Tif menggunakan pakaian terbaiknya untuk bekerja. Entah ia akan diterima atau tidak hari ini namun ia cukup optimis saat menerima telepon yang mengatakan bahwa ia dipanggil untuk wawancara di perusahaan Blythes siang ini.
Setelah keluar dari taksi online, Tif melangkah menuju gedung yang menjulang dihadapannya. Ia melewati walk through metal detector lalu menukar ID cardnya di resepsionis dengan kartu akses agar bisa masuk ke lantai dimana ia dijadwalkan wawancara.
Bangunan dengan 70 lantai itu dilengkapi dengan sistem lift yang menakjubkan, tidak kalah dengan tempatnya bekerja di Singapur. Liftnya tergolong cepat, tidak akan menghabiskan waktu lama untuk sampai di lantai 44.
Tif mendatangi resepsionis internal Blythes dan menjelaskan tujuan kedatangan dirinya. Sang resepsionis dengan bulu mata exstension itu tersenyum ramah dan memeriksa nama kandidat yang akan datang wawancara hari ini. Setelah memastikan nama Tif ada di daftar tersebut wanita itu mempersilakan Tif duduk selagi ia berbicara dengan bagian HRD terlebih dulu.
Ia memeriksa sekelilingnya. Anehnya hari ini hanya ia sendiri yang datang, atau mungkin kandidat lain sudah selesai lebih dulu, pikirnya.
Seorang wanita berhijab berumur tiga puluhan keluar dari pintu di hadapannya.
“Miss Tiffany Soedirjo?” Tanyanya pada Tif.
Tif mengangguk membenarkan dan mengulurkan tangan untuk bersalaman yang disambut dengan cepat oleh wanita itu. “Betul.”
“Halo, saya Vinka. Mari ke ruangan saya.” Vinka menuntun jalan menuju ruangannya.
Dalam perjalanan singkat menuju kantor Vinka, Tif mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru di kantor ini. Jaga-jaga siapa tahu ia bisa melihat target utamanya. Namun, sejauh ia memandang hanya ada barisan kubikel di ruangan itu dan tidak ada seorang pun yang terlihat seperti Gilang. Mungkin Gilang berada di balik pintu dalam salah satu ruangan yang ada disana.
Ada dua ruangan dengan pintu kaca di sisi kanannya dan ada lima ruangan di sisi kirinya. Vinka menuju ke salah satu dari ruangan yang ia sebutkan tadi. Ruangan Vinka berada paling awal.
Vinka mempersilakan Tif untuk duduk di depan mejanya.
“Terima kasih atas ketertarikan anda untuk melamar di perusahaan ini, setelah saya membaca sedikit kilasan tentang anda pada CV yang dikirimkan saya tertarik untuk mengetahui lebih lanjut,” Vinka membuka lembaran CV dan mulai mengeluarkan penanya untuk menilai kandidat di depannya.
Tif tersenyum dengan percaya diri ia menjelaskan mengenai dirinya dan pekerjaan terakhirnya di Singapur. Vinka mengajukan beberapa pertanyaan mengenai dirinya yang bisa ia lewati dengan mudah. Kunci dari sebuah wawancara adalah jawab pertanyaan dengan jujur dengan begitu kau bisa melewatinya dengan mudah karena tidak harus berpikir untuk merancang skenario palsu.
Vinka tersenyum dan tampak yakin saat mendengar jawaban-jawaban yang terlontar dari mulut Tif, lalu di penghujung wawancara ia bertanya mengenai berapa gaji yang ia inginkan.
Tif tahu bahwa perusahaan ini tidak sehebat perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya, lagipula keuangan di Singapur tidak bisa disamakan dengan di sini. Maka dari itu Tif sempat mencari perbandingan gaji yang layak untuk posisi yang akan ia lamar di perusahaan ini sejak beberapa hari yang lalu. Tidak setinggi di Singapura, namun cukup tinggi jika dibandingkan dengan gaji karyawan biasa. Namun, ia menekankan pada manajer HRD di depannya bahwa ia memiliki Value untuk dipekerjakan di perusahaan ini.
Dalam hati Tif sempat menyesali mengapa ia meminta gaji setinggi itu, padahal tujuan ia masuk ke perusahaan ini jelas bukan untuk berkarir. Ia hanya ingin membalaskan dendam kakaknya. Atau mungkin, dendam dirinya sendiri karena toh Emily memang tidak menginginkan ia untuk membalaskan dendamnya, tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Jika ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan ini mungkin ia akan mencari jalan lain untuk menyelesaikan urusannya dengan si b******k Gilang itu.
Sang manajer HRD telah meletakkan semua peralatan tulis yang sedari tadi ia pegang ke atas meja. Lalu ia mengumpulkan kedua telapak tangannya menjadi satu. “Baiklah, miss Tiffany, kapan anda bisa mulai bekerja?”
Tiffany kaget mendengar pertanyaan dari wanita di hadapannya itu. Pasalnya, ia baru saja mengutuk diri sendiri karena menyadari permintaan gajinya terlalu tinggi namun tiba-tiba Vinka menyetujui jumlah yang ia minta dan bertanya kapan ia akan mulai bekerja.
Hell, yeah.. tentu saja secepat mungkin agar ia bisa segera menendang b****g si pria pecundang itu.
“Saya bisa masuk kapanpun. Bagaimana jika lusa?”
Vinka mengangguk setuju pada usulannya. Tif bisa saja masuk besok. Namun, ia harus menyiapkan keperluannya sebelum mulai bekerja. Rencana ini sudah mengorbankan banyak hal. Pekerjaannya di Singapur, sewa apartemennya yang belum ia habiskan disana, teman-temannya dan dokter kulit langganannya.
Jangan anggap itu hal sepele, mencari dokter kulit yang cocok dan mengerti kebutuhan kulitmu sama susahnya dengan mencari pasangan.
Tif diperbolehkan untuk meninggalkan ruangan oleh Vinka setelah mereka berdua berjabat tangan. “Selamat bergabung di perusahaan kami miss Tiffany.” Ujar Vinka yang dijawab oleh basa-basi Tif sebelum ia pergi.
>>>
Lift berdenting dan Tif melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam kotak besi itu sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
“Lantai berapa?” Tanya seseorang di sampingnya. Tif baru saja tersadar ia belum menekan tombol GF untuk menuju ke lobby. Ia mengalihkan tatapannya pada pria di sampingnya dan matanya nyaris membulat sempurna.
Gilang si pria berengsek itu ada di sini, berada dalam jangkauannya dan bertanya padanya. Dalam hati Tif mengingatkan dirinya untuk tenang dan berpura-pura tidak mengenalnya. “GF please,” Jawab Tiff sambil memaksakan senyumannya pada pria ini. “Thanks.”
“No problem.” Jawab Gilang sambil menekan tombol GF. Gilang lalu memperhatikan Tif dari atas hingga bawah dengan terang-terangan.
Tiff tidak kuat menahan rasa kesal pada pria ini. Bagaimana mungkin Em dapat bertindak bodoh selama ini. Jatuh cinta pada pria tipe seperti ini adalah kesalahan paling fatal yang pernah Em lakukan setahunya.
“Kamu karyawan baru di sini?” Gilang berusaha membuka pembicaraan sambil menyenderkan bahunya di dinding lift.
“Baru saja tanda tangan kontrak, lusa adalah hari pertamaku.” Jawab Tif berusaha ramah. Ia harus menahan rasa kesalnya agar rencana ini berhasil. Percuma jika ia membuat pria di depannya ini cedera sekarang, itu akan menghancurkan pengorbanan yang telah ia lakukan.
Gilang mengangguk-anggukan kepalanya namun lift kembali berdenting di lantai 7. “Sampai bertemu nanti.” Ujarnya setelah pintu lift terbuka dan ia melangkah keluar.
Tif mendesah lega karena ia tidak harus menahan keinginannya lagi untuk memukul Gilang. Pada saat ia sampai di lobby ia menukarkan kartu akses dengan KTPnya di resepsionis lalu memesan taksi online untuk mengantarnya pulang ke rumah Em.
Didalam mobil ia berpikir, sebenarnya apa rencana ini akan berhasil atau memang hanya membuang waktunya saja. Ia bahkan tidak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya setelah ia masuk ke dalam lingkaran kehidupan Gilang. Yang ia tahu, itu akan mempermudah dirinya untuk menghancurkan hidup mantan calon kakak iparnya maka apapun akan ia lakukan. Namun, sebelum ia bertindak terlalu jauh ia harus menemukan tempat tinggal sementara. Karena selama ini ia tinggal di rumah Em dan itu jelas akan mempersulit keadaan jika kelak suatu saat Gilang atau koleganya mengetahui bahwa ia tinggal satu rumah dengan Em, mantan tunangan Gilang yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.