Bicara soal hati, bohong kalau Deva tidak iba melihat Dipta dan papanya dipermalukan seperti ini. Sayangnya rasa itu hanyalah setitik dari ribuan luka yang telah mereka toreh di hatinya. Nyawa adalah harga mati sebagai balasan untuk Salma yang telah menjadi otak dari kematian Alana. Sementara Akbar sama sekali tidak layak dimaafkan, karena hingga detik tak ada sesalnya. Yakin jika seandainya Deva tidak berontak dan bisa menumbangkan kelakuan otoriter papanya, Akbar tetaplah pria brengsekk yang akan terus dengan hobinya main perempuan, praktek kotor pencucian uang, penggelapan pajak, kasar ke anak istri, dan memanjakan Salma juga Dipta dengan harta. Tapi, Dipta juga korban? Tidak. Deva adalah orang pertama yang akan lantang berteriak menentangnya. Sejak remaja atau bahkan mulai kecil dia