BAB 13

2188 Words
Saat ini Merlin tengah dalam perjalanan pulang menuju rumah sehabis belanja di pasar untuk stok mingguan. Baru seperempat jalan becak yang ia tumpangi melaju. Ketika mereka berada di pertigaan jalan, tiba-tiba dari arah samping sebuah mobil menabrak becak tersebut dengan cukup keras. Akibat benturan tersebut, tak ayal membuat Pak Sapto terlempar dari becak yang sempat ia kayuh. Sedangkan Merlin, wanita itu jatuh terjungkal ke atas aspal bersamaan dengan barang belanjaan yang ia pegang. Seorang pria berusia sekitar 32 tahun turun dari mobil. Pria itu adalah pengendara sekaligus pemilik mobil yang baru saja menabrak becak yang ditumpangi oleh Merlin hingga terjungkal seperti tadi. Kakinya yang panjang terbuka dengan lebar untuk menghampiri Merlin yang saat ini tengah mengerang kesakitan sembari memegangi perutnya. “Mbak ... kamu nggak apa-apa?” tanya pria itu dengan penuh rasa khawatir. Sebab ia dapat melihat dengan jelas Merlin tengah kesakitan sekarang. Salah satu tangan Merlin memegang tangan pria di hadapannya itu. “Pak ... tolong, saya sedang hamil,” ucap Merlin hampir tidak terdengar jika saja pria itu tidak memasang indra pendengarannya dengan baik. Mendengar Merlin mengatakan jika dirinya tengah berbadan dua. Lantas, pria itu pun berniat untuk merengkuh tubuh Merlin dan ingin membawanya ke rumah sakit. Pak Sapto yang berada tidak jauh dari Merlin pun segera beranjak, menghampiri wanita yang tengah mengerang kesakitan itu. “Non Merlin, Non nggak apa-apa?” tanya Pak Sapto, kemudian beralih menatap pria di sampingnya, “Pak, tolong Non Merlin. Dia sedang hamil,” ucap Pak Sapto. Pria itu pun mengangguk. “Bapak tenang ya. Saya akan bawa Nona ini ke rumah sakit segera. Dan bapak juga harus ikut saya biar diobati sekalian,” sahutnya. Pak Sapto menggeleng kuat. “Tidak perlu, Pak. Yang terpenting bawa Non Merlin dulu secepatnya,” tolak Pak Sapto. “Tapi, Pak. Kaki Bapak juga ....” Suara erangan Merlin membuat Pria itu menahan kalimatnya dan membuat Pak Sapto semakin merasa panik. Melihat kondisi Merlin yang terus mengerang sebab menahan sakit, pria itu pun tidak punya pilihan selain membawa Merlin ke rumah sakit terdekat secepatnya. Segera ia merengkuh tubuh Merlin kemudian membawa wanita itu ke dalam mobilnya. Sebelumnya, pria itu menyempatkan diri memberikan sebuah kartu nama kepada Pak Sapto dan meminta pria tua itu mendatanginya besok. Di perjalanan menuju ke rumah sakit terdekat, Merlin merasakan perutnya semakin bertambah sakit saja. Air mata memancar, menggenangi kedua pelupuk matanya yang terasa panas. Dalam hatinya, ada ketakutan yang begitu luar biasa. Rasa takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan pada sang jabang bayi nya. Di balik kemudi, pria yang telah menabrak Merlin itu pun tak kalah panik. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu hal yang buruk pada makhluk Tuhan yang bahkan belum terlahir ke dunia itu. Kembali ia injak pedal gas untuk menambah laju kecepatan mobilnya. Beruntung, jalanan pagi ini sangat lengang sehingga ia bisa sampai ke rumah sakit dengan cepat. Tak lama berselang, kendaraan roda empat itu pun berhenti tepat di depan pintu masuk UGD. Pria itu pun segera turun dari mobilnya kemudian membuka pintu belakang dengan cepat. Direngkuhnya kembali tubuh Merlin untuk dibawa ke dalam ruang UGD. Sesampainya di ruang UGD, kedatangan mereka langsung disambut oleh Dokter jaga dan beberapa perawat. Salah satu perawat menginstruksikan pria itu untuk merebahkan Merlin di salah satu bed yang tersedia. Pria itu pun menurut. Direbahkan nya Merlin di atas bed kemudian menjelaskan kepada Dokter situasi yang telah terjadi. Tidak lupa pula pria itu menyebutkan poin terpenting, yaitu Merlin yang tengah berbadan dua. “Baik, saya mengerti,” ucap Sang Dokter, “Bapak silakan tunggu di luar dan urus administrasi. Kami akan menangani pasien,” lanjutnya. Pria itu mengangguk dengan pelan. Langkah kakinya terbuka menuju ruang administrasi. Bersamaan dengan ia menuju ke ruang tersebut, tangannya merogoh saku celana untuk mengambil benda pipih yang ia simpan di sana. Jemarinya bergerak dengan lihai di atas layar tersebut, mencari-cari nama seseorang untuk dihubungi. ‘Tuuutt’ Nada pertanda jika panggilan masih belum tersambung. Hingga beberapa saat kemudian, terdengar suara seseorang di seberang telepon. Panggilan tersebut berhasil tersambung kan. “Halo, Bianca. Pagi ini saya akan terlambat datang ke kantor karena ada kendala di jalan. Tolong kamu tunda dulu rapat pagi ini ya,” ucap pria itu. “Baik, Pak. Uhm, tapi anda sedang mengalami kendala apa, Pak? Apa mungkin anda memerlukan bantuan saya?” tanya wanita di seberang telepon bernama Bianca itu. “Saya mengalami sedikit kecelakaan. Tapi tidak ada yang serius. Hanya saja saya harus membawa korban yang saya tabrak ke rumah sakit,” jawab pria itu lalu berniat mengakhiri panggilan mereka. “Ya sudah, itu saja. Saya ingin mengurus administrasi terlebih dahulu,” sambungnya kemudian benar-benar mengakhiri panggilan singkat tersebut. Sesaat pria itu akan melangkah, suara seseorang yang menyerukan namanya membuatnya mengurungkan langkah tersebut. “Sam!” Pria pemilik nama tersebut lantas menoleh ke arah sumber suara. Sam tersenyum, saat mendapati seorang teman baiknya yang bekerja di sini memanggil dirinya. Pria itu adalah Samudra Dipta Darmawangsa atau akrab disapa Sam. Dialah pria yang telah menabrak Merlin dan juga Pak Sapto beberapa saat lalu. Sam memajukan langkah, mendatangi temannya itu. Salah satu tangannya terulur untuk bersalaman. “Juan ...,” seru Sam sembari tersenyum. Juan menyambut uluran tangan Sam dan menjabat tangannya cukup kuat. “Lo ngapain di sini?” tanya Juan pada Sam. Sam pun menjelaskan kepada Juan alasan ia berada di sini adalah sebagai bentuk rasa tanggung jawab karena ia telah menabrak seorang Ibu hamil. Kedua mata Juan membola, pria itu sontak bertanya. “Jadi gimana? Dia dan bayi nya nggak kenapa-kenapa, ‘kan?” Bahu Sam sedikit mengedik ke atas. “Gue juga belum tahu. Dia masih dalam pemeriksaan,” sahutnya sedikit lemas. “Lagian lo kenapa bisa sampai nabrak sih pas nyetir?” tanya Juan heran, karena sejauh yang ia tahu Sam adalah salah satu pengendara yang sangat berhati-hati saat mengemudi. Pria itu bahkan sangat mentaati peraturan lalu lintas dan jarang sekali mengebut kalau tidak sedang tergesa-gesa. “Gue buru-buru karena ada meeting pagi ini. Eh malah nabrak, dan sekarang meeting harus ditunda juga.” Sam menghela napas pelan, “Yaudah, gue ke ruang administrasi dulu ya,” lanjutnya pamit undur diri pada Juan. Juan mengangguk pelan. Keduanya berpisah di pertigaan lorong. Sam melangkah ke arah kanan sedangkan Juan melangkah ke arah kiri menuju kantin. *** Sam sudah berada di ruang administrasi untuk mendaftarkan Merlin. Namun saat ia harus mengisi data, Sam kebingungan sebab ia sama sekali tidak mengetahui nama dan identitas Merlin sebagai pasien. Lalu, bagaimana Sam akan melakukan pendaftaran? Sam memutar keras pikirannya. Namun se per kian detik kemudian, ia tiba-tiba teringat dengan dompet Merlin yang tertinggal di dalam mobilnya. Lantas, pria itu pun bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil dompet tersebut. Sam sampai berlari menuju tempat parkir hanya karena ia ingin cepat sampai dan menyelesaikan semua tanggung jawabnya. Setibanya di mobil, Sam langsung mencari dompet tersebut dan langsung menemukannya. “Maaf ya, Mbak. Saya lancang buka dompetnya. Saya cuman ingin ambil kartu identitas Mbak doang kok.” Monolog Sam seolah sedang berbicara dengan Merlin. Sekarang, kartu identitas Merlin sudah berada di tangan Sam. “Merlin Dewi Ariska. Jakarta, Sepuluh Desember ... eh, hari ini kan Sepuluh Desember,” ucap Sam saat membaca kartu identitas milik Merlin. “Wah, lo memang kurang ajar, Sam. Lo nabrak dia pas di hari ulang tahunnya.” Sam segera memasukkan kartu identitas Merlin ke dalam saku celana miliknya dan meletakkan kembali dompet Merlin ke tempat semula. Langkah kakinya terbuka menuju ruang administrasi. Berlama-lama di sini hanya akan membuang-buang waktu, pikirnya. --- Merlin dapat bernapas dengan lega usai mendengar penjelasan dari Dokter jika janin yang ia kandung baik-baik saja. Meski di beberapa titik tubuhnya mengalami luka lecet sebab bersentuhan dengan aspal ketika terjatuh. Merlin tidak menghiraukan semua itu sebab hanya sang jabang bayi yang ia pikirkan. Asal calon anaknya selamat, Merlin merasa semua itu sudah cukup dan ia juga sangat bersyukur. “Anda boleh pulang hari ini juga. Tapi, pesan saya anda tetap harus banyak beristirahat dan jangan banyak bergerak dulu,” ucap Sang Dokter memberikan wejangan. Merlin mengangguk paham. “Baik, saya mengerti. Terima kasih banyak, Dok,” sahut Merlin begitu ramah. Dokter itu pun membuka langkah untuk memeriksa pasien lainnya. Bersamaan dengan Sang Dokter membuka langkahnya, Sam datang menghampiri. Pria itu berdiri tepat di samping bed Merlin. “Uhm ... bagaimana hasil pemeriksaannya?” tanya Sam. Merlin terdiam. Ia berusaha mengingat siapakah pria yang tiba-tiba datang dan langsung menanyakan hasil pemeriksaan kepadanya. Cukup lama Sam menunggu namun Merlin masih terus bungkam dan tidak menjawab pertanyaan yang telah ia lontarkan. “Saya Sam, pria yang telah menabrak kamu tadi,” ucap Sam memperkenalkan diri. Barangkali Merlin bungkam karena ia menganggap Sam adalah orang asing. Ya ... meskipun memang dia adalah orang asing, tapi Sam sudah menabrak Merlin dan wajar jika ia bertanya tentang hasil pemeriksaan, bukan? “Oh iya, Bapak yang menabrak saya dan Pak Sapto tadi ya?” Merlin sedikit terkekeh. Semburat merah jambu kini menghiasi kedua pipinya. Merlin tersipu sebab tidak mengenali Sam. “Maaf, aku tidak mengenali. Karena aku hanya fokus pada anakku, jadi aku tidak fokus pada hal lainnya.” Sam tersenyum lebar. Begitu manis dan menawan. “Bukan masalah dan kamu tidak perlu meminta maaf. Saya yang seharusnya meminta maaf karena telah menabrak kamu,” balas Sam sembari menundukkan sedikit kepalanya. “Tidak apa-apa, Pak. Lagi pula, bapak juga sudah bertanggung jawab karena membawa saya ke rumah sakit untuk mendapat pemeriksaan.” Merlin berujar, “Dan terkait hasil pemeriksaan, Dokter mengatakan anak ini baik-baik saja,” lanjutnya sembari memegangi perutnya yang sedikit membuncit. “Syukurlah kalau begitu. Saya takut sekali akan terjadi apa-apa.” Sam mengembuskan napas lega. **** Sam bersikeras ingin mengantarkan Merlin pulang ke kediamannya meski sudah ditolak oleh Merlin hingga beberapa kali. Bukan tanpa alasan, Merlin menolak tawaran Sam adalah karena ia tidak ingin keluarga suaminya berpikir hal yang bukan-bukan jika ia diantar oleh seorang pria asing. Meski keluarga itu tidak akan peduli juga, tetapi Merlin tidak ingin membuat masalah dan berusaha mencegah sebelum hal tidak diinginkan terjadi. “Tidak perlu repot-repot untuk mengantarku pulang, Pak. Aku bisa pulang sendiri naik taksi. Kita berpisah di sini saja.” Merlin berujar untuk kesekian kalinya. “Kamu yakin tidak ingin saya antar pulang? Jika kamu takut suami atau keluarga kamu salah paham, saya bersedia menjelaskan. Sebenarnya saya menawarkan diri untuk mengantar kamu pulang adalah sebagai bentuk tanggung jawab saya kepada kamu. Itu saja, saya tidak memiliki niatan lain,” balas Sam masih berusaha. “Iya, tidak usah, Pak.” Sam mengangguk pelan. “Ya sudah, kalau itu keinginan kamu. Tunggu saya pesankan taksi online untuk kamu.” “Tidak usah, Pak. Aku bisa memesannya sendiri,” tolak Merlin. Namun jemari tangan Sam terus bergerak di atas layar benda pipih miliknya. Pria itu tetap memesan taksi online meski Merlin telah menolaknya. “Taksi online nya sudah berhasil dipesan dan sekarang lagi menuju kemari.” Sam berujar sembari memasukkan kembali handphone miliknya ke dalam saku. Merlin duduk bersandar di atas kursi panjang yang terletak tidak jauh dari ruang UGD. Sedangkan Sam, pria itu masih setia berdiri di tempat yang tidak jauh dari posisi Merlin sekarang. Hingga tidak lama kemudian taksi online yang dipesan oleh Sam telah tiba. Pria itu pun segera membantu Merlin untuk masuk ke dalam taksi online tersebut. Merlin telah berhasil memposisikan dirinya dengan nyaman di atas kursi penumpang. Wanita itu menundukkan sedikit kepalanya dan mengucapkan kalimat terima kasih kepada Sam. “Hati-hati di jalan. Sekali lagi, maaf karena telah menabrak kamu,” ucap Sam begitu tulus. “Dan ... selamat ulang tahun ya, Mbak!” Kedua mata Merlin hampir membulat sempurna. Jika saja bukan Sam mengucapkan kalimat tersebut, Merlin tidak akan menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahun nya. Perlahan, kendaraan roda empat itu pun melaju meninggalkan area UGD dan keluar dari kawasan rumah sakit tersebut. Merlin menyandarkan kepalanya dan menutup kedua matanya. Jujur saja, Merlin masih merasakan kepalanya sangat pusing. Sedari tadi, wanita itu memilih untuk diam dan hanya merasakan rasa pusing tersebut. “Hhh ....” Merlin mendesah pasrah, “Bagaimana aku akan menghadapi wanita paruh baya itu nanti? Semua belanjaan untuk stok mingguan tercecer di jalanan saat aku ditabrak tadi,” lirihnya merasa galau, ia tidak lagi memikirkan hari bertambah usianya hari ini. Tentu saja Merlin merasa bingung. Dia bukanlah menantu yang diinginkan di keluarga besar suaminya. Tidak peduli bagaimanapun, Merlin celaka atau tidak, mereka tidak akan peduli dan memberikan toleransi. Dan hal tersebut membuat Merlin sangat pening. Jarak demi jarak telah terkikis. Pada akhirnya Merlin tiba di tempat tujuan. Namun, ia tidak tiba di kediaman mewah milik mertuanya. Melainkan tiba di sebuah rumah gubuk milik ayahnya. “Ah ... benar juga. Dia pasti memasukkan alamat sesuai dengan yang ada di kartu identitas ku,” gumam Merlin kemudian berniat membayar ongkos taksi online. “Berapa, Mas?” Merlin menanyakan perihal ongkos kepada sang driver. “Tidak perlu, Mbak. Ongkosnya sudah dibayar oleh laki-laki yang memesan tadi,” sahut sang driver. Merlin mengangguk paham kemudian membuka daun pintu mobil dan segera turun dari sana. Kebetulan sekali dirinya datang ke kediaman ayahnya, Merlin ingin mengambil foto mendiang ibunya sekalian. Sesaat ia akan membuka langkah, suara khas orang teler menyerukan namanya. “Ah, suara itu lagi.” Merlin berujar pasrah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD