*** “Baiklah,” ujar Blue dengan nada dingin. Ia kembali mengarahkan surat perjanjian itu ke hadapan Emely. “Tandatangani ini, dan setelah itu, kau wajib mematuhi semua yang tertera di dalamnya. Tidak ada pengecualian. Tidak ada alasan. Aturan yang aku buat wajib kau patuhi. Dan—perlu kau ketahui, bahwa ucapanku adalah perintah! Kau mengerti?” Emely terdiam, wajahnya dipenuhi dilema dan frustrasi. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, mencoba menenangkan diri meski hatinya tetap memberontak. Dengan suara pelan, nyaris tak terdengar, ia akhirnya mengangguk. “Ya, aku bersedia,” jawabnya lemah. Blue tersenyum tipis, puas mendengar jawaban itu. Ia menyodorkan pulpen kepada Emely. “Tandatangani sekarang.” Emely meraih pulpen itu dengan tangan gemetar. Meski hatinya dipenuhi amara