Hape Baru

992 Words
Aku hampir menangis saat salah seorang pegawai tempat reparasi Hape langgananku menyatakan Hapeku tidak bisa dihiduokan lagi alias mati total. Hape itu sangat berarti bagiku karena itu Hape pertama yang aku miliki yang kubeli dengan hasil kerja kerasku yang  kubeli sebelum aku bekerja di perusahaan ini. Ada banyak kenangan disana,untungnya Sebagian besar foto-fotonya sudah aku upload di drive jadi aku masih bisa melihatnya. Aku menerima Hapeku dari dari salah satu pegawai di sana dan melangkah dengan gontai meninggalkan tempat itu karena tempat itu hanya melayani reparasi. Aku menuju ke toko Hape yang berjarak lima ratus meter dari   tempatku sekarang, aku ingat ada uang dua juta di dompetku, Sebagian uang itu adalah milik Rani yang dipinjamkan kepadaku untuk berjaga-jaga seandainya Hapeku tak bisa diperbaiki jadi aku bisa langsung membeli Hape baru sebagai gantinya. Aku agak canggung saat memasuki gerai Hape yang sangat luas itu karena aku belum pernah kesini sebelumnya. Sebenarnya tadi aku hendak jalan sama Rani tapi berhubung hari ini hari Sabtu Rani tak jadi mengantarku berhubung Amir tiba-tiba datang dan mengajaknya pergi ke rumah orangtua Amir yang ingin mengenal Rani. Aku tengah berdiri di depan deretan Hape low end dan bingung mau memilih merek atau jenis Hape yang hendak kubeli, secara aku buta tentang hal itu. Aku terlihat  bingung saat Ketika si mbak penjaga gerai bertanya aku mau beli Hape yang mana sehingga si mbak merasa sedikit jengkel karenanya. Mungkin karena banyak  pengunjung di sini dan dia merasa terganggu dengan kehadiranku.Uh, harusnya aku tak ke sini sendiri karena aku seperti orang yang tersesat saat ini. Harusnya aku ke sininya besok jadi Rani akan menemaniku. “Cha!” sebuah panggilan mengagetkanku dan aku menoleh dan terkejut melihat bos menyebalkanku ada di sini. Aku langsung panik melihatnya, aku masih jengkel padanya karena dia merusakkan Hapeku dan tidak mau menggantinya. Wait! Tadi dia memanggilku ‘Cha’? dan bukan ‘Nat’? Apakah aku salah dengar? Chacha adalah panggilan sayang dari orang-orang di dekatku termasuk Rani dan Nat adalah  panggilanku sehari-sehari. Apakah dia tidak mengenaliku? Aku lupa tadi aku sengaja menggerai rambutku dan memakai lensa kontakku karena aku merasa lebih praktis. Jadi apakah bos benar-benar tidak mengenalku? Aku tersenyum menatapnya, canggung. “Bo… Mik!” “Beli Hape?” “Iya,” aku mengangguk, “Hapeku rusak aku lagi nari gantinya.” “Rusak?” tanya Mika. “Iya, seseorang membuatku menjatuhkannya dan rusak.” Aku menatap Mika, berharap dia ingat telah membuatku jatuh dan merasa bersalah  tapi yang kulihat dia cuek saja. “Kamu mau beli Hape apa?” tanyanya kemudian. Sebenarnya aku merasa jengkel sekali, ini cowok benar-benar! Rasanya aku pengin menimpuk kepalanya dengan batu saking emosinya. “Belum tahu, aku punya uang…” “Ayo!” tiba-tiba Mika meraih tanganku dan menggenggamnya kemudian menggadengku menuju tempat Hape high end dipajang. Aku bengong berdiri di depan deretan Hape high end, melihat harganya membuatku pusing, aku mencoba berfikir bagaimana caranya aku pergi dari tempat ini, mungkinkah Mika sudah mengenaliku dan sengaja mempermalukanku? “Ini bagus, Cha!” kata Mika menunjukkan sebuah dus berisi sebuah Hape dengan merk terkenal buatan negeri gingseng. Aku melotot melihat Hape itu. Baguslah wong harganya saja hamper dua puluh juta, gumamku dalam hati, sewot. Memangnya penampilanku menunjukkan aku mampu beli Hape seharga ini?  Aku sedang berfikir untuk kabur. Mungkin pura-pura ke toilet setelah itu kabur. “Buat kamu, biar aku gak kesulitan kalau aku mau menghubungi kamu.” katanya menyodorkan goodie bag berisi Hape itu sebelum aku sempat menyatakan keinginku ke toilet, rupanya Ketika aku berpikir untuk kabur tadi dia  dia telah mengeluarkan kartunya untuk membayar Hape ini. “Terimakasih… tapi aku merasa tidak bisa menerima ini,” aku menelan ludah, ada rasa takut yang menjalariku, aku takut ini hanya prank dari Mika dan setelah ini besok dia akan menagihku. “Kenapa takut?” “Takut kenapa?” Aku Cuma menggeleng. “Kamu takut ini cuma prank buat kamu? Atau kamu takut aku akan meminta imbalan tidur denganmu? Tidak, Cha! Kecuali kamu mau tidur denganku, hehehe,” Aku mencubit lengannya, sebal rasanya melihat wajahnya yang tertawa menyebalkan. “Beneran ini buat kamu, sebagai hadiah perkenalan kita agar aku lebih mudah menghubungimu terutama bila  rindu, “ Mika tersenyum kemudian dia meraih tanganku dan meletakkan goodie bag berisi dus hape di tangan kananku. Aku menatapnya tak percaya, hape seharga hamper dua puluh juta dia berikan begitu saja kepadaku yang dipanggilnya dengan sebutan Chacha sedang kepadaku yang dipanggil Natasha atau Nat dia bahkan tak mau tahu dengan nasib hapeku. Mengingat hal itu membuatku merasa jengkel. Tiba-tiba terbersit dalam  pikirannku untuk menganggap hape pemberian Mika sebagai ganti hapeku yang rusak. “Baik, aku terima. Tapi kamu tak boleh menagihnya kepadaku setelah ini,” sungutku, terus terang aku merasa jengkel meningat sikapnya padaku di kantor, berbanding terbalik dengan sikapnya Ketika bertemu di luar kantor. “Iya. sayang. Itu hadiah mana mungkin aku menagihnya,”Mika terkekeh. Aku merengut  dan menatapnya dengan jengkel saat mendengar dia memanggilku ‘Sayang’ dengan mesra, tak tahukah dia panggilannya itu membuat jantungku berdetak lebih kencang dan darahku berdesir membuatku  merasa nyeri? “Kamu makin cantik kalau kesal begitu!” Mika Kembali terkekeh. Aku tahu pasti pipiku memerah mendengar gombalannya. “Kita cari minum, yuk!” Mika segera meraih tanganku dan menggandengnya erat seakan-akan takut aku akan berlari kalau genggamannya terlepas. Mika membawaku ke mobilnya, seperti seorang pria gentle dalam novel-novel yang k****a Mika membukakan pintu untukku dan menyuruhku duduk di kursi penumpang sebelum dia berjalan memutar melalui depan mobilnya dan duduk di kursi pengemudi.  Dia menatapku cukup lama sebelum akhirnya menjalankan  mobilnya. Sepanjang perjalanan jantungku berdetak dengan kencang berharap dia  benar-benar tidak tahu kalau aku adalah Nat asistennya yang sering diperlakukannya dengan tidak manusiawi. Kami berhenti di halaman sebuah Café,  Mika segera turun dari mobilnya setelah memarkirnya dan aku  segera membuka pintu di sebelahku sebelum Mika membukakannya untukku. Mika segera menggandeng tanganku saat kami berjalan memasuki café. Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya tapi Mika makin erat menggenggamnya dan meremasnya dengan lembut membuatku gugup. Aku mencoba bernafas dengan lambat untuk menetralisir  detak jantungku yang semakin cepat. Suara music mengalun dengan lembut, mengalunkan lagu-lagu cinta yang mendayu. Mika membawaku ke sebuah meja yang terletak di sudut ruangan agak jauh  dari meja yang lain. Aku hanya bisa tersenyum saat Mika menyeret sebuah kursi dan menyuruhku duduk di kursi itu kemudian dia menyeret kursi di depanku dan duduk di sana. Seorang pelayan datang membawa sebuah tablet dan myerahkannya  kepada Mika untuk memilih menu yang ada. “Kamu ingin makan apa, Cha?”   *** AlanyLove
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD