"Kamu ngapain, Sayang?!" bentaknya dengan penuh penekanan yang belum pernah kudengar sebelumnya. Aku terkejut, mundur selangkah. Melihat ekspresiku berubah, wajah Zein melembut terlihat merasa bersalah. "M—mas tidak menerima panggilan telepon saat malam hari. Ini waktu Mas untuk keluarga, Zee," jelasnya seolah tahu kegundahanku. Kata-katanya terdengar masuk akal, tapi nadanya membuatku merasa ada sesuatu yang disembunyikannya. Pikiranku melayang kembali ke percakapan singkat yang aku dengar tadi. Jenny, si klien meresahkan itu, sempat mengatakan sesuatu meski tidak selesai karena Zein cepat mengambil ponselnya dariku. Mataku mulai berkaca, aku mundur perlahan dan berbalik hendak keluar dari kamar, tapi Zein menahanku. Dia menarikku masuk ke dalam pelukannya, tapi cepat aku mendorong tub

