Telepon Panik.

1162 Words

Malam itu langit Jakarta berwarna kelabu, lampu-lampu kota berpendar samar di balik awan. Di kediamannya yang megah di kawasan elit Menteng, Reno duduk di ruang kerjanya dengan wajah tegang. Tumpukan dokumen terbuka di meja kayu jati, namun pikirannya tidak bisa fokus membaca satu pun angka. Hari itu saham perusahaannya turun tajam, 7% hanya dalam satu hari perdagangan. Angka itu lebih dari sekadar koreksi—itu pertanda bahwa pasar kehilangan kepercayaan. Bisikan soal tender fiktif dan mark-up proyek kini bukan lagi bisikan. Itu sudah menjadi narrative yang mengguncang fondasi reputasi Reno. Ia tahu apa artinya: jika isu ini tidak segera dikendalikan, domino akan runtuh. Bank bisa mulai mempertanyakan kredit. Investor asing bisa menarik modal. Bahkan pejabat pemerintah yang dulu bersembun

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD