Leon melangkah setengah berlari menuju rumah sakit dimana Olivia dikabarkan mendapatkan perawatan imbas sebuah insiden.
Sesampainya UGD, netra Leon menyisir area dalam, dimana banyak pasien dengan penanganan darurat mendapatkan prioritas.
Leon akhirnya menemukan sang keponakan setelah sebelumnya menyingkap beberapa gorden pembatas brankar.
"Liv."
"Paman."
Kedua mata Leon lantas menatap penuh pilu ke arah Olivia yang sedang dalam proses jahit dahi oleh seorang dokter. Tak hanya itu, memar biru kemerahan timbul dibeberapa area wajah mirip seperti efek pukulan.
"Siapa yang melakukan ini padamu, Liv?" tanya Leon dengan tegas. Sang pria memangkas jarak perlahan.
"Akan aku ceritakan nan—"
"SIAPA, LIV?" sentak Leon mengulang. Sungguh murkanya bangkit melihat rupa cantik keponakan sambungnya mengalami beberapa memar.
Belum sempat menjawab, polisi datang datang menginterupsi dan meminta Leon untuk bicara di luar. Sang paman terpaksa harus mengikuti prosedur meski sebenarnya ingin membawa Olivia ke dalam pelukan untuk sekadar menenangkannya.
"Hey ... kau yang bernama Olivia?" sapa seseorang menghampiri brankar Olivia. Tak langsung merespon, puan itu malah menatap ke arah sang penyapa yang merupakan seorang pria cukup tampan.
"Ya, dan kau?"
"Aku Theo, Kakak Nana, gadis yang telah kau selamatkan," sahut pria Theodore Knight yang biasa disapa Theo. "Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih banyak atas pengorbananmu. Jika bukan karena kau, Nana mungkin sudah .... " Suara yang perlahan parau itu terjeda dan Olivia tahu betul perasaan Theo sebagai kakak yang adiknya hampir diperk*sa.
"Tak apa. Aku melakukannya secara sukarela karena aku sudah muak dengan perilaku beja* orang-orang seperti mereka." Olivia mengeluarkan pernyataan ambigu yang sontak membuat Theo mengerenyitkan dahi.
Tak apa katanya? Bahkan wajah cantiknya telah dipenuhi dengan lebam imbas menyelamatkan Nana dan dia masih bilang tak apa?
"Bagaimana dengan adikmu?" lanjut Olivia yang tak ingin membahas lebih jauh perilaku as*sila.
"Ah, dia sedang tidur di kamar rawat dan pemeriksaan akan keluar nanti. "
"Baguslah."
"Kudengar kau murid baru di kampus. Apa jurusan yang kau ambil?" tanya Theo membuka bahasan baru.
"Managemen bisnis. Apa ... kau juga kuliah di sana seperti adikmu?"
Theo mengulas senyum kecil karena Olivia yang mengiranya seorang mahasiswa. "Hanya adikku saja. Aku mengajar di sana. Dan kau akan berhadapan denganku saat mata pelajaran pengantar bisnis nanti."
" Apa! Ti-dak mungkin!" Olivia sontak terkesiap. Ia tidak menyangka pria di hadapannya adalah seorang pengajar. Pasalnya wajah Theo terlihat layaknya pria muda tampan dengan tampang awet muda serupa baby face. Bahkan style pakaian yang digunakan lebih mirip mahasiswa daripada seorang dosen.
"Kenapa? Aku tidak pantas menjadi dosen?" Theo terkekeh sejenak.
"Itulah yang kupikirkan. Jika aku melihat Tanteku, maka aku percaya. Sedangkan kau, tidak."
Theo kembali mengerenyitkan dahi penasaran. "Tantemu seorang dosen? Siapa namanya?"
"Tante Kamila."
DEG!
Hanya satu Dosen yang bernama Kamila di Kampus Galaxy, dan nama itu sontak membuat Theo terdiam untuk sejenak. "Kau keponakan Kamila?"
"Ya, tapi hanya keponakan sambung. Kau mengenal Tante?"
"Ya, aku mengenalnya sangat baik."
. "Liv. Kita pulang sekarang." Di luar dugaan, Leon menginterupsi dan mengajak Olivia pulang. Tidak sekadar itu, saat menghampiri sang keponakan netra Leon menatap tak ramah sosok Theo.
"Halo Leon, kita bertemu lagi," sapa Theo ramah.
