angkatan kali ini memang dilakukan sangat serius, mengingat dalam dua hari lagi akan diadakan rapat besar jurusan atau sering di sebut Mubes (Musyawara besar). Selama mubes nanti, para senior akan datang dan mempertanyakan semua tentang persiapan KBM yang akan mereka lakukan. Dan sebagai SC, mereka tidak boleh ketinggalan sedikitpun informasi, karna mereka bertugas sebagai orang yang akan mempertahankan hasil dari panitia. Bisa di katakan, SC itu bertugas menjaga para panitia agar senior tidak mengambil alih acara KBM. Sedari mulai, rapat mereka hanya membahas tempat diadakannya KBM nanti, apakah sudah sesuai dengan standar yang sudah di buat, seperti adanya hutan, sungai, dan tanah lapang pada daerah KBM akan di berlangsungkan. Guri tidak ada menangkap sedikitpun isi dari rapat. Pikirannya sekarang di penuhi oleh Dewa, laki-laki pujaan hatinya, sampai sebuah getaran pada ponselnya membuyarkan lamunan Guri. Bang Bagas Calling... Melihat nama teman abangnya, Guri segera mengangkat. "Apa?" tanya Guri lemas. Tangannya sedari tadi sibuk mencabuti rumput yang berada di dekatnya. "Ri, lagi dimana?" tanya Bagas dari seberang. "Masih di kampus bang, rapat angkatan" Gantian, kini Guri tampak sibuk menusuki semut tanah yang berlalu lalang di dekatnya. "Abang lagi di kampus nih dek, habis ketemu teman. Udah mau pulang gak?" "Maunya pulang bang, tapi Guri gak bisa pulang begitu saja" jawab Guri lemas dan hampir saja ingin menangis. "Ya udah abang ke situ buat izinin. Posisi dimana sekarang? Abang lagi di parkiran" "Di parkiran juga bang, di parkiran motor, dekat lapangan basket" "Oh, yang ngumpul buat lingkaran itu ya?" tanya Bagas memastikan. Gori mengangguk refleks, "Iya bang" jawabnya geram, karena masih menyiksa semut-semut yang berada di dekatnya. "Okei, abang udah lihat. Bentar ya, abang baru keluar dari mobil" Guri hanya menggumam, lalu mematikan sambungan telpnya. "Lo mau balik ya?" tanya Asep yang sedari tadi memperhatikan Guri. Guri mengangguk, "Iya, gue mau nata hati dulu di rumah. Pengen nangis di pelukan bang Satria" jawabnya . "Lo kabarin aja kesimpulan hasil rapat. Gue yakin, senior nanti nyerang gue waktu Mubes" ucapnya. "Permisi, boleh tau komtingnya yang mana?" suara bass Bagas mengintrupsi diskusi mereka. Tubuh besarnya menutupi teriknya cahaya matahari, hingga membuat para gadis, teman-teman Guri terkesima. Bagas dengan jas formalnya memang selalu menarik kaum hawa. Apalagi wajahnya yang tampan dengan tubuh besar dengan tinggi 198 cm nya. Ia tampak terlihat seperti raksasa. "Saya bang, Andre" Andre, komting angkatan Guri berdiri menyapa Bagas. "Ada apa ya bang?" tanya Andre bingung. Tubuhnya yang hanya sampai 173 cm membuat ia harus mendongakan kepala saat berbicara dengan Bagas. "Andre, boleh saya permisikan Guri, eh maksud saya Salsa. Kita lagi ada acara keluarga" ucap Bagas tenang. Andre mengangguk, matanya berkeliaran mencari keberadaan Guri. "Ri, abang lo jemput nih" teriak Andre sedikit kencang, agar Guri bisa mendengar suaranya. Berhubung angkatan mereka sampai 150 orang. Guri berdiri sambil menyeret tas kampusnya. Jas lab gadis itu di ikatkan di pinggangnya. "Ndre, kabarin hasil rapatnya ya!" ucap Guri sebelum berjalan ke arah Bagas. Layaknya seperti memperlakukan Bagas sama dengan para abangnya, Guri merangkul lengan Bagas. Tubuhnya yang hanya punya tinggi 162 cm benar-benar terlihat mungil di samping Bagas, hanya sampai seperut