Leon Cemburu?

1077 Words
Tidak! Akal sehat Leon tiba-tiba terjaga. Secepat mungkin ia menarik diri dari perbuatan terlarangnya pada sang keponakan sambung. "Paman ..." seru Olivia bernada kecewa, menatap Leon dengan mata yang menyendu. "Kita salah, Liv. Apa kau tidak mengerti bahwa Ini sudah di luar batas," lanjut Leon sok paling merasa benar. Olivia pun geram dan lantas mengambil posisi berdiri tegak. "Kenapa kau selalu begini, Paman? Kenapa kau selalu menyalahkan hasrat yang sama-sama kita inginkan? Aku tau kau menikmatinya." Dad* puan itu kembang kempis karena merasa muak dengan alasan Leon. "Apa?" Leon terperangah tak percaya. " Aku pamanmu dan sudah beristri, Liv. Apa kau sadar dengan yang kau katakan?" "Paman sambung, bukan paman kandung," tegas Olivia meluruskan. Tak ingin lebih lama berseteru, Olivia merendahkan suaranya seraya mengaku bahwa ia sangat menginginkan Leon karena hanya Leon, pria yang peduli padanya. Olivia bahkan tidak peduli jika Leon mendatangi hanya untuk melampiaskan hasrat s*xual saja. "Datanglah padaku, Paman." "Liv, sadarlah! Kau gadis adalah yang bernilai! Kau bisa—" "Aku tidak peduli, Paman. Aku merasa sudah tak bernilai semenjak Pak Johan menjual ku kepada beberapa koleganya," tegas Olivia. "Apa salah jika aku hanya menginginkan perhatian dan kasih sayang darimu?" lanjut Olivia lirih. Leon yang tadinya emosi kini malah tertohok imbas ungkapan pilu Olivia barusan. Hati pria itu seketika bimbang hebat. Namun, tak ingin rasa empatinya menutup perbuatan salah Olivia, dengan tegas Leon memperingatkan sang keponakan sambung untuk tidak melakukan perbuatan menyulut hasrat lagi di antara mereka. Setelah itu, sang CEO segera beranjak dari kar Olivia, meninggalkan sang buat yang masih bergeming, menatap nanar penuh kepiluan. *** Terhitung dua hari sudah Leon kembali mengacuhkan Olivia. Bahkan sang pria kentara menghindar setiap kali hendak berpapasan dengan Olivia di dalam rumah. Situasi ini tentu saja membuat hati puan berusia dua puluh tahun itu mengabu layaknya mendung sebelum hujan. Hati siapa yang tak sedih kala paman favoritnya marah dan mengacuhkannya. Kurasa paman benar-benar marah kali ini. "Olivia," sapa seseorang yang ternyata Theo saat Olivia berjalan di lorong kampus. "Halo, Pak Theo," balas Olivia penuh hormat. "Apa kau memiliki janji setelah pulang kampus?" "Memangnya kenapa?" balas Olivia yang malah balik bertanya. "Adikku ingin bertemu denganmu, apa mungkin kau ada waktu?" Olivia mengerjapkan netra dua kali akan ajakan Theo barusan. Jika dipikir-pikir, suasana di rumahnya pun sedang tak baik karena Leon mengacuhkannya. Mungkin berinteraksi dengan selain orang rumah bisa mendistraksi pikiran kalutnya. Puan bernetra bulat itu lantas menerima ajakan Theo. Sang dosen lalu menyunggingkan senyuman manis khas Casanova saat tawarannya bersambut positif. Theo lalu meminta Olivia menunggunya di parkiran basement karena sang dosen berkilah akan membereskan absensi di ruangannya sebelum pulang. "Apa yang kau bicarakan dengan Olivia?" tanya Kamila curiga seraya mencegat Theo. Istri dari Leon ternyata memperhatikan momen Theo dan keponakan sambungnya dari jarak cukup jauh. "Halo, Kam. Lama tak berjumpa." Bukan menjawab Theo malah dengan santai menyapa. Hari ini adalah hari pertamanya mengajar kembali di kampus Galaxy. "Jawab aku dan jangan basa-basi. Apa yang kau lakukan dengan keponakanku?" Kamila mengulang pertanyaan disertai nada tak ramah. Seperti biasa, Theo menanggapinya dengan santai. Ia bahkan sempat tersenyum dengan netra menyeledik ke arah Kamila. "Hati-hati, Kam. Kau terdengar seperti pasangan yang sedang cemburu. Ingatlah kau sudah punya suami," tutur Leo nyaris berbisik dan lalu menyeringai setelahnya. "Theo—" Saat akan meluapkan amarah, rekan Theo yang kebetulan berpapasan mendadak menginterupsi momen. Kamila pun urung marah dan memutuskan pergi dari sana. Di sisi lain, Leon yang hendak menjemput Kamila berakhir salah paham karena nyatanya ia melihat adegan percakapan Kamila dan mantan kekasihnya. Hatinya geram menyaksikan interaksi yang sudah pasti Leon duga akan terjadi dan kini menjadi kenyataan. Sekarang katakan padaku, Kam! Bagaimana caranya aku bisa tenang sementara kau satu kampus dengan mantanmu dan bahkan menjalankan interaksi padahal jelas sudah kularang. Pria tampan dan bertubuh kekar itu lantas memutuskan pergi dari kampus dan tak jadi menjemput sang istri. *** "Aku benar-benar berterima kasih padamu, Liv," ujar Alana, adik Theo yang biasa dipanggil Nana. Hati Nana sangat antusias bahkan sejak Olivia menginjakan kaki di ruang rawatnya. Kini, puan berambut hitam lurus sebatas pinggang itu memeluk erat sosok Olivia. "Bertemanlah denganku, Liv," pinta Nana. Sejenak Olivia terdiam, tak langsung menjawab melainkan membatin terbawa perasaan haru. Apakah ini rasanya memiliki teman yang menyambut dengan penuh kehangatan? Di sisi lain, kehangatan juga menyambangi hati Theo yang sedari tadi memperhatikan interaksi adik dan mahasiswi binaannya di kampus. Tatapan penuh kagum tak hentinya diam-diam ia layangkan pada kepada Olivia. Harus ia akui, Olivia adalah gadis cantik dan juga tangguh di matanya. "Baiklah, aku sepertinya harus pulang. Semoga kau segera pulih, Nana. " "Lalu bagaimana dengan makan malam besok di rumahku? Mau, ya?" pinta Nana manja. "Uhm, soal itu aku harus meminta izin pada paman dan tante yang menjadi waliku." "Aku yang akan memintakan izin saat mengantarmu pulang, Liv. Bagaimana?" usul Theo menyela momen sang adik. Sementara itu, tak ingin mengecewakan teman barunya, Olivia pun menyetujui usulan Theo. Setelah beberapa waktu Theo mengantar Olivia pulang dengan sedan mewahnya. Tidak banyak yang mereka bicarakan sehingga tanpa keduanya sadari mobil Theo sudah berada di pelataran Mansion Leon. "Kau yakin mau menemui paman?" tanya Olivia meminta konfirmasi. "Ya. Bahkan jika dia khawatir kau datang sendiri, paman dan tantemu bisa ikut makan malam," jawab santai Theo. Sikapnya seakan mencerminkan bahwa ia hanya mempedulikan perasaan Nana seorang. "Masuk, Liv" tegas Leo menginterupsi. "Paman. Aku—" "Sudah kubilang masuk sekarang, Liv. Kita akan bicara setelah ini, mengerti?" ulang Leon menyela karena kata-katanya tak ingin dibantah Seolah tak memiliki pilihan lain, Olivia manut dan langsung beranjak dari hadapan Theo dan Leon. "Cih! Setelah menyasar Kamila sekarang kau akan memanfaatkan Olivia? Jangan bermimpi!" cemoih Leon pada Theo. Meski diamuk Leon, Theo tetap membalas dengan gelagat tenang karena dirinya merasa tidak sepicik yang Leon tuduhkan. "Maaf sebelumnya, aku tidak bermaksud mencari ribut di sini. Yang akan ku sampaikan adalah murni permintaan adikku yang telah diselamatkan oleh Olivia." Tanpa basa basi, Theo lantas mengungkapkan keinginan sang adik mengajak makan malam Olivia besok di rumahnya sebagai rasa terima kasih. "Tidak perlu. Apa yang keponakanku lakukan adalah murni karena rasa kemanusiaan yang tinggi. Jadi, lupakanlah dan jangan pernah berada di dekat Olivia lagi," tolak Leon. Theo mungkin bisa acuh jika penolakan itu diperuntukkan untuknya. Tetapi, tidak jika menyangkut adik semantara wayangnya. Raut. Ramah Theo seketika berganti ketus imbas kesal. ***Cuplikan bab selanjutnya "Kau cemburu kan, Paman? Katakan padaku jika kau cemburu melihat interaksi ku dengan Pak Theo," desak Olivia di tengah momen bersitegang dengan Leon di kamar sang puan. "Aku cemburu. Apa kau puas!?" ungkap Leon di luar prediksi Olivia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD