Kai dan Ayu sedang berteduh di sebuah warung di pinggir jalan. Hujan kian deras, baju keduanya pun sudah sama-sama basah. Gara-gara abis jadi bintang film Hollywood, pelukan di bawah guyuran hujan
"Ini mie rebus nya, Mas," kata si penjual sambil menyodorkan dia mangkuk mie rebus lengkap dengan telur, sawi, dan cabai.
"Oh, makasih, Bu," sahut Kai sopan.
"Iya." Si penjual mengangguk.
Sebelum makan, Ayu meneguk lagi teh manis hangat yang ia pesan tadi. Awalnya Ayu cuma ingin pesan teh manis hangat saja, tapi pada akhirnya dia ikutan memesan mie rebus juga sama seperti Kai.
"Kai," panggil Ayu sambil mengaduk-ngaduk mie yang ada di hadapannya.
"Hem."
"Kok Lo bisa tau, sih?" tanya Ayu penasaran.
"Tau apa?" Kai melirik ke arah Ayu sekilas, kemudian kembali menyeruput kuah mie rebus miliknya.
"Tau, kalau gue bakalan nangis."
"Gue cuma nebak aja, kok," sahutnya singkat.
"Masa?"
"Iya." Kai mengangguk. "Udah, makan dulu nanti lagi ngobrolnya."
Ayu menurut, wanita langsung melahap mie rebus yang dipesan oleh Kai tadi. Lapar? Oh, tentu saja. Sibuk berdandan, sampai-sampai urusan perut Ayu lupakan. Dan yakin, rasa laparnya akan terobati saat menikmati prasmanan nanti.
Tapi siapa sangka, alih-alih perutnya merasa kenyang Ayu justru mendapati kenyataan pahit. Di mana Lucas mengenalkan dirinya sebagai temannya Lucas, dan juga hadirnya wanita yang mengaku sebagai tunangan lelaki itu.
Nyesek nggak tuh?
Nyesek banget, lha! Ayu yang sudah menyerahkan seluruh hatinya pada Lucas, justru dikecewakan dengan cara seperti ini. Ingin sekali Ayu nangis sambil teriak-teriak, agar perasaannya sedikit membaik, agar dadanya tak merasa sesak seperti ini.
Tapi, niatnya ia urungkan. Karena ada Kai di sampingnya, sudah dapat dipastikan kalau nanti Kai akan melarang dan memarahinya. Gara-gara sudah menangisi Lucas.
Kai selesai lebih dulu, lelaki itu kembali meneguk teh manis hangat miliknya dan masuk ke dalam warung. Ayu tak tau apa yang dibeli oleh pemuda itu, karena dia sendiri juga tak bisa mendengar percakapan di antara mereka. Kembali menghabiskan mie rebus miliknya, Ayu dikagetkan oleh kehadiran Kai yang sudah duduk manis di sampingnya. Dengan sebatang rokok di mulutnya.
"Lo ngerokok?" tanya Ayu tak percaya.
"Kadang-kadang," sahutnya sambil membuang asapnya ke udara.
"Lo kan masih pelajar, nggak boleh ngerokok," larang Ayu sambil menatap Kai.
"Nggak ada yang tau kalau gue pelajar, kok. Santai aja kali."
"Tapi, gue tau kalo Lo itu pelajar!" Ayu gemas sendiri.
"Ck!" Kai berdecak kesal. "Lo tinggal diem, dan pura-pura nggak liat. Bisa, kan?" tanya Kai sedikit kesal.
"Nggak bisa."
Kai menatap Ayu dengan tajam, wajah pemuda itu kian mendekat pada wajah Ayu. Sampai-sampai membuat jantung Ayu berdebar tak karuan.
"Menurut Lo, gara-gara siapa gue sampe ngeroko kayak gini? Hah?" tanya Kai kesal.
"Ya mana gue tau, lha!" sahut Ayu dengan ketus, dan memalingkan wajahnya dari Kai.
"Yah, Lo nggak perlu tau. Cukup gue dan Tuhan aja yang tau." Kai terkekeh, dia baru ingat kalau perempuan yang ada di sampingnya itu memang tidak peka.
"Sekarang kasih tau gue, Lo tau dari mana kalau hal ini akan terjadi?"
"Gue cuma nebak aja, Yu," kata Kai sambil kembali menghisap rokokk miliknya, dan membuang asapnya ke udara.
"Masa, sih? Gue nggak percaya!" Ayu ngotot, kalo apa yang diucapkan oleh Kai itu semuanya bohong.
"Gue udah bisa nebak semuanya, cuma denger cerita Lo aja."
"Hah?"
"Lo yang cerita, kalo Lucas yang udah ngungkapin perasaannya ke Lo. Dan dengan bodohnyaa Lo udah langsung kegirangan. Memang, hubungan di antara kalian berkembang. Tapi, kalau ditanya status di antara kalian itu apa?" Kai menatap Ayu, yang sedang memperhatikan dirinya. "Lo bisa jawab, kalau misalnya gue tanya apa hubungan di antara kalian berdua?"
"Pacaran?" jawab Ayu malu-malu.
"Aduh, Yu!" Kai mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa hal sepele seperti ini Ayu nggak ngerti? Dia sebenarnya penulis novel romantis atau horor, sih?
"Lha, kenapa? Emangnya jawaban gue salah, ya?"
"Pacaran? Oke, anggaplah begitu. Tapi, Lo inget-inget lagi, deh. Lucas itu ngungkapin perasaannya aja, atau disertai dengan kalimat 'kamu mau nggak jadi pacar aku?' nggak?" tanya Kai gemas..
Ayu terdiam, wanita itu kembali mengingat momen di mana Lucas mengungkapkan perasaannya. Pada saat itu Ayu hanya tersenyum, dan percakapan mereka berakhir dengan sebuah ajakan pulang.
"Yu, kita pulang, yuk. Udah malem juga, nanti bunda kamu marah lagi."
Sudah, tidak ada pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan mereka. Keduanya sudah merasa cukup atas apa yang terjadi di antara mereka sekarang. Ayu tertunduk, kini dia tersadar kalau apa yang diucapkan oleh Lucas tidaklah salah. Terlebih saat pemuda itu mengenalkan dirinya sebagai temannya Lucas.
Benar, sejak awal Lucas tak salah. Dia yang salah, karena sudah terlalu berharap lebih akan hubungan di antara mereka. Tak terasa air matanya kembali meleleh, membasahi wajahnya yang baru saja kering karena air hujan.
Kai berdecak kesal, pemuda itu membuang rokok yang masih setengah lalu menginjaknya. Sudah ia duga, hal ini akan terjadi. Padahal, sudah ia peringati tapi Ayu keukeuh katanya dia suka sama Lucas. Kalau sudah seperti ini, siapa yang akan menderita? Ayu, kan?
"Kali ini aja, gue biarin Lo nangis setelah di make-up sama bunda," ucapnya sambil memeluk Ayu yang sudah tak karuan.
Ada baiknya juga Kai mengikuti mobil milik Lucas. Coba kalau tidak? Sudah dapat dipastikan Ayu akan menangis sendirian, berjalan sendirian di bawah guyuran hujan. Mana sepi lagi, ah baru membayangkannya saja sudah membuat hati Kai teriris.
Sekali lagi Ayu menangis di dekapan Kai. Sedangkan Kai, pemuda itu hanya menatap langit-langit warung yang ia jadikan sebagai tempat untuk berteduh. Melihat Ayu menangis seperti ini, membuat darah dalam tubuh Kai seketika mendidih.
Sebenarnya kenapa?
Kenapa dia seperti ini? Kenapa dia sampai semarah ini, hanya karena melihat Ayu yang menangis gara-gara laki-laki lain? Kenapa dia sangat peduli pada Ayu? Apakah karena Ayu adalah teman pertama yang ia miliki? Kenapa dia tidak bersikap seperti biasanya?
Kai tersadar, kalau ada yang tak beres dengan dirinya. Terutama dengan hatinya. Kai, ingin menyangkalnya. Dan harus menyangkalnya karena perbedaan di antara mereka. Namun, kali ini hati dan otaknya tak selaras. Mereka berbeda pendapat dan berbeda keinginan.
Cukup lama Ayu menangis, sampai akhirnya wanita itu menarik tubuhnya dan tertunduk. Entah kenapa Kau merasa kalau ada hal lain yang terjadi saat di sana. Karena dari sikap dan tangisan Ayu, terlihat sangat memprihatinkan. Harusnya sih Ayu cukup kuat, untuk menghadapi keadaan di mana Lucas mengenalkan dirinya sebagai teman.
"Kasih tau gue, apa lagi yang terjadi di sana?" tanya Kau sambil menatap Ayu dengan serius.
"Nggak terjadi apa-apa, kok," sahut Ayu sambil mengalihkan pandangannya.
"Kasih tau gue, Yu!" pinta Kai.
"Di sana nggak terjadi apa-apa, Kai."
Kai menatap Ayu, dia tau kalau saat ini wanita itu tengah berbohong. Sepertinya, memang benar terjadi sesuatu yang lain di sana.
"Oke, kalau Lo nggak mau ngasih tau, gue bakalan nyari tau sendiri," ucap Kai sambil beranjak dari duduknya dan berjalan menuju motornya yang terparkir di pinggir jalan.
"Kai, jangan!" teriak Ayu sambil menahan tangan Kai.
"Nggak apa-apa, kalo Lo nggak mau kasih tau, gue bakalan nyari tau sendiri!"
"Oke, gue kasih tau." Ayu akhirnya mengalah, akan memberi tau Kai apa yang terjadi di sana.
Padahal pada awalnya Ayu ingin menutupi fakta di mana dia bertemu dengan tunangan Lucas. Karena bagi Ayu, itu adalah sesuatu yang memalukan.
"Di sana, gue ketemu Erina," ucap Ayu sambil tertunduk.
"Erina?" ulang Kai. "Siapa Erina? Menantunya pak presiden?" imbuh lelaki itu, tidak bermaksud untuk melawak tapi justru mampu membuat Ayu yang sedari tadi bersedih kini terkekeh.
Padahal candaannya nggak lucu sama sekali, tapi entah kenapa Ayu justru tertawa. Ah, humornya emang receh sekali, ya.
"Kenapa Lo ketawa?" tanya Kai tak mengerti. "Ada yang lucu?"
Ayu menggeleng. "Ngga ada."
"Terus, siapa itu Erina?" tanya Kai sekali lagi.
"Dia, tunangan A Lucas," tutur Ayu sambil tersenyum kecut.
"Bangsatt!" umpatt Kai sambil menendang batu kerikil yang ada di hadapannya.
Ayu melirik ke arah Kai sekilas, pemuda itu terlihat sangat marah. Terlihat jelas di wajahnya yang putih, kini berubah merah padam karena amarah. Ayu seketika takut, melihat Kai yang sedang marah seperti itu.
Kai kembali berjalan menuju motornya, dan sekali lagi Ayu menahannya.
"Kai mau kemana?" tanya wanita itu.
"Mau ngasih pelajaran si bangsatt itu!" ucap Kai sambil terus berjalan menuju motornya.
"Jangan, Kai!" larang Ayu sekali lagi.
"Yu, jangan larang gue lagi," kata Kai sambil membalikkan badannya dan menatap Ayu.
"Jangan, Kai." Ayu menggeleng.
Melihat Ayu yang tampak membela Lucas justru membuat amarah Kai semakin menjadi. Lelaki itu mengepalkan tangannya erat-erat, niatnya untuk memberi pelajaran pada Lucas semakin besar.
"Jangan halangi gue, Yu," ucap Kai sambil kembali menuju motornya.
Tapi seketika langkahnya terhenti, kala tubuhnya dipeluk dengan sangat erat dari belakang oleh Ayu. Jantungnya seketika berdebar, darah dalam tubuhnya berdesir hebat.
"Jangan, Kai," larang Ayu sambil menggeleng.
"Kenapa?" tanya Kai sambil menahan amarah, karena dia tidak ingin amarahnya melukai Ayu. "Kenapa Lo ngebelain dia terus, Yu?"
"Gue nggak mau Lo kenapa-kenapa, Kai," lirih Ayu. "Gue takut Lo terluka," imbuh Ayu jujur.
Mau bagaimana pun juga Kai hanyalah bocah bau kencur yang masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Pasti akan kalah oleh Lucas yang sudah dewasa, dan jika hal itu sampai terjadi bisa-bisa nanti dia kena omel Katty lagi.
Wajah Kai seketika memerah, kala mendengar pengakuan Ayu yang mengatakan kalau dia takut kalau Kai kenapa-kenapa. Ah, Ayu memang wanita yang mampu membuat Kai berdebar tak karuan seperti ini!
Selamat ya Ayu, sudah mampu mencairkan gunung es!