laki-laki itu. "Kamu kenapa sih? Kok lemas banget?" tanya Bagas bingung melihat tingkah adik temannya yang tidak seperti biasanya. "Patah hati bang. Guri pengen nangis" lirih Guri, yang kini menyandarkan tubuhnya di lengan Bagas. Langkah Guri sudah seperti di serek oleh Bagas. "Patah hati sama siapa? Sini bilang ke abang orangnya" ucap Bagas serius. Kakinya berhenti melangkah, membuat Guri juga ikutan melangkah. Wajah sendu lengkap dengan mata berkaca-kaca Guri membuat Bagas menghela nafas. Di tariknya gadis itu kedalam pelukannya. Kakinya kembali melangkah berjalan, sambil merangkul Guri dengan wajahnya menghadap perut Bagas. "Abang belum makan siang, makan dulu ya kita, baru pulang. Bang Aceng udah di resto" ajak Bagas sambil mengelus kepala Guri. Gadis itu hanya mengangguk pelan, enggan membuka suara, karena tahu suaranya pasti akan serak karena ia benar sedang ingin menangis saat ini. "Udah jangan nangis, nanti abang cariin cowok baru" hibur Bagas sambil membuka pintu penumpang untuk Guri. Perlakuan Bagas yang sama seperti perlakuan Satria dan Kendrow membuat Guri merasa nyaman saat di samping laki-laki itu. Begitu juga dengan teman abangnya yang lain, bang Aceng, bang Rip dan bang Samsul. Itu semua panggilan sayang dari Guri kepada teman abang-abangnya. Bersyukurlah Bagas, karna namanya tidak di aneh-anehkan oleh Guri. Begitu juga dengan Bagas, ia menyangi Guri sudah layaknya seperti adik kandung. Malah kalau di perbolehkan Satria, ia bisa mengangkat Guri sebagai adiknya yang sah, dan masuk kedalam KK keluarganya. Sifat Guri yang manja, tomboy, blak-blakan, dan peduli membuat siapapun yang mengenal gadis itu pasti akan langsug sayang. Tapi entah laki-laki mana yang sudah mematahkan hati adiknya ini. Bagas tidak terima, tentu saja. Lihatlah, selama di perjalanan, Guri hanya mendesah, lalu melamun. Begitu terus, sampai membuat Bagas pengen balik ke kampus Guri dan membawa laki-laki yang mematahkan hati adekknya ini untuk berlutut minta maaf. Yang benar saja, masa gara-gara pria itu, Guri jadi pendiam seperti ini. Hilang sudah adiknya yang tukang bully dan cerewet. "Mau pulang aja Ri? kok kayaknya enggak semangat sama sekali" ucap Bagas memecah keheningan. Guri kembali mendesah berat, kepalanya menggeleng pelan. "Guri pengen makan es krim bang" ucap gadis itu tiba-tiba. Tanpa menunggu respon Guri lagi, Bagas menepikan mobilnya saat melihat mini market. laki-laki itu segera masuk ke dalam mini market dan meninggalkan Guri yang masih terlihat melamun di dalam mobil Bagas. "Nih!!" Bagas menyerahkan sebuah kresek putih besar kepada Guri. Gadis itu menatap Bagas dengan bingung. Netranya bergantian menatap Bagas dengan kresek yang berada di pangkuannya. "Ini apa bang?" tanya gadis itu masih terlihat bingung. "Tadi katanya mau es krim. Itu abang belikan" jawab Bagas, kemudian kembali menghidupkan mobilnya. Guri bisa merasakan pahanya dingin. Mungkin karena efek es krim yang sedang ia pangku. Memeriksa isinya, Guri terbelalak tidak percaya. Bagas membelikannya es krim Magnum seplastik dengan varian rasa. Guri menggeleng tidak percaya, kenapa abangnya yang satu ini begitu boros. Maksudnya beli es krim sampai seplastik begini untuk apa? Ya kali Guri bisa habiskan semuanya secara langsung, apalagi mereka harus makan siang dulu. Guri yakin, es krimnya pasti akan mencair. Sayang banget, lirih Guri pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD