Malam terasa cepat berlalu. Jayne merasa baru saja memejamkan mata lima menit yang lalu, tapi tiba-tiba pagi yang cerah sudah datang menyapa. Rintik hujan yang jatuh sepanjang malam menjadi musik latar hingga dini hari, dan kini hanya aroma tanah basah yang menyelinap melalui celah jendela. Jayne membuka mata dalam dekapan Elang yang begitu erat, seolah tubuhnya terkurung dalam pelukan posesif lelaki itu. Ia berusaha menggeser pelan, tapi lengan Elang semakin mengunci, membuatnya tak bisa lepas. Jayne mendongak, menatap wajah Elang dari jarak nyaris tak ada. Kelopak mata Elang bergerak, perlahan terbuka. Tatapannya masih berat oleh kantuk, tapi senyumnya muncul samar. Bukannya melepaskan pelukan, ia justru menarik Jayne lebih dekat, membuat wajah mereka hanya terpisah sejengkal. “Pagi