BAB 7. Eve Belum Ada Kabar

1303 Words
Café Amigos, singkatan dari ‘Agak MInggir GOt Sedikit’, letaknya memang dekat saluran got, tepat bersebelahan dengan gedung Kampus Insan Nusantara. Pukul 11.30. Reyyan melambaikan tangan ketika melihat Bella di ambang pintu café. Dia sengaja mencari meja yang mudah terlihat dari arah pintu. Tanpa membalas, Bella gegas menghampiri meja mereka. “Belum ada kabar!” semburnya sesaat sebelum menggeser kursi lalu duduk. Berhadapan dengan Reyyan. Raut Bella sangat kusut. Bagaimana tidak? Dia pusing sejak kehilangan Eve, sang sahabat, di bar semalam. Diambilnya gelas dari depan Reyyan, lalu meneguk isinya tanpa permisi. Sudah biasa. Reyyan tidak protes sama sekali. Dia tidak kalah kusutnya dengan Bella, dalam kepalanya bagai benang kusut. Tapi penampilannya tetap tenang dan biasa. “Aku juga belum bisa menghubunginya. Padahal aktif. Tapi anehnya, kenapa telpon nggak dijawab, pesan nggak dibaca?” Reyyan seperti bertanya pada diri sendiri. Bella mengedikkan kedua bahu. “Aneh memang! Ah … atau jangan-jangan … Eve pingsan di pinggir jalan lalu dibawa seseorang ke rumah sakit? Bisa jadi kan handphonenya jatuh di jalan, tapi baterenya belum lowbat. Hem? Bagaimana? Bisa jadi, kan?” Reyyan tidak langsung menyangkal. Tapi juga pikirannya tidak setuju. Menurutnya, Eve tidak selemah itu, meskipun temannya baru pertama kali minum alkohol, vodka, tapi Reyyan yakin kalau Eve tidak akan sampai pingsan. Kalau membuat kekacauan sih, bisa jadi. “Aku nggak yakin. Eh, bagaimana kalau kita ke rumahnya saja? Siapa tahu sudah pulang ke rumah, kan?” Bella mengangkat kedua alis. “Yaa bisa jadi sih. Tapi Eve, nggak ada kabar. Dan nggak bisa dihubungin. Itu yang bikin aku cemas. Yahh kamu tau sendiri kan gimana Eve. Peluang dia lebih besar berantem sama preman jalanan dibanding kecelakaan.” “Huft!” Reyyan menopang dagu di meja. “Kuharap bukan dua-duanya.” “Yaa aku harap juga begitu. Umm tapi, kita sekarang mau apa? Ada ide? Aku nggak mau cuma menunggu. Dan lapor polisi pun belum 2x24 jam.” “Kita ke rumah Eve.” Nadanya datar, tapi penuh penekanan. Reyyan bukan sedang memberi pendapat. Tapi itu langsung pada keputusan. Begitulah Reyyan, si penentu dari banyaknya pertimbangan dua gadis ini. “Oke. Kapan?” “Sekarang saja. Ayo!” Reyyan berdiri dan menggeser kursi sedikit. “Loh, kita kan masih ada kelas. Masih tiga jam, kan?” “Menurutmu, lebih penting Eve atau kelas?” Reyyan sudah mulai berjalan menuju pintu keluar café. “Yaa, tentu saja Eve.” Bella berlari kecil. Berusaha mensejajari langkah lebar Reyyan. 30 menit kemudian. Bella keluar dari mobil Reyyan. Lalu keduanya berdiri di depan sebuah rumah bercat putih dua lantai. Dengan pagar besi berwarna hitam yang rapat. Sampai tidak ada celah untuk bisa mengintip ke teras rumah. Menandakan betapa tertutupnya para penghuni rumah ini. Kecuali Eve tentu saja. Bella berjinjit. Berusaha melihat ke arah kaca jendela di teras balkon salah satu kamar di lantai dua. Itu kamar Eve, dan tepat di sampingnya adalah kamar Mikhayla, kakak tirinya yang super duper jahat. Si perebut Aksa. “Sepi, Rey. Kamarnya Eve sepi. Jendelanya masih tertutup rapat.” Bella mencolek pinggang Reyyan. Reyyan hanya mengangguk lalu menekan bel di gerbang pagar tinggi. Tidak lama kemudian seorang asistent rumah tangga membukakan gerbang pagar. Dia adalah Bibi Rina. Yang telah mengabdi pada keluarga Bimantara sejak lama, bahkan mengasuh Eve sejak masih usia dua belas tahun. “Ohh Mbak Bella, Mas Reyyan, silakan masuk.” Bibi Rina tetap ramah. Meskipun tidak ada senyuman tulus seperti biasanya. Dan itu semakin membuat Bella dan Reyyan cemas. Mereka berdua saling berpandangan sebentar. Lalu mengikuti Bibi Rina ke teras rumah. Duduk di sana setelah dipersilakan. “Bi, apa Eve belum pulang dari semalam?” Bella tidak sabar. Bibi Rina menggeleng perlahan. “Belum tuh, Mbak. Kemana ya? Bibi khawatir loh. Kirain malah sama Mbak Bella dan Mas Reyyan. Eh sekarang pada kesini, yaa Bibi jadi khawatir loh ini.” Wajahnya yang sudah mulai berkeriput halus tampak semakin cemas. Eve diasuhnya bagaikan anak kandung sendiri. Sejak mama kandung Eve meninggal dunia. “Aduh! Aku juga bingung, Bi.” Bella menoleh pada Reyyan yang sejak tadi diam sajam, rautnya seperti orang yang sedang banyak pikiran. Diam, tapi kalut. “Siapa Bi?!” teriak seseorang dari dalam rumah. Detik kemudian sudah berdiri di ambang pintu lalu menatap Bella dan Reyyan bergantian. “Nah, kebetulan kalian berdua datang, mana Eve? Pagi-pagi tadi dia sudah pergi, nggak pakai pamit. Dasar anak nggak punya sopan santun!” Bella sudah akan menjawab tapi Reyyan menyenggol tangannya sedikit. “Eve memang sedang ada kegiatan kampus, Tante. Pagi-pagi sekali sudah harus sampai. Umm kegiatan BEM, Tante.” Reyyan menjawab dengan tenang sekali. Sangat meyakinkan. Dia sempat melirik Bibi Rina yang langsung mengerti. Arini mencibir. “Cih! Sok sibuk! Padahal ngurus diri sendiri saja belum becus, sudah ngurusin kegiatan kampus segala. Ya sudah, nanti kalau kalian ketemu, bilang sama dia, cepat pulang buat ngurusin papanya. Bi Rina nggak bisa diganggu, sibuk beresin rumah. Bilang gitu, ya!” “Iya Tante.” Masih Reyyan yang menjawab. Harus cepat. Jangan sampai keduluan Bella. Sebab dia tahu persis, temannya itu sedang menahan emosi sekarang. Tadi Arini bilang kalau Eve tidak punya sopan santun. Tapi menurut Reyyan, Arinilah yang terlihat tidak punya sopan santun, apalagi saat berbicara. “Loh, tapi … kalian kesini mau ngapain? Kok nggak sama Eve di kampus? Memangnya kalian bukan anggota BEM?” Arini mengenyitkan kening. “Mau gantiin tugas Eve ngurusin papanya, Tante. Habis kasihan, di rumah katanya nggak ada yang mau urus kecuali dia sendiri!” Ketus. Dari tadi Bella memang sudah ingin meledak. Raut judesnya sebelas dua belas dengan Eve. Reyyan dan Arini menoleh bersamaan ke arah Bella. Sedangkan Rina yang berdiri agak di belakang Arini langsung menepuk jidat. “Eh ini, nganu, Bibi mau buat minuman dulu di dapur ya.” Segera melangkah cepat dari sana, menuju dapur. Bibi Rina tidak mau kena imbasnya kalau mood sang nyonya rumah tiba-tiba jadi jelek. “Umm iya Tante, begitu. Benar kata Bella. Kita kesini mau bantu gantiin tugas Eve. Karena … kasihan dia lagi sibuk di kampus. Yaah sekalian mau ambil buku kuliah Eve yang ketinggalan.” Reyyan mencoba menetralisir suasana. Tapi Arini keburu tidak suka dengan sikap Bella yang menurutnya juga tidak sopan. Dia mendelik tajam pada Bella lalu kembali beralih pada Reyyan. “Ya sudah, boleh. Kebetulan papanya Eve belum mandi dari pagi tuh. Tante kan sibuk ngurusin kakaknya Eve, juga harus mantau kerjaan Bi Rina supaya nggak salah. Kalian langsung saja deh ke kamar Eve di lantai dua kalau mau ambil buku. Dan … kamar papanya di lantai bawah, dekat kamar mandi ya.” “Baik Tante, permisi.” Cepat Reyyan menarik tangan Bella. Saat melewati Arini, dia mengangguk sekali seraya tersenyum. Mencoba ramah. Berbeda dengan Bella yang malas bersikap ramah. Baginya mama tiri sang sahabat tidak pantas diberi kebaikan. Ngelunjak, begitu pernah dia katakan. Ini bukan pertama kali mereka berdua memasuki rumah Eve. Meskipun mereka bertiga paling sering ngumpul di rumah Reyyan yang besar dan sepi. Dan juga sering di rumah Bella yang kedua orangtuanya selalu menerima mereka dengan senang hati. Hanya sesekali di rumah Eve yang … terasa kurang nyaman. Mereka berdua memasuki kamar papanya Eve. Sudah sejak lama, tepatnya sejak papanya Eve tersebut terserang sakit stroke, dia dipindahkan kamar. Lebih tepatnya diusir oleh Arini dari kamar utama. Dengan alasan supaya perawat yang mengurus merasa leluasa. Tapi kenyataannya, perawat hanya selama sebulan saja dipanggil ke rumah. Setelah itu Arini bilang, uang mereka tidak cukup lagi untuk membayar perawat. Padahal Eve tahu persis, tidak mungkin uang ayahnya sudah menipis. Itu semua bohong belaka. “Selamat siang, Om Bimantara. Masih ingat saya, Om? Reyyan, sahabatnya Eve. Saya izin membersihkan badan Om, ya.” Bimantara menoleh, perlahan dan tampak berat. Dia berbaring, tapi tidak tidur. Bisa mendengar, tapi tak mampu mengucap. “Hemm … umm ….” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Namun tatapan mata Bimantara masih terlihat tajam. Seperti ingin mengatakan sesuatu, lewat sorotnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD