Tak hanya pandai mencari uang, semua tugas rumah juga bisa Aditya lakukan. Mulai dari mencuci, menyapu, strika baju, dan memasak. Saat Sukma diantar ke klinik berobat oleh Ratu, Aditya memasak karena kebetulan tak ke mana pun malam ini. Ada ayam di kulkas yang telah dibumbui, jadi dia menggoreng ayam tersebut. Aditya juga bisa membuat sambal dan memotong sayuran untuk dibuat capcay sederhana. Ada udang dan bakso dia temukan di freezer, jadi tak hanya sekedar sayur saja. Sebenarnya barusan sang ayah meminta agar Aditya membeli lauk saja, akan tetapi Aditya memutuskan untuk repot di dapur saja. Karena membeli lauk di luar, jarang dapat yang enak. Apa lagi jika sudah sore menuju maghrib begini
Jam setengah tujuh, Aditya baru selesai mengerjakan segalanya sendiri. Sang ayah tentunya tak bisa membantu. Bisa saja sebenarnya sekedar memotong-motong, akan tetapi Aditya tak pernah mengizinkan ayahnya itu ikut berkecimung di dapur. Cukup dirinya saja atau Sukma yang repot di dapur sana. Tidak boleh juga untuk adiknya yang bontot, karena hanya akan membuat dapur kacau saja.
Usai memasak, Aditya beribadah terlebih dahulu sebelum nanti mandi. Aditya masih ingat beribadah, meski pekerjaan yang dilakukannya itu sangat jauh dari ajaran agama. Aditya tak akan langsung mandi setelah beraktivitas. Akan istirahat sejenak, baru setelahnya mandi. Aditya baru memasuki kamar mandi jam 7 kurang saat dia mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya. Dia sudah menebak jika itu pasti suara mobilnya Ratu yang menemani adik perempuannya berobat.
"Duh, lupa bawa baju ganti," decak Aditya saat meraih handuknya. Pasalnya, ada orang lain di rumah ini selain keluarganya. Masa dia keluar kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk saja? Sedangkan bajunya barusan yang dia gunakan, agak basah terkena cipratan air mandinya. Karena memang ukuran kamar mandi di rumah ini tak begitu besar.
Aditya pikir, Ratu mungkin akan berada di kamar bersama adiknya begitu keluar dari klinik tersebut. Makanya, lelaki itu bertelanjang dadaa saja keluar kamar mandi dengan menggunakan celana selutut yang tidak begitu basah, sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. Namun, dia tertegun saat mendapati perempuan itu yang sepertinya menuju kamar mandi. Aditya temukan bagaimana mahasiswinya yang itu tampak melotot begitu melihatnya, tanpa berkedip sedikit pun. Aditya berusaha tenang saja, tak menutupi tubuhnya di mana masih ada tetesan air yang jatuh membasahi.
Apa perempuan itu terkejut melihat bentuk tubuhnya?
Seketika Aditya ingat ucapan perempuan itu tadi yang menyamakannya seperti skeleton. See... apa saat ini perempuan itu tetap berpikiran sama seperti tadi? Aditya berlalu begitu saja, setelah beberapa saat tatapan mata mereka beradu.
"Jangan galak-galak sama Ratu itu, Bang! Nanti cinta loh!"
Aditya menggeleng ketika ucapan adiknya terngiang kembali. Cinta? Apa itu cinta? Aditya tak pernah benar-benar merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta kepada lawan jenis. Dulu memang pernah dia menyukai seseorang, namun dia rasa hanya sebatas mengagumi saja. Tak lebih dari itu. Tak pernah berharap pada sebuah hubungan yang spesial, apa lagi yang namanya jatuh cinta. Hidup Aditya terlalu penuh dengan beban hidup yang tiada henti-hentinya. Seorang perempuan selain keluarganya, tak seorang pun yang istimewa bagi Aditya.
Lalu, bagaimana dengan kehadiran Ratu yang belakangan ini yang sering interaksi dengannya tak hanya di kampus saja?
Tentunya Aditya menampik keras untuk tertarik kepada perempuan satu itu. Selain usia mereka yang terpaut begitu jauh, seorang Ratu yang terlahir dari keluarga kaya raya dan cemara itu, menurut Aditya lebih cocok bersanding dengan seorang pengusaha muda yang setara dengan perempuan itu dengan berbagai hal. Tidak dengan orang sepertinya yang berasal dari keluarga miskin, yang harus bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga. Sungguh perempuan itu tak pantas jika bersanding dengan lelaki macam dirinya ini.
Saat menyugar rambutnya di kamar, Aditya mendapati ponselnya yang satu lagi menyala. Itu ponsel khusus untuk kerjaan, yang tidak seorang pun tahu nomor tersebut kecuali atasan dan sesama rekan kerjanya. Di sana juga ada aplikasi banking, menerima dana dari pekerjaan yang dilakoninya.
Aditya mengernyit ketika mendapati notifikasi dari nomor baru. Setidak akrabnya dia dengan para rekan kerjanya, Aditya pastinya tahu nama mereka beserta nomor ponselnya juga untuk koordinasi perihal kerjaan.
“Nomor siapa ini?” gumam Aditya. Hanya ada sapaan selamat malam di sana. Aditya menunggu pesan selanjutnya, misal-misal ada tugas baru untuknya yang mungkin dari asisten pribadi bosnya yang selalu ikut ke mana pun. Kali saja orang itu mengganti nomor baru. Namun, menunggu sejenak, Aditya mendapati pesan lagi yang isinya bukan tentang kerjaan. Tapi…
0812979651xx
Aku menyukai, sungguh
Setiap melihat d tmpat ini, rasanya ingi memelukmu
Nomor ini hanya diketahui orang-orang tertentu. Siapa yang telah menyebarkan nomornya ini? Aditya tak suka jika nomor untuk urusan kerjaannya ini direcoki.
Wait… di tempat ini?
Apa yang mengirimkannya pesan tersebut adalah seseorang yang berada di rumah istri sirih sang bos, yang disebut sebagai markas tersebut? Tapi… siapa?
Hanya ada empat orang perempuan yang berada di rumah tersebut. Dua orang asisten rumah tangga, satu baby sitter dan satunya lagi adalah istri sirihnya si bos yang usianya tak jauh dari Aditya. Jadi, menurut Aditya, hanya salah satu dari ketiga orang di sana yang berkirim pesan padanya. Tak mungkin istri dari bosnya sendiri, bukan? Aditya menggeleng pelan. Dia akan bertanya nanti kepada rekan-rekannya, siapa yang telah menyebarkan nomor pribadinya itu. Aditya tak suka direcoki dengan hal yang tak jelas begitu.
“Dit… “
Terdengar suara ayahnya mengetuk pintu kamar, dan Aditya pun segera melangkah ke arah pintu, membukanya setelah meletakkan ponselnya kembali.
“Kenapa, Yah?”
“Makan malam bersama-sama kita, sama Ratu temannya Sukma itu. Tolong itu dia di dapur sendirian buat nyiapin makan di karpet sana.”
“Iya, oke, Yah.” Aditya langsung melaksanakan perintah ayahnya. Dia menuju ke dapur dan tiba di sana mendapati perempuan bernama Ratu itu sedang mengambil piring. Aditya di dalam hatinya bertanya-tanya, setahunya perempuan ini dulu waktu kecil begitu cengeng dan manja. Dan sekarang, dia tampak tak segan melakukan apa pun di rumah orang yang sederhana ini. Sangat jauh dibandingkan rumah perempuan itu tentunya. Ratu itu terlihat jauh dari kata manja.
Sampai semuanya sudah duduk di karpet menikmati hidangan, Aditya masih kepikiran dari tadi. Seorang perempuan kaya raya itu mau-maunya duduk makan bersama di lantai yang hanya beralaskan karpet sederhana? Bahkan, Aditya sampai heran saat perempuan itu tak sungkan untuk menambah capcay buatannya.
***
“Hati-hati bawa mobilnya, Bang! Serem soalnya.” Sukma mengingatkan Aditya yang sudah memakai jaket dengan celana pendek selutut, serta sebuah sendal jepit untuk mengantarkan Ratu pulang.
Aditya mengangguk. Dia melangkah cepat menuju mobilnya Ratu setelah mengarahkan remot ke arah mobil tersebut. Sedangkan Ratu menuju ke mobil tersebut menggunakan sebuah payung. Ratu menggunakan sweater punyanya Sukma juga, karena cuaca malam ini begitu dingin.
Di perjalanan, keduanya hening. Berisiknya air hujan yang mengalir deras di luar sana, kontras dengan kedua insan di dalam mobil. Ratu sibuk memikirkan ini itu, sedangkan Aditya hanya fokus pada jalanan di depannya saja. Lelaki itu mengendarai mobilnya Ratu dengan kecepatan sedang.
Baru sekitar 15 menit kendaraan tersebut menyusuri jalanan, tampak kendaraan yang padat merayap. Macet.
“Udah mau jam setengah sembilan, kok macet, sih?” Ratu bersuara juga, mengeluh melihat kondisi jalanan.
Aditya, lelaki itu tak menyahut. Dia tampak tenang saja melihat bagaimana padatnya kendaraan di luar sana. Bergerak sedikit demi sedikit, ternyata jalanan di depan sana ada banjir. Menoleh sekilas, dia masih diam saja saat perempuan di sebelahnya terus misuh-misuh.
Saat mulai bergerak lagi kendaraannya Ratu, tak begitu macet, tiba-tiba ada pohon tumbang yang mengenai sebuah mobil di depan mereka persis. Ada kilat petir di depan mata, serta angin kencang membuat Ratu tanpa sadar mencengkram lengannya Aditya dengan menundukkan kepala.
Aditya terkejut, tetapi dia hanya diam. Membiarkan Ratu mencengkram erat lengannya.
“Ma-af… “ Ratu akhirnya menyadari cengkraman tangannya pada lengan Aditya, dan langsung menjauh. “Gimana itu, Pak? Kita kejebak di belakang mobil mereka? Mana pohonnya gede banget. Kasihan juga mobil itu.”
“Tunggu sebentar.” Aditya juga tak akan bisa menolong jika keluar mobil juga. Dia bukan superman. Pohon yang tumbang itu hanya bisa diangkat oleh beberapa orang saja.
“Kok lama banget ya, Pak? Nggak ada yang bantuin apa?” Pemilik mobil di depan sana, sudah keluar dari mobil, akan tetapi belum ada tiba bala bantuan hingga beberapa saat kemudian. “Pak, jangan diem aja dong! Saya kan bete.”