Tiba-tiba Nikah

1901 Words
Saat itu adalah malam pengantin Faiza dan Reinaldi dimana Reinaldi tidak tidur bersama Faiza layaknya pasangan pengantin pada umumnya. Dia malah bersama kekasihnya bernama Angel. Pernikahan ini hanya pura-pura dan Faiza terjebak di dalamnya. Suara des*han terdengar dari kamar sebelah yang ditempati Faiza. Bukankah dia pengantinnya? bukannya dia yang seharusnya menikmati kebersamaan dengan suaminya? "Sayang...malam ini... kau milikku."Angel ditengah pergulatan mereka. "Iya sayang...aku akan tetap milikmu,"jawab Reinaldi. Pada kekasihnya disaat malam pertamanya yang seharusnya dinikmati bersama istri yang baru dinikahinya, yaitu Faiza. "Kukira.. semudah itu berpura-pura menikah, ternyata tidak!" Faiza menutup telinganya berusaha memejamkan matanya,"apa yang sudah aku lakukan, sampai harus terjebak dalam situasi ini?" Faiza menggigit bibirnya, penuh penyesalan. Sementara Reinaldi suami yang menikahi Faiza kemarin, kini tengah menikmati malam penuh keintim** bersama kekasihnya Angel. "Hei....Faiza... kamu ...masih di sini?Kirain udah kabur,"ucap manja Angel. "Tidak...aku memilih bertahan, karena semua memang sudah sesuai kesepakatan. "Faiza dengan suara bergetar. Bukan karena cemburu, tapi karena bingung ada disituasi yang sedikit aneh baginya. Akankah Reinaldi mencintai Faiza istri kontraknya, atau tetap mencintai kekasihnya Angel? ******* Beberapa waktu sebelumnya "Kamu harus bekerja dengan giat, kalau perlu cari laki-laki yang bisa menopang keuangan kita Faiza, kamu itu kalah sama sepupu kamu, yang setiap hari diantar mobil. Kerja baru sebulan bisa langsung dapat gaji besar, kamu udah 3 bulan, masi...h saja gajinya kecil," ujar Bibi Faiza, yang terus saja mengoceh setiap hari. "Maaf ya bi, Faiza sudah berusaha."Faiza menjawab sambil menunduk. "Ya sudah cepat berangkat sana!" Faiza melihat meja makan yang sudah kosong, tak ada sarapan karena sudah habis, terpaksa dia beli roti dan membawa tumbler berisi air teh hangat untuk menghangatkan perutnya di pagi hari saat di kantor. *** Hari itu, setelah tiga bulan magang di perusahaan raksasa milik Grup Mahardika, ia dipanggil ke lantai eksekutif. Sebuah ruangan megah dengan pemandangan kota yang menakjubkan menjadi tempatnya bertemu seorang pria yang tak disangka akan mengubah hidupnya. Reinaldi Mahardika, CEO muda yang terkenal dingin, tampan, dan nyaris tak tersentuh. "Bro, gimana gadis yang bisa nikah kontrak udah ada belom?" Tanya Reinaldi pada Dandi asistennya. "Belum bos, abisnya dadakan sih, lagian selera bos lumayan tinggi sih..."Dandi mencebikkan bibirnya. "Huuft," Reinaldi hanya membuang napas. "Gimana kalau kita cari di kantor ini saja bos , cari yang bening dikit bos dan agak polos, biar gampang diajak negosiasi," seru Dandi. "Terserah lu dech, pokoknya atur aja," ujar Reinaldi. Dandi bergegas ke ruang para karyawan dia berkeliling mencari wanita yang akan dia pilih untuk bosnya. "Siapa ya, kira-kira, ahh... itu dia."Dandi melihat seorang gadis dengan tubuh ramping berhijab berkulit putih. "Hei... kamu namanya siapa?" Tanya Dandi. "Faiza Tazkia Rahman pak." "Oke ... ikut saya."Dandi sambil berjalan tergesa-gesa. "Kemana pak?"Faiza mengernyitkan keningnya. "Ayo ... ikut aja ke ruangan bos." "I-iya pak." Faiza pun bergegas. "Tok tok." "Masuk!"Suara dari balik pintu. "Bos... saya sudah..." Dandi tak meneruskan ucapannya. "Namanya Faiza Tazkia Rahman bos." “Faiza Tazkia Rahman,” ucap Reinaldi tanpa senyum, matanya tajam menatap gadis itu dari balik meja kayu hitam. “Saya butuh tanda tanganmu untuk kontrak ini.” Tanpa sempat berpikir panjang, Faiza menerima map cokelat tebal dan bolpoin yang disodorkan sekretarisnya. Ia percaya ini hanya perpanjangan magang atau promosi kerja. Matanya tak benar-benar membaca lembar demi lembar, pikirannya sibuk membayangkan bagaimana kabar bibinya dan biaya hidup mereka yang semakin sulit. Satu tanda tangan. Dan nasibnya berubah selamanya. "Selesai pak, apa artinya kontrak kerja saya di perpanjang?"Faiza bertanya dengan mata berbinar. "Ehmm.... tentu.."Dandi nampak kikuk saat menjawab pertanyaan Faiza. "Kalau begitu... saya kembali ke meja saya pak." "Iya ... silahkan."Dandi tersenyum samar. Ada rasa bersalah dalam hatinya, karena telah menjebak seorang gadis polos. **** Keesokan harinya, Faiza dipanggil kembali. Kali ini, wajahnya pucat saat membaca salinan kontrak yang sudah ia tandatangani. Nilai kontraknya,1 miliar rupiah. Masa kontrak, 1 tahun. Status, Istri sah Reinaldi Mahardika, secara hukum dan agama, namun hanya di atas kertas. “Kenapa… saya pak?”Bisik Faiza, lemas. Reinaldi bersandar, wajahnya tetap tenang. “Aku butuh istri untuk menjaga reputasi. Perjodohan dari keluarga sudah terlalu mengganggu. Dan kamu… cukup sederhana untuk tak mencampuri urusanku.” “Lalu setelah satu tahun?” tanya Faiza, suara gemetar. “Kamu bebas. Dapat uang. Dan semuanya akan dianggap tak pernah terjadi,” jawab Reinaldi ringan, seolah ini bukan masalah besar. "Apa? bapak gampang sekali ya bilang begitu, pak... ini berkaitan dengan nasib saya, apa kata keluarga saya pak, dan pernikahan impian saya..." perkataan itu menggantung seolah tak ada ujung. "Hei... nona, .... dengar ya... itu urusan lo, bukan urusan gue, lagian cuma 6 bulan atau satu tahun paling lama," ketus Reinaldi, "lagipula aku enggak bakal menyentuh kamu kok, asal kamu tahu ya, pacarku artis model kelas atas, kalau dibanding kamu enggak ada apa-apanya tahu enggak." "Lah terus... kenapa enggak nikah sama dia?"Faiza menelisik wajah Reinaldi, menunggu jawaban. "Itu... itu... hei... banyak tanya ya, mau enggak kalau nggak mau ... masih banyak yang mau."Reinaldi mulai naik pitam. " Enggak mau," Faiza dengan tegas. "Tapi ... Faiza, kamu sudah menandatangani surat perjanjian kontraknya!" Dandi nampak menunjukkan maf yang berisi kontrak tersebut, dan mata Faiza terbelalak. Karena dia sadar jika dia sudah terjebak dalam situasi sulit. "Dan ... nominalnya lumayan, kapan lagi kamu hanya menjadi istri kontrak tanpa kontak fisik dan bebas bekerja sebagai karyawan di kantor ini, dengan syarat ... tidak ada yang tahu hubungan kita," ucap Reinaldi sambil berdiiri tangan satu di sakunya. "I-iya ... saya terpaksa daripada enggak ada kerjaan. Asalkan enggak ada kontak fisik ya Pak."Faiza kembali menegaskan. "Tentu saja, saya sama sekali tidak berminat."Reinaldi melihat Faiza dari atas sampai bawah, dan menarik sudut bibirnya. "Pernikahan akan berlangsung minggu ini, kamu bersiaplah." Reinaldi dengan dingin, tanpa menatap Faiza. "Baiklah."Faiza keluar dari ruangan CEO tampan bernama Reinaldi. Dengan langkah gontai. Hari itu pun tiba Prosesi akad nikah Reinaldi dan Faiza berlangsung khidmat dan penuh haru. Bertempat di sebuah aula mewah yang dihiasi dengan bunga putih dan sentuhan warna emas, suasana terasa hangat namun sakral. Faiza tampil anggun dalam balutan kebaya putih berpayet halus, dengan riasan yang lembut menambah aura keanggunannya. Sementara Reinaldi tampil gagah mengenakan beskap modern bernuansa senada. Para tamu undangan dari kalangan keluarga dan kerabat dekat memenuhi ruangan. Isak haru sempat terdengar ketika ijab kabul dilafalkan. Dengan suara tegas, Reinaldi mengucapkan akad di hadapan penghulu dan wali Faiza. Suasana menjadi hening, menunggu jawaban saksi. "Saya terima nikah dan kawinnya Faiza Tazkia Malik Binti Malik Rahman dengan mas kawin tersebut tunai." Reinaldi dengan satu tarikan napas. “Sah,” kata para saksi serempak. Sejurus kemudian, tepuk tangan dan doa mengalir dari para tamu undangan. Faiza tampak menunduk, menahan haru. Reinaldi menatapnya sebentar, lalu menyodorkan tangan untuk menyalami Faiza, sebuah simbol awal dari janji hidup bersama. Meski pernikahan ini berawal dari sebuah kontrak, di mata semua orang, mereka tampak seperti pasangan yang saling mencinta. Pernikahan itu dilangsungkan secara terburu-buru, di sebuah ballroom mewah milik keluarga Mahardika. Faiza berdiri di sisi Reinaldi dengan gaun putih sederhana, tubuhnya gemetar namun wajahnya tetap tenang. Semua tamu undangan dari kalangan elite hadir, termasuk Tuan Mahardika, ayah Reinaldi yang menyambut Faiza dengan senyum hangat, tak menyadari bahwa menantu pilihannya hanyalah bagian dari skenario yang dibuat putranya. "Mulai sekarang, kamu istri Reinaldi. Jaga nama baik keluarga Mahardika," ucap sang ayah sambil menggenggam tangan Faiza erat. Sementara itu, di sudut ruangan, seorang wanita cantik bergaun merah menatap tajam ke arah mereka. Angel, aktris terkenal sekaligus kekasih Reinaldi yang tak pernah mendapat restu dari keluarga, hanya bisa menahan amarahnya. Ia tahu, Reinaldi mencintainya. Tapi kini, pria itu justru menggandeng perempuan lain di pelaminan. "Jadi ini penggantiku?" bisik Angel sinis ketika akhirnya sempat bicara empat mata dengan Reinaldi. "Ini hanya sementara, Angel. Percayalah, aku melakukannya demi ayah. Semua akan kembali seperti semula setelah satu tahun," jawab Reinaldi datar, meski ada kegelisahan dalam tatapannya. Sementara sang bibi nampak gembira melihat hamparan kotak yang berisi barang-barang branded, sebagai seserahan dari keluarga mempelai laki-laki. Meski bagi Reinaldi dan Faiza ini hanya kesepakatan, namun sang ayah Reinaldi tak tahu kenyataan itu, sehingga mereka merayakan pernikahan seperti layaknya pengantin pada umumnya. Sang bibi nampak bahagia melihat keponakannya menikah dengan orang kaya. "Akhirnya bebanku berkurang, seserahannya pun mewah-mewah, bahkan tas dan sepatu pun branded semua, pokoknya ini semua buat aku, bibinya yang mengurusnya sejak kecil." Setelah pesta usai, Faiza dibawa ke rumah keluarga Reinaldi,.sebuah mansion luas dan dingin, seakan mencerminkan hubungan mereka. Mereka tidur di kamar yang sama, tapi Reinaldi memilih sofa, dan Faiza tidur di ranjang dengan gaun pengantin yang belum sempat ia lepas. Malam itu sunyi. Tak ada pelukan, tak ada ucapan selamat malam. "Jangan berharap apa-apa, Faiza," ucap Reinaldi sebelum memejamkan mata. "Kontrak ini tak melibatkan hati." Faiza hanya mengangguk pelan. Tapi di dalam hatinya, ada luka kecil yang tak bisa ia jelaskan. "Iya ... tentu saja." Setelah prosesi resepsi selesai dan para tamu mulai beranjak pulang, Reinaldi dan Faiza dibawa oleh tim wedding organizer menuju hotel tempat mereka akan menginap malam itu. Sebuah kamar suite di hotel bintang lima telah dipesan khusus, lengkap dengan kelopak mawar di atas ranjang dan aroma lavender yang menguar lembut dari diffuser. Namun begitu pintu kamar tertutup, suasana menjadi sunyi. Sunyi yang pekat. Tak ada tawa, tak ada percakapan manis layaknya pasangan pengantin baru. Faiza duduk di sisi ranjang, membuka kerudungnya perlahan, menyisir anak rambutnya yang sedikit lepek karena seharian tertutup sanggul dan hijab. Di wajahnya tak terlihat rona bahagia. Ia hanya menatap ke arah jendela besar, melihat lampu kota yang berkelip di kejauhan. Reinaldi membuka jasnya, menggantungnya rapi, lalu duduk di sofa tanpa sepatah kata. Tangannya sibuk membuka ponsel, membalas pesan-pesan ucapan selamat dari rekan-rekannya, sementara pikirannya entah ke mana. Sesekali ia melirik Faiza, tapi ia urung bicara. "Kau bisa istirahat lebih dulu... aku akan tidur di sofa," ucap Reinaldi datar, memecah keheningan. Faiza menoleh perlahan, bibirnya bergetar, tapi ia hanya mengangguk. "Terima kasih." Hening lagi. Mereka seperti dua orang asing yang terjebak dalam kamar mewah, diikat oleh status suami istri, tapi tak ada kehangatan di antara mereka. Faiza masuk ke kamar mandi membawa baju ganti, dan tak lama kemudian keluar dengan piyama longgar dan wajah tanpa riasan. Ia tampak lebih tenang, tapi sorot matanya tetap sama, kosong. Reinaldi menatapnya sebentar. Dia tak bisa memungkiri, Faiza terlihat sangat sederhana, tapi juga sangat... nyata. Tidak seperti wanita-wanita lain yang pernah hadir dalam hidupnya. Tapi rasa itu kembali ditepis. "Ini hanya pernikahan kontrak. Jangan mulai melibatkan hati," gumamnya dalam hati. Faiza naik ke ranjang, menarik selimut, membelakangi Reinaldi. Reinaldi mematikan lampu utama, menyisakan cahaya temaram dari lampu meja. Ia lalu berbaring di sofa panjang, memejamkan mata, tapi tidurnya tak nyenyak. Di tengah keheningan malam itu, tak lama setelah Faiza tertidur dalam diamnya, bunyi pintu connecting room yang samar-samar dibuka dari sisi sebelah menyentak keheningan malam. Reinaldi yang masih terjaga, segera menoleh. Pintu itu terbuka pelan, dan muncullah Angel, wanita berambut cokelat keemasan dengan gaun satin tipis dan senyum penuh arti. “Akhirnya malam ini kita bisa bertemu... tanpa gangguan,” bisik Angel sambil menyandarkan diri di ambang pintu. Angel langsung memeluk Reinaldi. Reinaldi menghela napas, ragu sejenak. Matanya menoleh ke arah ranjang, memastikan Faiza sudah benar-benar tertidur. Wanita itu tampak tenang, membelakangi mereka, tak menyadari apa yang sedang terjadi. “Angel… seharusnya kamu nggak datang,” ujar Reinaldi pelan, namun tak ada nada tegas dalam suaranya. Angel tersenyum tipis. “Kamu tahu aku nggak bisa tenang lihat kamu nikah sama perempuan lain. Walau itu cuma kontrak.” Reinaldi menatap Angel. Ada gejolak dalam hatinya, campuran antara kerinduan, kekacauan, dan rasa bersalah. Namun dalam detik-detik berikutnya, logika dikalahkan oleh hasrat. Ia melangkah mendekat, dan Angel pun menutup pintu pelan dari dalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD