Aku menatap Rizki yang kini menunduk, tak berani menatap wajahku. Padahal aku rindu wajahnya yang mungkin saja bisa mengobati lara, walau hanya sementara karena setelahnya pasti sesak banget di d**a. Reyhan berdiri di sampingku, dia menatap Rizki dengan tatapan datar dan aneh. Aku tak tahu arti dari tatapan itu, sama sekali tidak tahu. “Cia, gue minta maaf!” ucapan Rizki membuatku menatapnya dalam. Dia yang kini mendongak, menatap mataku dengan berani dan penuh keseriusan, jujur aku suka matanya. Aku menghela napas, Langkah pertama, memaafkan masalah. “Iya, gue maafin lo kok.” Aku mencoba tersenyum manis, berharap bahwa senyuman itu bisa menghilangkan getir di hatiku. Tapi nyatanya, senyum itu pasti terlihat miris. Walau seberapa kuat aku memasang senyuman palsu, tetap luka di hatik