Leon tak langsung merespon melainkan menghela napas cukup panjang. "Aku tidak ingin berdebat denganmu, Theo. Tolong jangan sok Akrab baik dengan Kamila ataupun Olivia, mengerti."
Leon hanya memutar bola mata dengan malas tak menanggapi. Sementara Olivia dapat merasakan tentu perselisihan yang mungkin pernah terjadi di masa lalu antara Theo dan Leon.
Tanpa banyak berkata lagi, Leon segera mengambil tas Olivia dan lalu menggenggam tangan sang puan, segera melesat pergi dari hadapan Theo yang masih bergeming
"Sampai jumpa di mata kuliahku, Liv. Jaga kesehatan dan terima kasih," imbuh Theo ramah yang sempat membuat langkah Olivia dan Leon terhenti, lalu kembali beranjak meninggalkan UGD
Beberapa saat kemudian.
Tak banyak yang dibicarakan dalam perjalanan pulang di mobil Leon. Olivia cukup kecewa karena sang paman yang seharusnya prihatin atas insiden pemukulan yang ia alami di kampus. Puncaknya, ketika sampai di dalam rumah Olivia yang merasa kesal langsung memuntahkan emosi terpendam kepada Leon. "Apa salahku, Paman? Sejak awal datang tadi kau terlihat khawatir, tapi kau malah mengacuhkanku setelah bertemu dengan Pak Theo. Kau bahkan memperingatkanku supaya menjaga jarak dengannya tanpa menjelaskan mengapa? "
Lagi-lagi, Leon terdiam sejenak menatap wajah berhiaskan memar milik Olivia di beberapa sudutnya.
Tolong katakan bahwa kau cemburu padaku, Paman. Aku benar-benar berharap itu satu-satunya alasan kau marah.
"Theo adalah mantan kekasih Kamila," tutur Leon yang sukses membuat harapan Olivia kandas. "Dia cukup manipulatif. Itu mengapa aku memperingatkanmu."
"Ah ... kupikir kau peduli padaku. Tapi nyatanya tidak," timpal Olivia lirih dengan netra yang nyaris berkaca-kaca. Hatinya sangat kecewa kala Leon sebenarnya membela Kamila. Tubuhnya pun berbalik dan hendak menuju kamar karena tak sanggup dengan pengakuan Leon barusan.
GREB!
"Apa yang kau katakan, Liv. Tentu saja aku peduli padamu." Leon dengan cepat membawa Olivia ke dalam pelukannya sebelum puan itu benar-benar pergi. Pelukan yang sedari di UGD tadi ingin segera Leon salurkan.
"Maafkan aku jika perhatianku teralih," lanjut Leon parau. Meski begitu, Olivia merasa lega terlebih merasakan hangatnya peluk yang telah lama ia damba dari sang paman. "Berjanjilah padaku jika kau tak akan melakukan hal sembrono lagi seperti tadi?"
Leon dapat merasakan anggukan mantap Olivia di d**a bidangnya. Keduanya masih saling berpeluk dalam waktu yang cukup lama sampai tak terasa seorang memperhatikan aksi keduanya.
Mengapa aku merasa pelukan mereka tak biasa?
Kamila yang baru saja pulang, meragu sejenak dan berhenti di ambang pintu karena melihat suaminya memeluk erat sang keponakan sambung sangar erat. Mungkin ini hanya perasaanku saja.
Kamila lantas memutuskan tak ingin ambil pusing, wanita dengan rambut gelombang dan tergerai memutuskan untuk menyeruak di tengah momen Olivia dan Leon.
"Bagaimana dengan keadaanmu, Liv?"
Bersamaan itu, Leon terkesiap dan segera melerai pelukannya dengan Olivia. "Kamila."
***
"Apa kau sudah bertemu dengan penyelamatku, Kak? Dia benar-benar tak pemberani walau tidak terlalu bisa berkelahi. Aku ingin berterima kasih kasih langsung padanya," cicit Nana kepada sang kakak yang hanya menyimak sembari mengulas senyum.
"Kau cerewet sekali padahal masih dirawat." Theo mencoel hidung bangir Nana. "Aku sudah bertemu dengannya tapi aku tidak sempat mengobrol banyak karena pamannya mengajak gadis. itu pulang."
Tak dapat dipungkiri, Theo kagum pada aksi heroik sang Olivia. Sang lalu berkata, "Haruskan kita mengundangnya makan malam sebagai tanda terima kasih jika kalian sama-sama sudah pulih?"
"Harus, Kak. Aku mau sekali berkenalan dengannya."