2. Tell Me it's Over

2206 Words
"Pada akhirnya yang pernah mencintai tanpa tapi, pernah bertahan tanpa alasan, pernah sabar tanpa sadarpun akan melepaskan tanpa pesan." ----- "Iya silahkan masuk." Alya menyahut ketika ketukan pintu terdengar dari luar. "Alya, Mr. Hendrawan sedang menunggumu di ruangannya," ucap Lina yang tak lain sekretaris Mr.Hendrawan. Tidak biasanya atasan Alya itu memanggilnya sepagi ini kalau tidak benar-benar dalam keadaan penting. Seingatnya juga, ia tidak melakukan kesalahan. Semua deadline dan tugas kantor juga sudah rampung ia selesaikan sedari kemarin. Lalu kenapa sepagi ini sudah harus absen ke ruangannya. Tanpa banyak berpikir, Alya langsung melangkah menuju ruangan Mr. Hendrawan saat itu juga. Mengetuk pintu dua kali, Alya melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. "Mister, ada yang bisa saya bantu?" Alya langsung masuk ke ruangan Mr.Hendrawan. Mr.Hendrawan tampak duduk dengan gelisah di kursi kerjanya. Matanya terfokus pada layar tablet yang ia genggam. Menyadari Alya yang sudah masuk ke dalam ruangan, ia mengalihkan pandangan lalu mempersilahkan wanita itu untuk duduk. "Alya maaf kalau Aku tiba-tiba memanggilmu kemari. Siang ini mendadak kita kedatangan tamu penting. Apa kau tahu BlackHorse Corporations?" tanya Mr Hendrawan. Alya menganggukkan kepalanya. "Iya, saya tahu perusahaan itu." Siapa yang tidak tahu akan BlackHorse Corporations. Salah satu Jaringan Raksasa perusaahan properti terkenal di Asia. Di Indonesia sendiri, hampir semua Mall dan Perumahan Elit di bawah Naungan mereka. Bukan hanya itu saja, Pemiliknya sendiri masuk jajaran orang kaya di Asia dan dan paling berpengaruh di negeri ini. Dulu sekali, sebelum melamar pekerjaan di perusahaannya yang sekarang, Alya lebih dulu melamar di BlackHorse. Namun sayang, saat itu ia tidak di terima karena umurnya yang terlalu muda hingga tidak memenuhi persyaratan. "Nanti siang pimpinan BlackHorse juga akan hadir dalam meeting, suatu kehormatan untuk kita, terutama kau Alya bisa berhadapan langsung dengan Beliau. Aku sangat ingin kau yang handle seperti biasa. Pastikan kau juga memenangkan tender besar kali ini." Alya mengangguk paham. "Baik Mister, setelah ini saya akan mempersiapkan materi presentasinya." "Ohya, Al ... " Mr. Hendrawan sengaja menjeda ucapannya seperti sedang merangkai kata apa yang pas untuk ia ucapkan. "Iya Mister, apa ada yang harus saya kerjakan lagi?" "Ingat! jangan lengah saat meeting nanti siang. Klien kita kali ini berbeda dari pada biasanya. Menurut cerita rekan bisnis lainnya, dia begitu susah untuk diyakinkan. Ini merupakan tantangan tersendiri untukmu mengingat nominal investasi yang ditawarkan juga sangat fantastis." Alya melempar senyum ke arah Mr.hendrawan. "Lalu kalau saya berhasil, apakah saya hanya diberi bonus saja seperti biasa?" Alya menatap wajah Mr.Hendrawan dengan tatapan serius. Sedangkan Mr.Hendrawan sendiri terlihat mengusap-usap dagunya seperti sedang menimbang ucapan Alya, sejurus kemudian pria itu menjawab. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan naikkan jabatanmu jika kau berhasil seperti biasa." Dengan wajah berbinar Alya menerima tantangan yang diberikan atasannya kali ini. Ia sangat yakin bisa memenangkannya seperti biasanya. "Baiklah kalau begitu saya permisi dulu." Belum lagi Alya sempat melangkah keluar, Mr.Hendrawan lagi-lagi berbicara. "Alya, ingat, kau harus hati-hati. Klien kita siang ini orangnya juga sedikit arogan. Ku harap kau bisa menjaga emosimu agar stabil saat menghadapinya. Kau harus pintar mencari celah dan mengambil simpatinya agar presentasimu nanti siang bisa disetujui." Alya mengerutkan keningnya. "Apakah sesulit itu? Tapi tidak perlu khawatir, percayakan saja semua pada saya." "Selama ini aku tidak pernah meragukan kinerjamu, Al. Aku hanya memperingatkan agar kau lebih hati-hati dan tidak salah langkah." "Baik, Mister. Tenang saja, tender hari ini akan saya dapatkan untuk perusahaan kita seperti biasa." Mr.Hendrawan tersenyum lebar melihat ekspresi Alya yang begitu sangat yakin bisa meluluhkan hati klien siang nanti. Tampak dari wajah Alya terlihat kalau dia sudah sangat tidak sabar ingin bertatap muka langsung dengan pimpinan BlackHorse. Meeting akhirnya dimulai, persis seperti yang dikatakan Mr. Hendrawan sebelumnya, Klien kali ini memang lebih susah dari pada yang Alya pikirkan sebelumnya. Bayangkan saja, meeting yang biasanya memakan waktu paling lama satu hingga dua jam, dengan BlackHorse harus menghabiskan waktu tiga jam. "Bisakah anda menjelaskan, kenapa perusahaan saya harus menjalin kerja sama dengan perusahaan kalian? Mengingat jumlah investasi yang akan saya kucurkan tidak main-main kali ini. Lalu keuntungan apa saja yang akan saya dapatkan nantinya?" Alya sedikit melongo mendengar salah satu pertanyaan yang diajukan Pria itu. Bukan hanya itu, banyak rentetan pertanyaan lain yang sengaja ia ajukan tanpa membiarkan Alya menarik napas terlebih dahulu. Alya akui klien-nya kali ini memang benar-benar sangat berbeda dari yang biasa ia hadapi. Namanya Mr. Kenzie Winata, asal kalian tahu orangnya masih sangat muda mungkin umurnya sekitar 28 atau 29 tahun tidak terlampau jauh dari umur Alya. Saat pertama meeting dimulai, Alya juga sempat terpesona melihat penampilannya. Bagaimana tidak, Alya mengira bahwa pimpinan BlackHorse yang terkenal Hebat itu seorang lelaki tua, tapi nyatanya masih muda dan sangat tampan mirip seperti oppa-oppa yang ada di serial drama korea. Tetapi yang membuat Alya sangat begitu kagum adalah pengetahuan dan wawasannya yang hebat. Alya sempat pusing dan terheran-heran menjawab smua pertanyaan dan segala argumen yang ia sampaikan didalam meeting. Belum lagi semua peserta meeting tidak ada satu pun yang menyanggah argumennya. "Baiklah, setelah saya menimbang semua materi dan penjelasan yang anda presentasikan, saya menyetujui kerja sama ini. Kalian bisa menyiapkan berkas perjanjian mana saja yang harus saya tanda tangani nantinya." Alya tersenyum bahagia, akhirnya dengan perjuangan yang sangat keras lagi-lagi ia mampu mendapatkan tender besar. Itu artinya bonus dan jabatan baru sudah menanti di hadapannya "Nona ... " Alya terhenti dari kegiatan menyusun berkas meeting yang ada di atas meja. Terdengar seseorang menyapa dari balik punggungnya. Alya berbalik dan mendapati Mr.Kenzie yang menghampiri. "Nama saya Alya, Mr.Kenzie," sahut Alya sambil memberikan senyum paling manis yang ia miliki. Wanita itu juga mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan pimpinan BlackHorse tersebut. Di luar dugaan, Mr.Kenzie tidak menyambut uluran tangan yang Alya sodorkan. Betapa malunya Alya di hadapan orang banyak pria itu menolak bersalaman dengannya. Apakah aku terlihat begitu menjijikkan sehingga ia tidak sudi menyentuh tanganku? Sialan, ternyata Mr Kenzie-- ahh sepertinya dia tidak pantas di panggil Mister. Kenzie memang benar-benar orang yang menyebalkan. Dari raut wajahnya saat ini terlihat dia seperti merendahkan kemampuanku. Kalau bukan pemilik perusahaan besar saja mungkin sudah aku tendang dia keluar ruangan. Aku tahu dia sangat tampan, tapi kalau kelakuannya minus seperti ini rasanya mubazir ketampanan dan kekayaan yang ia miliki! "Jangan senang dulu atas tender yang kau dapatkan. Ini masih jauh dari kata permulaan nona. Siapkan dirimu menghadapi kesulitan-kesulitan yang akan muncul berikutnya," ucap Kenzie dengan seringai yang seolah-olah meremehkan Alya. Alya benar-benar hanya bisa terdiam mendengarkan semua ucapan yang barusan Kenzie lontarkan padanya. Seperti ada rencana besar yang sengaja Kenzie siapkan untuk menggempurnya di kemudian hari. **** Sebenarnya setiap anak pasti memiliki impian bisa berbakti kepada kedua orang tuanya. Memberikan yang terbaik di sisa umurnya sebagai balas budi kepada orang yang sudah melahirkan dan membesarkan kita dengan baik. Tapi untuk menyetujui perjodohan Alya merasa bukan salah satu cara terbaik untuk berbakti. Beberapa hari ini Alya memang tidak bertegur sapa dengan Andi Wijaya, ayahnya. Ia masih sangat marah atas kejadian tempo hari antara Andi dan Radit. Dan tidak sedikitpun Andi menyesali perkataan yang sempat ia ucapkan di hadapan Radit tempo hari. Andi masih dengan pendiriannya meminta Alya dengan keras untuk mengakhiri hubungannya dengan Radit sesegera mungkin. Hingga akhirnya, ketakutan Alya selama ini terbukti. Andi Wijaya jatuh sakit dan moment ini di manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk memisahkan Alya dengan Radit. Andi memohon untuk menerima perjodohan yang sudah Ia atur dengan sahabatnya. Andi berdalih ini permintaan terakhirnya apabila sewaktu-waktu ia meninggal, mengingat umurnya yang memang sudah tidak muda lagi. Ia juga meyakinkan Alya bisa pergi dengan tenang karena sudah menunaikan kewajibannya menikahkan Alya dengan orang yang tepat. Dengan perasaan gusar Alya menghubungi Radit dengan ponselnya, dadanya masih terasa sangat sesak mengingat apa yang diminta oleh ayahnya. "Dit, ini sudah kelewatan, Ayah tidak sedikitpun mau mendengarkan omonganku. Aku harus bagaimana lagi?" Hening sesaat, tak ada jawaban dari sebrang sana. Lagi-lagi Radit hanya terdiam. Alya sempat mendesak agar dia kali ini tegas dengan keputusan ayah nya. Tapi kekecewaan yang Ia dapat. Radit meminta Alya untuk tidak membantah permintaan ayahnya. Malah Radit berinisiatif besok ingin menemui dan menjenguk Ayah nya secara langsung. Radit masih sangat berharap hati Pak Andi kali ini luluh dan menyetujui hubungan mereka. Setelah selesai menghubungi Radit, Alya kembali merapikan berkas-berkas meeting tadi siang dengan BlackHorse Corp yang terhambur di lantai kamar. Kelakuan Kenzie tadi siang berhasil mengusik pikirannya kembali. Dari sekian banyak klien besar yang Ia hadapi bertahun-tahun cuma Kenzie yang kelewat arogan. Alya sampai berpikir kalau orang seperti Kenzie pasti susah mendapatkan pasangan. *** Pagi ini Alya bangun lebih awal. Cepat-cepat ia mandi dan mempersiapkan diri. Alya sangat ingat kalau Radit berjanji akan kerumah pagi ini. Untuk itu ia harus memastikan kalau dirinya sendiri yang membukakan pintu. Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit akhirnya Radit sampai di rumah. Radit langsung memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Alya menyambut kedatangan Radit dengan senyum bahagia. Memeluk tubuh pria itu dengan hangat dan sangat erat seolah-olah ini pertemuan terakhir mereka. "Ayah masih sarapan, sebentar lagi dia selesai setelah itu kau bisa langsung masuk ke kamar ayah, ada ibu juga didalam sana." Alya membawa Radit untuk segera masuk dan duduk menunggu di ruang tamu. Radit sendiri terlihat sangat gugup menunggu Andi yang sedang sarapan didalam kamar. Pikirannya menerawang memikirkan kata-kata apa yang harus ia ucapkan kepada ayah kekasihnya itu. Apalagi yang harus ia yakinkan, agar Andi mau menerima dan merestuiny sebagai kekasih Alya. "Ayah, ini Radit mau bertemu dan berbicara sebentar," Alya langsung mengarahkan Radit untuk duduk di kursi bersebelahan pas dengan Ranjang tempat Ayahnya berbaring. "Kebetulan ayah juga ingin berbicara serius dengan Radit. Kau dan ibumu bisa keluar dulu." perasaan Alya dan Radit mulai tidak karuan mendengar permintaan Ayah yang ingin berbicara hanya berdua dengan Radit. Mereka saling tatap satu sama lain. Tidak salah kalau Alya begitu khawatir mengingat terakhir kali bertemu Radit, Ayahnya sukses menjatuhkan harga diri Radit. "Bagaimana keadaannya Om, Apa sudah lebih baik daripada sebelumnya?" Radit mencoba membuka pembicaraan dengan bahasa yang kaku. Terlihat Andi tersenyum kearah Radit. Senyum tulus yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Apakah ini pertanda kalau Andi mulai menerima kehadiran Radit? "Kondisi Om belum begitu pulih sepertinya harus istirahat total beberapa hari lagi, kata Alya ada yang ingin kau bicarakan?" Radit menatap erat wajah Andi Wijaya. Berusaha sebaik mungkin mengatur kata-kata apa yang akan keluar dari mulutnya. "Mengenai Alya, saya janji akan cari pekerjaan yang layak seperti yang Om mau. Apa pun yang Om minta akan saya lakukan asalkan hubungan saya dan Alya di restui." Radit benar-benar butuh energi lebih hanya untuk mengucapkan kalimat ini. "Hmmm," gumam Andi disertai tarikan napas panjang. "Dit, dulu saat saya masih muda saya memiliki sahabat bernama Ferdy. Susah senang kami lalui sama-sama dulu. Hingga akhirnya masing-masing dari kami menikah dan memiliki anak. Saya ingat waktu itu kami berdua punya cita-cita untuk menjodohkan anak kami kalau besar nanti karena kebetulan anak Ferdy laki-laki dan anak om perempuan. Ini semua kami lakukan agar persahabatan kami tetap terjalin sampai kapan pun. Om bisa merasa tenang jika sebelum mati nanti bisa menitipkan Alya dengan anak sahabat karib om sendiri." Tunggu dulu, sepertinya Radit mulai paham kemana arah pembicaraan Andi Wijaya kali ini. Alih-alih merestui hubungannya dengan Alya, pria itu sepertinya meminta Radit menjauhi Alya secara halus. "Tapi saya mencintai Alya om, sedikitpun saya tidak pernah menyakiti Alya. Saya mohon pertimbangkan kembali untuk menjodohkan Alya dengan orang lain yang Alya sendiri tidak kenal." "Kalau kau memang mencintai Alya, biarkan dia menjalankan kewajibannya untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Apa kau ingin menjadi salah satu penyebab Alya durhaka kepada orang tuanya." Radit terdiam, mulutnya kelu seperti tak sanggup lagi mengeluarkan sepatah kata pun untuk membantah ucapan pria itu. Bukannya mengizinkan untuk berhubungan, Andi malah menyuruh Radit segera pergi dari kehidupan Alya. "Radit, Om mohon tolong lepaskan Alya. Biarkan Alya bahagia dengan menikahi anak sahabat Om. Om juga tidak akan melarang kalian berteman di kemudian hari." Radit kehabisan kata-kata untuk menjawab permintaan Andi kepadanya. Bagaimana mungkin ia mampu merelakan Alya menikahi pria selain dirinya. Tapi di satu sisi, ia juga tidak bisa melarang Andi untuk menjodohkan anaknya dengan orang lain. "Kau tenang saja Dit, Alya pasti bisa bahagia sama calon pilihan om. Kau Doakan saja yang terbaik untuk Alya dan pasangannya kelak. Tolong jangan halangi Alya untuk menikah dengan pria pilihan om. Lagi pula walaupun kalian tidak berpacaran lagi kalian masih bisa bersahabat." "Apakah saya benar-benar tidak memiliki kesempatan sedikitpun, untuk Memiliki Alya? Saya sangat mencintai Alya, Om." Tampak dari raut mata Radit ia sedang memohon dengan sangat kepada Andi untuk tetap merestui hubungannya dengan Alya. "Sudahlah, Dit. Keputusan Om sudah bulat. Om tak ingin berdebat lagi denganmu seperti kemarin. Setelah ini kau boleh menemui Alya untuk terakhir kalinya sebelum Alya menikah dengan pria pilihan om." Andi langsung menjabat tangan Radit erat seraya mengisyaratkan pada Radit untuk menemui Alya dan berpamitan sebelum anak wanitanya benar-benar jadi milik orang lain. Setitik air mata mengalir dari mata Radit. Perasaannya benar-benar bercampur aduk. Radit bingung dengan apa yang harus ia jelaskan pada Alya nanti. Saat Radit keluar kamar, ia tidak menemukan Alya. Mungkin saja Alya sedang bersiap untuk berangkat kerja. Tanpa menunggu, Radit bergegas pulang dengan perasaan sangat hancur. Baru ini ia rasakan sakit karena harus berpisah dengan wanita yang sudah beberapa tahun mengisi hari-harinya. Alya satu-satu nya wanita yang selalu menemani di jatuh bangun hidupnya. Melawan? Percuma Radit melawan. Andi sedang sakit. Ia tidak ingin jadi penyebab parahnya sakit yang diderita ayah kekasihnya saat ini. . (Judul : Hate You but Love You) (Link : https://m.dreame.com/novel/AqdT+e8czOqiWYQ4lbyxUQ==.html )
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD